Oleh : Hamdan Suhaemi
Latar Belakang
Masyarakat muslim di Indonesia umumnya mengadakan tahlilan ketika orang tua, atau sanak keluarganya meninggal dunia. Menjadi tradisi yang berbeda dari negara-negara lainnya yang berpenduduk muslim. Potret ritual seputar kematian yang sudah jadi tradisi sejak dulu, entah berawal dari anjuran Wali Songo penyebar Islam di Jawa ataukah satu abad belakangan, yang jelas tahlilan sudah jadi adat mendoakan orang yang meninggal dunia.
Tentu adat dan tradisi itu terbentuk berdasarkan ajaran, anjuran dan cara pandang orang dulu untuk kebaikan. Saya baik sangka bahwa pada dasarnya adat dan tradisi itu berdasarkan kebaikan demi kemaslahatan keturunan dan generasi setelahnya.
Apa Itu Tahlilan
Tahlilan itu istilah masyhur yang isinya pembacaan tawassul, baca al-Quran surat al-Ikhlas, al-Mu’awidzatain ( Falaq binnas ), baca istighfar, dzikir ” laa Ilaha Illa Allah” kemudian ditutup do’a untuk orang yang meninggal dunia. Dalam kegiatan do’a untuk orang yang meninggal dunia itu ada dzikir tahlil yang kemudian populer dikenal Tahlilan.
Ulama-ulama terdahulu dari kalangan mazhab Syafii, Hambali, Maliki maupun Hanafi berpendapat boleh, dan pahalanya dihadiahkan kepada orang yang meninggal dunia itu sampai, seperti yang di sampaikan oleh Syaikh Usman bin Ali Az-Zaila’i dalam kitabnya ” Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud Daqaiq ” ( juz 5, h.131) dari Mazhab Hanafi bahwa seseorang di bolehkan menjadikan amalnya untuk orang lain, baik shalat, puasa, haji, sedekah, bacaan Al-Qur’an, dzikir atau sebagainya, berupa semua jenis amal baik. Pahala nya itu sampai kepada mayit dan bermanfaat baginya.
Dalam kitab Rahmatu al-Ummati fi ikhtilafi al-Aimmati (h.73), keempat imam madzhab berkesempatan menghukumi mubah dan pahala tahlilan itu wushul ( sampai ) kepada mayit.
وأجمعوا على الاستغفار و الدعاء و الصدقة و الحج و العتق تنفع الميت و يصل إليه ثوابه و قراءة القرآن عند القبر مستحبة.
Artinya: dan semua imam madzhab menetapkan atas istighfar, do’a, sedekah, dan pahala haji, dan pahala membebaskan budak itu bermanfaat bagi mayit, dan pahalanya sampai kepadanya, kemudian baca Qur’an di sisi kuburnya adalah dibolehkan.
Kemudian Imam Muhyiddin al-Nawawi dalam kitabnya al-Raudloh memfatwakan bahwa pahala bacaan untuk mayit itu sampai, begini penjelasannya.
واختاره النووى في الروضة ثواب القراءة يصل إلى الميت و يحصل له نفعه
Termasuk Imam Ibnu Sholah, ulama dari madzhab Syafi’i menjelaskan.
ولا خلاف في نفع الدعاء و وصوله و اهل الخير قد وجدوا البركة في مواصلة الاموات بالقران و الدعوات
Artinya: tidak ada perbedaan pendapat dalam hal manfaat do’a, dan sampainya do’a, kemudian golongan orang baik selalu mendapatkan keberkahan dalam keterampilan pahala baca Qur’an dan do’a untuk orang yang mati.
Jika merujuk para Imam madzhab Ahli Sunnah wal Jama’ah, terutama Imam-imam dalam madzhab Syafi’i ternyata sudah memfatwakan kebolehan tahlilan yang isinya baca Qur’an, dzikir, dan doa untuk orang yang meninggal dunia, kemudian pahalanya sampai kepadanya.
Berarti para Wali Songo di abad 15 masehi menerapkan tahlilan itu karena fatwa madzhab Syafi’i membolehkan, sebab mereka adalah ulama yang berasal dari madzhab Syafi’i dan rata-rata para wali songo itu pengamal tarekat, karena itu pula di dalam lafal tarekat selalu ada dzikir “laa Ilaha Illa Allah” maka kalimat tersebut dikenal sebagai Tahlilan.
Kalimat Laa Ilaha Illa Allah
Kalimat tahlil “laa Ilaha Illa Allah” sebagai kalimat yang lebih utama, dan utama-utamanya dzikir. Ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW terkait keutamaan kalimat tauhid tersebut.
قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم افضل ما قلت أنا و النبيون من قبلي لا اله الا الله
Artinya: yang lebih utama dari apa yang saya ucapkan dan para nabi sebelum ku adalah kalimat laa Ilaha Illa Allah.
Masih berdasarkan hadits Rosulullah S.a.w tentang kemanfaatan kalimat tahlil untuk yang masih hidup maupun untuk yang telah meninggal dunia.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله قد حرم على النار من قال لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله
Artinya: sesungguhnya Allah telah mengharamkan neraka bagi orang yang membiasakan baca laa Ilaha Illa Allah dan dengan berharap karena Allah semata.
Dalam kitab Kasyifatu al-Saja ( h. 14 ), Syaikh Nawawi al-Bantani menjelaskan.
و فضائلها لا تحصى منها قوله صلى الله عليه وسلم من قال لا إله إلا الله ثلاث مرات في يومه كانت له كفارة لكل ذنب اصابه في ذلك اليوم
Artinya: dan keutamaan-keutamaan kalimat Laa Ilaha Illa Allah itu tidak terhingga seperti halnya sabda Rasulullah S.a w ” siapa yang membaca dzikir laa Ilaha Illa Allah tiga kali di setiap harinya maka dosa yang dibuatnya setiap hari itu tertebus (dihapus).
Adalah Syaikh Muhammad Idrus Qoimudin al-Buthoni, ulama abad 19 Masehi, dalam kitabnya Mu’nasatu al-Qulubi fi al-Dzikri wa Musyahadatu Allami al-Ghuyubi ( h.21 ) menjelaskan.
وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم من قال لا إله إلا الله خالصا من قبله ومدها بالتعظيم كفر الله عنه أربعة آلاف ذنب من الكباءر فإن لم يكن عليه أربعة آلاف ذنب من الكباءر كفر الله عن أهله و جيرانه
Artinya : Rosulullah bersabda siapa yang membaca dzikir laa Ilaha Illa Allah dengan ikhlas dari hatinya dan membiasakannya dengan tadhim maka Allah hapus empat ribu dosa dari dosa dosa besar, kemudian bila tidak ada empat ribu dosa baginya maka Allah hapus dosa keluarga dan tetangganya.
Dalil dari hadits Rosulullah ini, jadi dasar kenapa Tahlilan ditradisikan di Indonesia oleh masyarakat muslim yang berpegang pada madzhab ahli Sunnah wal Jama’ah, ini salah satu alasan kuatnya, dan Tahlilan yang berisi tawassul, baca al-Quran, dzikir laa Ilaha Illa Allah dan doa yang pahalanya dihadiahkan untuk orang yang meninggal, begtu besar manfaatnya.
Kalimat Akhir
Kalimat tahlil laa Ilaha Illa Allah begtu dahsyatnya, ia adalah pokok dzikir dari setiap tarekat, ia pula mengandung keutamaan-keutamaan yang oleh Rosulullah S.a.w anjurkan untuk umatnya, terlebih bagi yang orang yang telah meninggal yang mengharapkan doanya dari kita yang masih hidup.
Serang, 27 November 2023