Oleh: Kyai Hamdan Suhaemi
Ide pemurnian tauhid seperti yang dimaksud secara logis adalah mengesakan Tuhan tanpa dikaitkan dengan apapun. Baik praktik yang mengarah pada kemusyrikan maupun yang bukan keyakinan masuk pada ketauhidan.
Hemat kami bahwa pemurinan tauhid bagi kalangan Muslim Sunni sudah menjadi keseharian bahkan sejak aqil balig. Sudah tidak lagi pada sikap kembali, namun sudah mengarah bagaimana tauhid menjadi dasarnya beragama, tanpa ada ukuran apapun. Mengesakan Allah dengan segala prinsip kemurniannya adalah keniscayaan sebagai prinsip hidup.
Pemurnian tauhid, dan menjauhi kemusyrikan dengan kultus objek maupun kultus subjek harus dipisahkan terlebih dahulu dari hal yang normatif (aturan Syari’at) yang baku, sesuai prinsip dalil al-kulli maupun hukum al-kulli. Karena tauhid tidak pada posisi ikhtilafiyah, melainkan prinsip jelas dan tegas. Itulah keyakinan.
Sikap beragama orang Wahabi adalah mengkerdilan ajaran Islam dibalik kedok pemurnian dan dakwah sunnahnya.
Wafaq, bagian dari cara berusaha dengan tetap melandaskan keyakinan, hingga diharapkan sebagai tabarrukan (ngalap barokah), sebagai obat, dan jimat.
Terkait dengan praktik kemusyrikan serta asumsi bahwa wafaq atau rajah dianggap sebagai alat untuk menggelincirkan manusia ke praktik kemusyrikan. Jawaban kita tegas, bukan.
Wafaq, bukan keharaman, bukan pula kemusyrikan. Wafaq dihukumi boleh jika hanya digunakan untuk kebaikan dan kebenaran.
واذكروا نعمت الله عليكم وما أنزل عليكم من الكتاب والحكمة يعظكم به , واتقوا الله واعلموا أن الله بكل شيء عليم
Artinya: “dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu al-Kitab dan al-Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
QS Al-Baqarah 2:151
فهزموهم بإذن الله وقتل داوود جالوت وآتاه الله الملك والحكمة وعلمه مما يشاء , ولولا دفع الله الناس بعضهم ببعض لفسدت الأرض ولكن الله ذو فضل على العالمين
Artinya: “Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam”.
QS Al-Baqarah 2:269
يؤتي الحكمة من يشاء , ومن يؤت الحكمة فقد أوتي خيرا كثيرا , وما يذكر إلا أولو الألباب
Artinya: “Allah menganugerahkan al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”.
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (909-974 H), mufti Syafii berkebangsaan Mesir, menjelaskan masalah ini dalam kitabnya aL-Fatawi al-Haditsiyyah.
وَسُئِلَ) فَسَحَ اللّٰهُ فِيْ مُدَّتِهِ، مَا حَكْمُ الْأَوْفَاقِ؟ (فَأَجَابَ) نَفَعَ اللّٰهُ بِعُلُوْمِهِ بِأَنَّ عِلْمَ الْأَوْفَاقِ يَرْجِعُ إِلَى مُنَاسَبَاتِ الْأَعْدَادِ وَجَعْلِهَا عَلَى شَكْلٍ مَخْصُوْصٍ، وَهَذَا كَأَنْ يَكُوْنَ بِشَكْلٍ مِنْ تِسْعِ بُيُوْتٍ مَبْلَغُ الْعَدَدِ مِنْ كُلِّ جِهَةٍ خَمْسَةُ عَشَرَ، وَهُوَ يَنْفَعُ لِلْحَوَائِجِ وَإِخْرَاجِ الْمَسْجُوْنِ وَوَضْعِ الْجَنِيْنَ وَكُلِّ مَا هُوَ فِيْ هَذَا الْمَعْنَى. وَكَانَ الْغَزَالِيُّ رَحِمَهُ اللّٰهُ يُعِثُّنِيْ بِهِ كَثِيْرًا حَتَّى نُسِبَ إِلَيْهِ، وَلَا مَحْذُوْرَ فِيْهِ إِنِ اسْتُعْمِلَ لِمُبَاحٍ، بِخِلَافِ مَا إِذَا اسْتُعِيْنَ بِهِ عَلَى حَرَامٍ، وَعَلَيْهِ يُحْمَلُ جَعْلُ الْقَرَافِيُّ الْأَوْفَاقَ مِنِ السِّحْرِ (فَتَاوِي الْحَدِيْثِيَّةِ لِابْنِ حَجَرٍ اَلْهَيْتَمِيِّ.
Artinya: “(Ia ditanya) Semoga Allah melapangkan kehidupannya. Apakah hukum wafaq? (Ia menjawab) Ilmu wafaq itu mendasarkan kepada persesuaian bilangan-bilangan dan dibuat dalam bentuk yang khusus. Ini misalnya berupa bentuk sembilan kotak, yang jumlahnya dari setiap sudutnya berjumlah lima belas. Ilmu wafaq ini bermanfaat untuk tercapainya berbagai hajat, melepaskan dari tawanan (penjara) dan mempermudah proses melahirkan anak, dan maksud-maksud yang serupa.Imam Al-Ghazali sering mendorong saya menggunakan ilmu wafaq sehingga ilmu wafaq dinisbatkan (dihubungkan) kepadanya. Ilmu wafaq tidak dilarang bila digunakan untuk sesuatu yang boleh, berbeda bila dipergunakan untuk sesuatu yang haram. Dalam hal ini, Al-Qarafi memaknai wafaq yang digunakan untuk sesuatu yang haram sebagai ilmu sihir”.
Abul ‘Abbas Ahmad ‘Ali al-Buni (w. 622 H). Dalam mukaddimah kitab masyhurnya, Syamsul Ma‘arifil Kubra, ia mengatakan:
إِنَّ الْمَقْصُوْدَ مِنْ فُصُوْلِ هَذَا الْكِتَابِ اَلْعِلْمُ بِشَرْفِ أَسْمَاءِ اللهِ تَعَالَى وَمَا أَوْدَعَ اللهُ تَعَالَى فِيْ بَحْرِهَا مِنْ أَنْوَاعِ الْجَوَاهِرِ الْحِكْمِيَّاتِ وَلَطَائِفِ الْإِلَهِيَّةِ وَكَيْفِ التَّصَرُّفِ بِأَسْمَاءِ الدَّعَوَاتِ وَمَا تَابِعِهَا مِنْ حُرُوْفِ السُّوَرِ وَالْأٰيَاتِ، وَجَعَلْتُ هٰذَا الْكِتَابَ فُصُوْلًا لِيَدُلُّ كُلُّ فَصْلٍ عَلَى مَا اخْتَارَهُ وَأَحْصَاهُ مِنْ عُلُوْمٍ دَقِيْقَةٍ يُتَوَصَّلُ بِهَا لِلْحَضْرَةِ الرَّبَّانِيَّةِ مِنْ غَيْرِ تَعَبٍ وَلَا إِدْرَاكِ مَشَقَّةٍ وَمَا يُتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى رَغَائِبِ الدُّنْيَا وَمَا يَرْغَبُ فِيْهِا…. ( شَمْسُ الْمَعَارِفِ الْكُبْرَى لِلْإِمَامِ عَلِيْ اَلْبُوْنِي،)
Artinya: “Bahwa tujuan dari penulisan kitab ini adalah untuk mengetahui kemuliaan asma (nama-nama) Allah SWT dan segala yang Allah SWT simpan dalam samudera asma-Nya: beragam permata kebijaksanaan, isyarat atau rahasia ketuhanan (al-latha’iful Ilahiyyah), dan tata cara mengamalkan asma untuk doa-doa, serta segala yang mengikuti asma-asma tersebut berupa huruf-huruf surat dan ayat-ayat mencakup ilmu-ilmu yang mendalam yang dipergunakan untuk bersimpuh ke hadapan Tuhan tanpa susah payah dan tanpa kesukaran, juga mencakup ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk mencapai kesenangan dan kemewahan dunia”.
Kesimpulan dari tulisan diatas adalah, bahwa wafaq bukan alat untuk memusyrikan, bukan pula itu kesyirikan. Wafaq adalah seni menulis huruf dan kalimah Arab, dengan tinta yang dicampur misik atau za’faron sebagai alat tulisnya. Tujuannya adalah keberkahan, mengharap keselamatan. Biasanya setiap wafaq yang akan ditulis selalu diawali hadarat, dan penulisan lafdz asma jaljalut sebagai isi dari wafaq tersebut.
Wa Allahu a’lam bi al-Showabi
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten