Banu Alawi adalah keluarga terhormat (syarif) di Yaman. Sejarawan menyebut “Syarif” untuk keluarga Banu Alawi bukan karena ia keturunan Nabi Muhammad Saw, tetapi karena memang mereka adalah keturunan Kahlan bin Saba yang merupakan penguasa Hadramaut dari Dinasti Qahtan. Kahlan sendiri adalah saudara kandung dari Himyar bin Saba.
Keluarga Banu Alawi dinisbahkan kepada Alawi bin Ayan (Alyan dalam riwayat lain). Hal ini, seperti diriwayatkan oleh sejarawan Yaman, al-Hamadani (w. 344 H.) dalam kitabnya “Al-Iklil fi Akhbaril Yaman wa Ansabi Himyar” (kitab al-Iklil memuat kisah-kisah Negara Yaman dan nasab Himyar). Demikian juga disebut dalam kitab “Jamharat Ansabil Arab” (kitab kumpulan nasab orang Arab) karya Ibnu Hazm (w. 456 H.)
Al-Hamadani berkata:
فهؤلاء بنو علوي بن عيان وقد قلوا في ديار همدان، ولم يبق منهم إلا بيت آل عاصم وآل روشا وآل حكيم أبيات صغار. ومن أشراف بني علوي شريح بن مالك، ولا أدري إلى أي هذه البطون هو. وقد يقول بعض علام أرحب: إن علوي صغّر وكبّر. يقولون: أولد علوي بن عليان بن علوي، فأولد عليان بن علوي علوي الأصغر ومنه انتشرت بنو علوي انقضت بنو علوي. (الاكليل: 36)
Perhatikan kalimat “Wamin asyarfi bani alawi..” (dan sebagaian dari syarif-syarif bani alawi). Bani alawi sejak dulu disebut “Asyraf”, bukan karena ia keturunan Nabi Muhammad Saw, tetapi karena mereka adalah orang-orang yang terhormat atau karena mereka keturunan Kahlan dari Bani Qohton yang menguasai Hadramaut di abad ke-4 sebelum Islam.
Alawi bin Ayan ini, hidup satu masa dengan leluhur Nabi Muhammad Saw: Qusay bin Kilab. Nantinya, keturunan Alawi bin Ayan ini disebut Banu Alawi, dan banyak melahirkan tokoh-tokoh besar dalam perjuangan Islam dan dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang Ilmu Hadits.
Ibnu Hazm menyebut, keturunan Banu Alawi yang popular diantaranya adalah Yazid bin Qais, yang menjadi “Sohibu syurthah” (Kepala Polisi) di masa Sayyidina Ali Ra (lihat Jamharat Ansabil Arab, halaman 896). Al-Hamadani, menyebut Yazid bin Qais ini sebagaimana di sebut Ibnu Hazm, kecuali itu, al-Hamadani pula menyebut bahwa Qais ini juga diangkat Ali sebagai penguasa Asfihan (lihat al-Iklil, halaman 35).
Nama lain yang popular dari keluarga Banu Alawi adalah Amr bin Salmah. Al-Hamadani menyebutnya sebagai “Syarifan nabihan dzahinan kaliman” (Seorang syarif yang cerdas, penghapal yang kuat, dan ahli bicara). Ia termasuk orang dekat Sayidina Ali. Ketika Hasan bin Ali mengadakan perdamaian dengan Muawiyah, Amr bin Salmah diutus Hasan bersama Muhammad bin al-Asy’ats untuk menemui Muawiyah.
Muawiyah sangat kagum kepada Amr akan kelantangan dan kefasihannya dalam bicara, juga akan kecerdasannya. Muawiyah bertanya kepada Amr: Apakah engkau dari keluarga Mudhar? Amr menjawab “Ana Amr bin Salmah al-Hamadani al-Arhabi al-Alawi” (Aku adalah Amr bin Salmah dari Hamadan, kemudian dari Arhab, kemudian dari Banu Alawi) (lihat al-Iklil halaman 36). Hamadan dan Arhab adalah dua buah Kota Yaman.
Di antara keluarga Banu Alawi juga dikenal sebagai para perawi hadits. Diantara para perawi hadits dari keluarga Banu Alawi, seperti yang disebut oleh Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitab “al-Tahdzib”, adalah Amr bin Salmah di atas. Selain disebut al-Asqolani, Amr bin Salmah, disebut juga oleh Abi Hatim al-Razi dalam kitabnya “Al-jarhu Wat Ta’dil”, disebut pula oleh Imam Adzahabi dalam kitab “Siyaru A’lamin Nubala” dan al-Khatib al-Bagdadi dalam “Tarikh Bagdad” . Selain dari Amr bin Salmah, perawi hadis dari keluarga Banu Alawi adalah Amr bin Yahya, ia adalah salah satu guru dari Ibnu Abi Syaibah.
Demikian kisah tentang keluarga Banu Alawi di Yaman yang dicatat oleh ulama abad ke-4 Hijriah. Pertanyaanya, apakah Syarif Abul Jadid (w. 620 H.), seorang ahli hadits yang disebut kitab al-Suluk di abad ke-8 sebagai keluarga Ba Alawi, Asyraf dari Hadramaut, itu adalah merupakan Banu Alawi yang disebut al-Hamadani di abad empat itu?
Jika benar Syarif Abul Jadid adalah Banu Alawi tersebut, maka ia bukanlah keturunan Nabi Muhammad Saw. Lalu apakah keluarga para habib itu adalah Banu Alawi tersebut? Kemungkinannya sangat kecil, kenapa? Karena keluarga para habib itu datang ke Hadramaut diperkirakan baru abad ke-7 hijriyah, yaitu mulai dari Fakih Muqoddam atau ayahnya (bukan seperti yang terdapat dalam kitab-kitab para habib yang katanya hijrah di abad ke-4 hijriah.
Kemungkinan besar, kitab al-Suluk ketika menyambungkan nasab Syarif Abul jadid kepada Ahmad bin Isa adalah suatu kekeliruan riwayat. Atau, hanya ditambahkan oleh penyalin kitab tersebut di abad ke-9, sementara al-Janadi, pengarang kitab al-Suluk tidak menyebutkannya. Hal itu sangat memungkinkan, karena al-Janadi sendirian dalam meriwayatkan hal tersebut. Tidak ada kitab yang semasa atau sebelum al-Janadi yang menyambungkan nasab Syarif Abul jadid kepada Ahmad bin Isa.
Kata Gus Rumail, kalimat “Syarif” itu menunjukan bahwa ia merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw. Realitasnya, kalimat “Syarif” atau “Asyraf” dalam tradisi penulisan kitab sejarah, tidak melulu menunjukan ia keturunan Nabi Muhammad Saw, seperti kutipan yang penulis kutip dari kitab “al-Iklil” di atas, bahwa Banu Alawi di Yaman adalah keturunan Kahlan dari Bani Qohton, penguasa Hadramaut sebelum Islam.
Penulis: Imaduddin Utsman al-Bantani