Jika kita perhatikan para penceramah kita, rerata bilang kembali ke al-Quran dan Hadits ketika menghadapi masalah, seperti masalah agama (masail al-diniyyah). Setelah itu tidak pernah menjelaskan bagaimana penerapannya “kembali ke Quran dan hadits” itu. Apakah mungkin meminta umat ketika menghadapi soal kehidupannya untuk menengok ke al-Quran dan disuruh paham sendiri.
Saya terkadang bertanya-tanya apakah seruan kembali ke Quran dan hadits itu berlaku pada semua umat Islam (kullu al-jami’) ataukah berlaku pada umat Islam tertentu (kullu majmu’) seperti golongan ulama (kiai dan ustadz), sementara kalau yang dimaksud itu ulama, saya sepakat. Karena ulama punya pengetahuan untuk memahaminya, meski kita ketahui bahwa isi kandungan al-Quran bukan sekedar ayat-ayat muhkamat (ayat berkait hukum) semata. Begitu ada soal yang pelik sehingga fatwa madzhab pun tidak ditemukan, itupun perlu ijtihad, bukan secara sederhana membaca ayat Qur’an lantas soal bisa ditemukan jawaban dari ayat yang dibaca, tidak demikian.
Namun kalau kata-kata kembali ke al-Quran untuk sekedar mengobati sisi batin yang kelam dan bergejolak, kita tidak keburu menduga dengan suudhzon dan itu kita pahami karena al-Quran itu syifaaun wa rohmatun (obat dan rahmat kasih sayang).
Al-Quran itu sudah disepakati semua umat Islam di dunia terkhusus golongan al-Sawadu al-A’dhom (berpegang pada madzhab Ahli Sunnah wal Jamaah) sebagai sumber hukum Islam dan atau pedoman hidup (way of life).
Sepakat bahwa al-Quran adalah dalil tertinggi di atas Hadits Nabi SAW, kemudian Hadits juga lebih tinggi dari Ijma atau qiyas.
Saya, ingin fokus bahas Qiyas, karena dalil hukum satu ini sepertinya diabaikan. Padahal Qiyas itu penting untuk dikatakan sebagai sumber hukum Islam.
Mengacu pengertian yang dirumuskan Imam al-Jurjani, bahwa :
القياس عبارة عن المعنى المستنبط من النص لتعديه الحكم من المنصوص عليه الى غيره و هو الجمع بين الاصل و الفرع في الحكم
Sedangkan rumusan Ibnu as-Subki, Qiyas adalah :
القياس هو حمل معلوم على معلوم لمساويته في علة حكمه عند الحامل
Artinya: “menyamakan hukum sesuatu dengan hukum sesuatu yang lain karena adanya kesamaan illat hukum menurut mujtahid yang menyamakan hukumnya.”
Sementara menurut al-Amidi, Qiyas adalah :
القياس هو اشتباه الفرع والاصل في علة حكم الاصل في نظر المجتهد على وجه يستلزم تحصيل الحكم في الفرع
Artinya: “keserupaan antara cabang dan asal pada illat hukum asal menurut pandangan mujtahid dari segi kemestian terdapatnya hukum tersbut pada cabang”.
Jelas adanya Qiyas berdasarkan landasannya seperti firman Allah SWT di surat al-Nisa ayat 59, terdapat pula di surat Yasiin ayat : 78-79, kemudian ada di surat Ali Imron ayat : 13 dan surat Yusuf ayat: 111, sementara di surat al-Nahl ayat : 66 Allah SWT befirman :
وان لكم في الانعم لعبرة . نسقيكم مما في بطونه من بين فرث ودم لبنا خالصا ساءغا للشاربين
Juga ada dalam surat al-Hasyr ayat : 2, Allah SWT telah berfirman:
فاعتبروا ياولى الابصر
Adapun landasan Qiyas merujuk hadits Nabi Muhammad SAW adalah hadits yang diriwayatkan Sahabat Nabi Mu’adz bin Jabbal.
قال النبي : كيف تقضي اذا عرض لك قضاء قال اقضي بكتاب الله قال فان لم تجد في كتاب الله قال فبسنة رسول الله ص.م قال فان لم تجد في سنة رسول الله ص.م و لا في كتاب الله قال اجتهد رايي.
Kemudian, Qiyas dalam pandangan Imam Tajuddin al-Subki dalam kitabnya Matan Jam’u al-Jawami’ (h: 208).
والصحيح ان القياس حجة لعمل كثير من الصحابة به متكررا شاءعا مع سكوت الباقين الذى هو في مثل ذلك من الاصول العامة و فاق عادة
Artinya: “menurut pendapat yang sahih itu bahw a Qiyas itu adalah hujjah ( sumber hukum ) untuk amaliyah yang banyak dari sahabat Nabi yang terus diulang-ulang bersifat umum dan ddiamkan oleh sahabat lainnya yang termasuk contoh amaliyah berdasarkan pokok-pokok bersifat umum dan sesuai adat”.
Imam al-Subki merinci penjelasan atas Qiyas dengan merumuskan rukunnya. Rukun Qiyas itu ada 4, diantaranya pertams مقيس عليه yang kedua مقيس , ketiga معنى مشترك بينهما dan kemudian yang keempat adalah حكم للقيس عليه .
Kesimpulan, dalam tulisan ini adalah mengingatkan kembali bahwa pandangan agama kita (Islam) hubungannya dengan sumber hukum atau dalil hukum Islam bukan hanya al-Quran dan Hadits saja, melainkan Ijma’ dan Qiyas. Jikapun ada penceramah yang sering menyerukan “kembali ke al-Quran dan Hadits” perlu dipertegas khitobnya kepada siapa? apakah umumnya umat Islam ataukah kepafda alim ulama yang disinggung dalam bebrapa ayat sebagai اولى الامر atau اولى الالباب .
Manhaj yurisprudensi Islam Sunni dengan konsisten berpegangan pada al-Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Kalaupun nanti ada yang meragukan keempat dalil hukum dan hanya bersandar pada Quran dan Hadits kitapun memakluminya sebagai golongan muslim diluar ahli sunnah wal jama’ah.
Serang, 16/1/22
Penulis : Kiai Hamdan Suhaemi
(Wakil Ketua PW Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banten)
Editor: Kang Diens