Kgm. Rifky Zulkarnaen
Di tengah percakapan publik mengenai Nasab Habib bukan Cucu Nabi, ada narasi tentang kebencian. Pihak Klan Habib Baalwi dan budak-budaknya melemparkan tuduhan bahwa Kyai Imad dkk (kita) mengajarkan dan menyebarkan kebencian. Di pihak yang bersepakat dengan Kyai Imad dkk ada sebagian orang yang bersikeras menepis bahwa ini bukan mengajarkan kebencian melainkan menyampaikan kebenaran.
Ditilik dari motifnya, lemparan tuduhan Klan Habib Baalwi dan budak-budaknya tidak disemangati oleh ketulusan dan kejujuran; ia disemangati spirit menghalalkan segala cara guna mencapai tujuannya. Tipikal perilaku orang-orang licik dan munafik dan kita dapat menyaksikannya dari pola track record perilaku mereka.
Sementara segolongan orang yang menepis tuduhan dari Klan Habib Baalwi bahwa dirinya tidak mengajarkan dan menyebarkan kebencian, ditenagai oleh kebaikan dan ketulusan kepada masyarakat supaya betul-betul ini tidak memadat menjadi kebencian. Penulis sangat memahami niatnya baik. Namun, menurut penulis tidak perlu menolak kebencian itu sendiri hingga berlebihan sampai-sampai menajis-najiskan kebencian, anti kebencian. Seolah-olah meletakkan suatu kepastian nilai, dalam bahasa matematis meminjam terma fiqh:
benci = haram [= dosa besar = dilaknat Allah],
dan;
cinta = wajib [= pahala = dicintai Allah].
Tanpa disadari kita, manusia, melakukan statisasi psikologis pada sesuatu yang sifatnya dinamis. Di mana kebencian itu pasti sesuatu yang tidak baik, buruk, bahkan dimaknai sebagai sebuah kejahatan dan kehinaan yang sangat. Fix! Sama sekali tidak boleh dilakukan. Fix! Haroooooom hukumnya, seperti perkataan Habib Hanif mantu Imam Cebol. Sebaliknya, cinta distatiskan sebagai sesuatu yang pasti baik dan mulia.
Lho, tunggu dulu.
Penulis amat memahami kita tidak berlandas kebencian kepada siapa pun. Kita itu orang-orang yang malas membenci karena tidak ada manfaatnya. Kita ini membenci saja malas apalagi melakukan, tentu lebih malas lagi kecuali terpaksa karena melampaui batas.
Begitu kan?
Tetapi, andai, ada orang yang memang membenci Klan Habib Baalwi, memangnya kenapa? Apa salahnya, di mana salahnya, bagaimana salahnya, mengapa bisa salah. Kalau penulis akan berkata kepada orang tersebut bahwa boleh membenci dan memerangi Klan Habib Baalwi itu. Malahan justru berada di ruang lingkup yang diperintahkan Allah Swt.
Lho kok bisa?
Lho gimana kok gak bisa? Wong di Al Quran ada.
Penulis berminat mengajak pembaca kembali menengok Surat Al Hujuraat ayat 07 sampai 10. Penulis kutipkan terjemah Surat Al Hujuraat ayat 07 sampai 10 versi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (UII) di mana Gus Baha berada di dalam tim penerjemah UII tersebut:
07 – Ketahuilah bahwa di antara kamu ada Rasulullah. Sekiranya Rasulullah harus mengikuti kehendakmu pasti kamu berbuat banyak kesalahan. Tetapi Allah membuat kamu teguh (habbaba, mencintai) beriman dan menjadikan iman indah dalam hatimu. Allah menumbuhkan dalam hatimu kebencian terhadap kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Itulah orang-orang terpimpin ke jalan yang benar (lurus, raashiduun).
08 – dan merupakan karunia dan nikmat dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
09 – Jika ada dua kelompok orang Beriman bertengkar, damaikanlah mereka secepatnya. Bila salah satu di antaranya berlaku zalim kepada yang lain, tekanlah (faqotiluu, perangilah) golongan yang zalim sampai kembali ke jalan Allah. Kalau telah kembali, damaikanlah dengan cara yang adil dan benar (setegak-tegaknya, sepresisi mungkin, bil adli wa aqsituu). Allah sungguh suka (cinta) kepada orang-orang yang berlaku adil.
10 – Seluruh orang mukmin sungguh bersaudara, damaikanlah antara saudaramu dan takwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmatNya.
Di atas, perhatikan ayat 07 dan 08 saja dulu.
Pembaca telah menemukan bahwa ada kebencian yang kemunculannya bersifat alamiah-transeden yang itu Allah Swt sendiri yang menumbuhkan pasca Allah Swt membuat seseorang teguh dan mencintai keimanan dan mencapai stabilitas mental state (maqom) penyaksian keindahan pada iman; bahwa iman itu ternyata indah. Keadaan batin yang stabil di penyaksian keindahan akan iman, keadaan itu memunculkan kebencian. Kebencian terhadap apa? Kebencian terhadap kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Siapa yang menumbuhkan? Allah Swt.
Lebih fenomenalnya lagi, malahan orang yang membenci seperti itu distatusi oleh Allah sebagai orang-orang yang memperoleh petunjuk jalan yang benar (lurus); terpimpin pada jalan yang lurus. Ulaaika humurroshiduun. Allah Swt menggelari orang-orang yang seperti itu dengan gelar Ar-Rashid. Selain digelari Ar-Rashid, Allah juga menyatakan bahwa itu merupakan karunia dan nikmat dari-Nya. Fadhlamminallahi wa ni’matan.
Lho gimana? Boleh kan membenci? Baik tidak membenci itu, Sudareekk?? Mulia tidak membenci itu, Sudareekk?
Kan bergantung konteks dan subyek-obyeknya. Jika patuh kepada Al Hujuraat 07-08, justru membenci itu menjadi wajib ada dan haram hukumnya ditiadakan dalam tatanan uulaika humurrashidin dan fadhlamminallahi wa ni’matan. Mengapa? Karena Allah sendiri yang menjadi subyek utamanya, pelaku utamanya itu Allah, kita manusia sekedar obyek yang ndak bisa apa-apa kecuali nderek algoritma psikologis yang dicoding oleh Gusti Allah; di mana predikatnya adalah membuat manusia cinta keimanan, menjadikan iman indah dalam hatimu, dan menumbuhkan kebencian terhadap kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Jika tatanan batinnya benar, ya itulah perjalanan yang pasti terjadi.
Oleh karenanya, jika ada orang membenci kebencian terhadap kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan, itu artinya durhaka kepada Allah. Wah, bahaya itu. Apalagi jika terpeleset-peleset pembalikan: habbaba ilaikumul kufra wal fusuqa wal ‘isyan bahkan wa zayyanahu fi qulubikum. Lantas yang paling parah wa karraha ilaikumul iman wa zayyanal kufra wal fusuqa wal ‘iisyana fi qulubikum. Nah, itu sangat indikatif ada pada budak-budak Klan Habib Baalwi. Naudzubillahimindzalik.
Jadi, boleh tidak membenci Klan Habib Baalwi? Ini bukan tentang boleh atau tidak boleh. Melainkan memang begitu itu realitas psikologis yang diciptakan Allah dan itulah kemuliaan. Uulaika humurrashidiin dan fadhlamminallah wa ni’matan. Kita bilang boleh atau tidak boleh tidak berpengaruh apa-apa. Kita bilang boleh atau tidak kek, babbaah ora ngaruh blas.
Kalau ndak terima, bikin ‘Quran’ (dalam tanda kutip) sendiri aja. Silakan. Saya ndak.
Kalau Klan Habib Baalwi ndak apa-apa bikin kitab ‘suci’ sendiri karena Klan Habib Baalwi kan agama tersendiri, berbeda dengan Islam. Sebut saja agama Klan Habib Baalwi adalah agama TAII (Tarim Institute of Ideology) karena Nabinya Klan Habib Baalwi adalah Faqih Muqaddam bukan Muhammad Saw.
Bagaimana dengan Al Hujuraat 09-10? Jika ada dua kelompok orang beriman bertengkar, damaikanlah mereka secepatnya. Bila salah satu di antaranya berlaku zalim kepada yang lain, tekanlah (faqotiluu, perangilah) golongan yang zalim sampai kembali ke jalan Allah. KarenaKlan Habib Baalwi dan budak-budaknyatidak kunjung kembali ke jalan Allah maka fasenya mentok di faqotiluu terus-menerus. Tekanlah. Perangilah. Terus-menerus. Lho.. itu perintah Allah. Meski bagaimana manifestasi faqotiluu dalam perilaku, ayo kita rembug bareng. Tapi kan perintahnya jelas faqotiluu. Mengerjakan perintah Allah itu mulia atau tidak? Mulia kan? Ya sudah.
Kesimpulannya: membenci dan memerangi Klan Habib Baalwi adalah masuk ruang lingkup mengerjakan perintah Allah di mana taat mengerjakan perintah Allah adalah kemuliaan bagi manusia yang taat mengerjakan. Inna akromakum inddallahi atqokum.