Belakangan para penceramah yang berpaham Wahabisme terlalu sering menyampaikan materi ceramah yang bertolak belakang dari paham umumnya masyarakat muslim Indonesia, sasaran ceramah mereka jelas ke generasi milenial. Materi ceramah yang miskin data dan ilmu tapi dengan kemasan tutur kata yang lugas dan logis, meski banyak ngawurnya. Karenanya, orang gampang menerima sekaligus membenarkannya. Padahal jelas ceramahnya seringnya sesat menyesatkan, bohong dan pembohongan.
Dalam hal ini, saya menyoroti perkataan penceramah Wahabi ( Saudara Badrussalam ) bahwa eksistensi Wali Songo dalam menyebarkan Islam di Jawa tidak ada bukti otentik. Perkataan yang tidak didasarkan bukti otentik pula. Ini kita sebut kerancuan pemikiran, jelas perkataan orang Wahabi itu keliru, dan salah total.
Maka dilatari itulah saya ingin membantahnya dengan bukti arkeologis dan filologis sebagai penguat dari terjadinya peristiwa sejarah dan validasi dari kesejarahan yang telah terjadi. Ini penting disampaikan agar generasi kini dan generasi mendatang dapat mengenali asal usulnya, tahu dari mana mereka dilahirkan, mengerti bahwa terlahir sebagai muslim, dimana status sebagai muslimnya itu karena pengaruh leluhurnya, dan Islamnya para leluhurnya itu berkat para penyebar Islam abad 15 Masehi, yang kita kenal dengan Wali Songo.
Pribadi Sunan Giri
Saya memilih salah satu anggota majlis Wali Songo, yaitu Kanjeng Sunan Giri, atau Sayyid Maulana Ainul Yaqin bin Sayyid Maulana Ishaq. Sunan Giri ini lahir di Blambangan, salah satu Kadipaten (kini Kabupaten) dari Kerajaan Majapahit pada 1440 M dari ayah Sayyid Maulana Ishaq atau masyhur dikenal Syaikh Wali Lanang dengan ibu Dewi Sekardadu binti Prabu Menak Sembuyu bin Bre Wirabhumi bin Prabu Hayam Wuruk bin Ratu Tribhuwana Tunggadewi binti Raden Wijaya, Raja Majapahit pertama.
Saat masih bayi, oleh ibunya dilarung ke laut Blambangan, sebagai aksi penyelamatan dari rencana pembunuhan dari Senopati Blambangan. Hingga ditengah laut antara Blambangan dan Gili Manuk, bayi anak Dewi Sekardadu itu diselamatkan oleh awak kapal bernama Abu Hurairoh, anak buah dari Nyi Ageng Pinatih dari Gersik, janda kaya raya bekas istrinya Koja Mahdum Syahbandar. Peristiwa itu ditulis oleh Thomas Stamford Raffles dalam bukunya History of Java.
Ini pula dikuatkan oleh catatan H.J. Dr Graaf dan Th. Pigeaud dalam buku Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa Peralihan dari Majapahit ke Mataram. Keduanya memastikan bahwa bayi anak Dewi Sekardadu yang diberi nama Jaka Samudra itu diselamatkan oleh Nyi Ageng Pinatih, setelah itu dari Jaka samudra dirubah namanya Raden Paku ( sesuai pemberian nama dari ayahnya ) lalu diganti dengan Maulana Ainul Yaqin oleh gurunya yaitu Syaikh Sayyid Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel.
Bukti Otentik
Kita lihat di bukti filologi yaitu Serat Walisana, dengan tulisan langgam Pucung, Pupuh V bait 20-25, menjelaskan asal usul Sunan Giri.
“Nateng Blambangan/ prabu Sadmudha wewamgi/rimangkana kataman sungkawa dahat/marma tyas duh margi saking Puterini pun/Nandang gerah barah/madal sanggayaning usadi/apanengeran sang Retno Sabodi Rara/Suwarna yu Samana sang nata ngerungu/lamun ing wuhara/wonten Janma nembe prapti/adedukuh mencil ahlul tapabrata /pan wus kabul mumpuni salwiring kawruh/dadya tinimbalan/prapta kinen ngusadani/katarima waluya grahe sang Retna/suka sukur ya ya wau sangha prabu/nenggih puteranira/pinaringaken tumuli/lajeng panggih lan Sayyid Yaqub Samana/atut runtut tan ana sangsayanipun/pinarengan nama maruwanira Ki/apanengeran pangeran Raden Wali Lanang/”.
Catatan dalam Serat Walisana tersebut menggunakan bahasa semiotik, menunjukkan lambang yang punya makna, dan di setiap peristiwa dibahasakan dengan sengkala yang juga mengandung arti waktu peristiwa tersebut.
Berbeda dengan di Babad Tanah Jawi, dalam catatan Prof. Agus Sunyoto di bukunya Atlas Wali Songo ( hlm.172) menyebut nama ayah Sunan Giri adalah Maulana Ishaq, sedangkan di Serat Walisana disebutkan bahwa ayahnya Sunan Giri adalah Sayid Yaqub atau Pangeran Raden Wali Lanang. Ibunya Sunan Giri yang ditulis dalam Serat Walisana adalah Retno Sabodi, sementara yang tertulis di Babad Tanah Jawi adalah Dewi Sekardadu.
Perbedaan sebutan ini tidak berarti kerancuan, tetapi hanya beda panggilan saja, karena tetap merujuk pada satu orang perempuan ibu dari Sunan Giri yang valid sebagai anak dari Prabu Menak Sembuyu, seorang cucu Prabu Hayam Wuruk dari jalur selir. Ini tidak ada bantahan, bahwa betul Sunan Giri adalah anak dari pertemuan seorang keturunan Rosulullah S.a.w dengan anak keturunan Raja Majapahit.
Karya Sunan Giri
Di tangan saya ada kumpulan khutbah Jum’at Sunan Giri yang terkodifikasi dalam kitab Majmu’at Khutubi al-Jum’ati yang manuskrip khutbah tersebut ditulis tangan oleh Sunan Giri, lalu kitab ini ditahqiq oleh KH. Masyhud Bahri dan dikenalkan oleh KH. Muhammad masyhuri Naim.
Penjelasan atas manuskrip atau al-Makhthuthat yang berisi khutbah Jum’at yang disampaikan di masjid Giri Kedaton, oleh Syaikh Sayyid Maulana Ainul Yaqin atau Prabu Satmata atau Sunan Giri, adalah berikut ini.
إذا لا حظنا إلى الوصف العام للمخطوطة فنجد أنها مكتوبة على ورق أوربي قديم و الورق مطبوع بختم الأسد في الكؤوس ( ليان مداليون ) و هذا النوع يدل على أن هذه الورقة مستعملة في القرن السابع عشر و الثامن عشر الميلادي
Pentahkik manuskrip khutbah Jum’at Sunan Giri ini telah menemukan 11 jilid manuskrip khutbah Jum’at, yang setiap jilidnya dibagi lagi menjadi 5 judul khutbah. Sedangkan jilid kedua belas khusus dikhutbahkan di bulan Dzulhijjah di Masjid Giri Kedaton, sekitar tahun-tahun antara 1500-1506 M.
Berikutnya penjelasan terkait khutbah Jum’at yang ditulis oleh Sunan Giri, dilihat dari tata bahasanya yang sarat akan ilmu balagoh yang tinggi.
إذا امعنا النظر في هذه المخطوطة من حيث أساليبها فنرى أنها مليئة بالقيم البلاغية العالية من حيث سجعها واتساق أساليبها و اختيار ألفاظها و صورها البيانية.
Bukan hanya khutbah Jum’at yang diwariskan oleh Sunan Giri, tetapi ada fakta sejarah bahwa Sunan Giri membuat tembang permainan untuk anak-anak antara lain Padang Bulan yang liriknya berikut ini.
” Padang-padang bulan/ayo gage do dolanan /dedolanan Ning latar / ngalap padang gilar gilar /nundung begog hanga tikar “.
Penutup
Dalam buku ” Javaansche Volksvertoningen ” Th. Pigeaud mengatakan bahwa Sunan Giri yang bergelar Prabu Satmata adalah orang pertama di antara ulama yang membangun tempat khalwat dan makam di atas bukit ( Sidomukti ).
Syaikh Sayyid Maulana Ainul Yaqin bin Sayyid Maulana Ishaq, atau Susuhunan Giri, atau Prabu Satmata ini adalah Mursyid Tarekat Syattariyah untuk wilayah Nusantara bagian Timur.
Sunan Giri wafat pada tahun 1506 Masehi dan dimakamkan di bukit Sidomukti.
Serang, 1-2-2023
Hamdan Suhaemi
Wakil. Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten
Idaroh wustho Jam’iyah Ahlith Thoriqah Mu’tabaroh An-Nahdliyah Jatman Banten