Latar Masalah
Belakangan Islam sebagai agama ditarik-tarik ke medan politik kekuasaan, dengan menonjolkan klaim identitas paling agamis dan paling merasa suci untuk kemudian memperoleh kekuasaan. Tidak hanya alasan politis, dampaknya pula menyeret ke medan sosiologis, dengan berkeinginan mempertahankan hegemoni keturunan Nabi yang wajib dimuliakan. Seperti yang sering didakwakan “bahwa darah kami adalah darah Rasulillah SAW yang tidak bisa salah”. Kata-kata itu bertujuan untuk meninggikan derajat sosialnya sambil lalu merendahkan posisi sosial muslim pribumi Nusantara lainnya ke derajat kelas bawah bahkan memperbudaknya dalam bungkus kemuliaan dan keberkahan.
Klaim kebenaran sepihak dengan mengajak umat agar mengkultuskan individu -individu para keturunan Nabi SAW lengkap dengan gelarnya yang melekat ternyata semakin memperdaya eksistensi sosial umat Islam yang terlahir pribumi asli, seperti kerbau yang dicocoki hidungnya. Umat selalu diperdaya dengan jargon darah Rasulillah SAW, keistimewaan ras dan gen yang menjadi senjata mereka untuk melumpuhkan nalar egaliter di jiwa masyarakat umumnya.
Fenomena-fenomena yang berkait superioritas gen dan ras ini dalam satu dasawarsa terakhir memicu kemunduran dalam beragama dan beragama dalam keragaman. Seolah Islam hanya mereka yang benar, seolah Islam mereka saja yang disafa’ati Kanjeng Rasul SAW, seolah mereka saja yang ahli surga, lainnya baru bisa tersafaati jika mereka mencintai keturunan-keturunannya. Ini jelas penyesatan secara epistemologis.
Taqwa Itu Ajaran Islam
Setiap langkah dan aktivitas beragama kita tentu diprinsipi taqwa, karena dengan taqwalah derajat muslim semakin mulia. Itu pula tanda bahwa siapa yang bertaqwa tentu mereka yang mempunyai iman. Dasar kuat iman itulah yang menggerakkan hamba Allah untuk menjalankan taqwa, yaitu mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.
Firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab ayat 70 menjadi dalil qoth’i sebagai perintahya untuk bertaqwa dan itu berlaku untuk kaum muslimin seluruhnya tanpa dihubungkan dengan keturunan mulia, jadi taqwa itu amaliah agama. Mari kita pahami ayat ini.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar”, (Q.S. al-Ahzab : 70).
Bahkan, kemuliaan seorang muslim itu dilihat seberapa kualitasnya dalam menjalankan taqwa kepada Allah.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”. (QS. Al Hujurat : ayat 13).
Islam itu Syari’at
Isi ajaran agama Islam adalah syariat yang diwahyukan Allah kepada utusannya yakni Rasulillah Muhammad SAW, dan juga syariat yang diajarkan oleh Rasulullah. Kedua sumber yaitu Kalam Allah atau Al-Qur’an dan sabda Nabi yaitu hadits adalah sumber utama agama Islam, itulah yang kemudian disebut syari’at Islam.
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ.
Artinya: “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuḥ dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan ‘Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”. (QS. al-Syura: 13).
Lalu apa arti syari’at Islam itu? Ulama mendefinisikan syari’at Islam sebagai berikut.
والشريعة ما شرَع الله لعباده من الدين، وقد شرع لهم يَشْرَعُ: أي سَنَّ. والشارع: الطريق الأعظم. فالشريعة في اللغة، تعني الطريق العظيم والصراط المستقيم. والشريعة في استعمال القرآن مساوية لمعنى الدين الذي هو الصراط المستقيم .
Syari’at itu adalah apa yang diajarkan Allah kepada hambanya di dalam agama. Dengan demikian intinya Islam itu syari’atnya Allah. Syari’at Allah itulah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
كلَّ ما أنزله الله لعباده، من معتقدات، وعبادات، وأخلاق، وآداب، وأحكامِ عادات ومعاملات. وتأتي العقائد والعبادات في طليعة ما شرعه الله وجعله شريعة للعباد، كما هو واضح في قوله تعالى
Semua yang Allah turunkan kepada hambanya, baik tentang akidah ( keyakinan ), ibadah, akhlak, adab, hukum-hukum adat dan muamalah. Suatu sistem nilai yang lengkap.
Islam itu Agama Ilmu
Islam sebagai agama, juga ditopang oleh perangkat ilmu yang berkaitan dengannya. Seperti kaitan tauhid kepada Allah, maka yang menguatkan itu dengan ilmu tauhid. Kaitan muraqobah ( kontemplasi ) kepada Allah, lalu yang menunjukkan itu adalah ilmu tarekat dan atau ilmu tasawuf.
أخرجه مسلم في مقدمة الصحيح والدارمي, عن محمد بن سيرين. انَّ هذا العِلمَ دِينٌ، فانظُروا عمَّن تأخُذون دينَكم.
Imam Muslim di dalam mukadimah kitab sahihnya dan juga diriwayatkan oleh Imam Muhammad Ibnu Sirin, dan termasuk hadits masyhur, karena sanadnya berasal dari Rasulillah SAW.
حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَيُّوبَ، وَهِشَامٍ، عَنْ مُحَمَّدٍ، وَحَدَّثَنَا فُضَيْلٌ، عَنْ هِشَامٍ، قَالَ وَحَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ حُسَيْنٍ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، قَالَ إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ .
Diatas ini adalah penjelasan dari Rasulillah SAW bahwa agama itu ilmu, atau ilmu itu ya agama, maka lihatlah dari siapa kamu memperoleh agamamu.
Kita baca Kalam Allah dalam surat al-mujadalah ayat 11, itu sebagai petunjuk kita bahwa sesungguhnya derajat yang tinggi adalah mereka yang beragamanya berdasarkan iman dan ilmu.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan (Q.S. almujadalah ayat 11).
Islam itu Agama Kasih Sayang (Rahmat)
Kita Muslim tidak diajarkan bertindak kasar, keras dan memaksa orang untuk mengikuti Islam. Justru Islam disampaikan, didakwahkan dengan cara rahmatan ( kasih sayang dan atau kedamaian), menciptakan jiwa-jiwa yang tenang, bahagia, selamat dunia akhirat.
Kita baca pada surat Al-Baqarah Ayat 256, ayat yang memberi petunjuk ke kita bahwa tidak ada pemaksaan dalam Islam.
لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشْدُ مِنَ ٱلْغَىِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Jika kedapatan bahwa cara penyampaiannya Islam dengan keras, memaksakan, bahkan tindakan anarkis itu dipastikan berislam dengan cara-cara yang sama sekali bertolak belakang dengan anjuran Rasulullah Muhammad SAW. Siapapun itu meski keturunannya Nabi sekalipun tetap sikap itu salah dan menentang Allah SWT.
Islam Bukan Agama Darah
Islam ya Islam tidak ada hubungannya dengan kepemilikan bangsa manapun, dengan keakuan ras manapun, dengan klaim kebenaran dari keturunan manapun. Islam hadir untuk umat manusia, jin dan seluruh alam semesta. Tegas bahwa Islam bukan Arab, bukan pula karena pertalian darah.
Kita perlu memahami ayat Qur’an surat al-Anbiya ayat 107, berikut disertakan tafsiran dari Imam Zamakhsari dalam kitabnya “Al-Kasyaf an Haqaiqi Ghawamidli al-Tanzili”
وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ
Artinya: “dan Tidaklah aku utus engkau ( Muhammad ) kecuali dengan kasih sayang untuk alam semesta”. (Q.S. al-Anbiya: 107)
أرسل صلى الله عليه وسلم رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ لأنه جاء بما يسعدهم إن اتبعوه. ومن خالف ولم يتبع. فإنما أتى من عند نفسه حيث ضيع نصيبه منها. ومثاله: أن يفجر الله عينا غديقة، فيسقى ناس زروعهم ومواشيهم بمائها فيفلحوا، ويبقى ناس مفرطون عن السقي فيضيعوا.
Sungguh Nabi Muhammad SAW diutus Allah sebagai rahmat yang agung untuk umat manusia, dengan begitu kita mengikuti sikap dan tindakan Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang mengayomi, melindungi, mengasihi umat manusia, karena itu pula Nabi SAW adalah sekaligus sebagai tauladan baik ( Uswatun Hasanah). Yang ditiru bukan darahnya tersambung padanya, tetapi yang disebut beragama bagaimana mencontoh Nabi Muhammad SAW, peri hidup dan perilaku kehidupannya.
Kesimpulannya yang hendak disampaikan penulis adalah Islam bukan agama darah, bukan yang paling dijamin surga karena darah keturunan Rasulillah SAW, sekali lagi dijelaskan bukan karena keturunan, apalagi hanya sekedar mengaku-ngaku.
Serang, 9 Maret 2023
Oleh: Kiai Hamdan Suhaemi
(Wakil Ketua PW GP Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banten)
Editor: Didin Syahbudin