“Lebah Selalu Mencari Bunga, Hasilnya Madu & Menyehatkan.
Lalat Selalu Mencari Sampah, Hasilnya Kuman & Wabah.
Sungguh Sulit Menjelaskan Kepada Lalat Bahwa Bunga Jauh Lebih Indah Daripada Sampah. Sesulit Menerangkan Indahnya Warna Kepada Orang Buta.”
(KRT. FAQIH WIRAHADININGRAT)
NASAB UNTUK SILATURAHMI
Ada sosok unik, wajah ndeso. Suka nasi pecel dan bicaranya ceplas-ceplos. Tapi jangan salah, dia ternyata seorang Doktor Ilmu Biologi. Bagi saya dia adalah matahari, dan bagi Nusantara dia adalah pelangi. Anda pasti sudah kenal dengannya.
Setelah penulis sekian lamanya, seolah bernarasi sendirian akan kepalsuan Nasab Ba’alwi dari sisi genetika. Dan di tengah heningnya para pakar biologi atau genealogi. Akhirnya muncul sosok yang menjadi pioner bagi para Ilmuwan lainnya. Untuk turun gunung dan menyuarakan kepakarannya. Tanpa menyebut nama, semua pakar tersebut bisa dilihat pada Seminar Nasional PADASUKA di UIN Jakarta tanggal 26 Agustus 2023 silam.
Mereka semua, membawa harapan akan masa depan pencerahan nasab di Nusantara. Tentu saja berbasis DNA. Kelak, jangan macam-macam mau mengaku keturunan orang lain. Para ilmuwan genetik siap menelanjangi kebohongan anda bila masih konyol dan nekad.
“Maling Nasab Lebih Mudah Dibuktikan Daripada Maling Jemuran !”
Kembali kepada Sang Pioner. Beliau adalah Dr. Sugeng Sugiharto. Kerabat biologis, dan sahabat ideologis saya. Kami bersepakat total, setidaknya untuk urusan membongkar kepalsuan nasab BA’ALAWI. Yang mengaku turunan Nabi SAW. Melalui garis paternal ke Imam Husein bin Ali Al-Hasyimi Al-Quraysi Al-Ismaili Al-Ibrahimi. Pertemuan kami tidak sengaja, berpikir dan prihatin di titik yang sama. Ketemu di Plered, Pesantren Roudhotul Fatihah-nya Gus Fuad Plered. Beliau kerabat kami juga, ditarik 7 tingkat ke atas, bertemu di Kyai Syihabuddin yang trahnya Sunan Ampel. Mufti Agung Jogjakarta Hadiningrat pertama. Sebelum pura-pura owah/jadzab, agar punya alasan keluar dari Keraton dan bebas berdakwah menyatu dengan masyarakat awam. Namun Sultan Hamengkubuwono I tetap hormat, diberinya tanah perdikan, di Dongkelan Bantul Jogja. Kini beliau dimakamkan di Kompleks Masjid Keraton Patok Negara Dongkelan. Berdampingan dengan Dewi Lung Ayu trah Sunan Drajad. Istri ketiga ini, garwo triman, atau istri hadiah dari Sang Sultan, sebelum beliau naik tahta melalui Perjanjian Gianti 1755 M.
Dan silaturahmi kami, Dr. Sugeng, Gus Fuad Plered, juga termasuk Bani Syihabuddin yang lain Kyai Syarif Rahmat, Raden Burhanuddin dan Kang Ropik yang Abdi Dalem Kraton Jogja. Adalah menjadi penguat di dalam perjuangan meluruskan sejarah Nusantara ini. Tentu saja kami hanyalah serpihan kecil. Yang harus bersinergi dengan seluruh Trah Nusantara lainnya. Yaitu trah para leluhur dari segala lapisan. Yang telah mewarnai Nusantara dengan kisah perjuangannya. Dan kini, sejarah itu terancam dihapus dan dirampok. Oleh segerombolan manusia hina, yang gemar mencaplok sejarah orang lain.
NASAB UNTUK KETAULADANAN
Penulis tidak akan mengulas lebih jauh, terkait silsilah keluarga. Karena sebenarnya sungguh tidak penting. Bahkan sama sekali tidak penting kita dilahirkan dari siapa, keturunan siapa, atau dari trah mana. Semua itu omong kosong belaka. Membanggakan keturunan adalah perbuatan manusia bermental sampah. Bahkan jadi cucu Nabipun juga tidak penting, malah bisa memalukan dan sia-sia belaka. Dengan catatan, ingat, bila tidak diiringi dengan ketaqwaan dan kebajikan, prestasi serta akhlak yang mulia. Tanpa hal itu, sungguh kita hanya jadi manusia sampah yang akan mencoreng dan mempermalukan seluruh leluhur kita.
Tanpa mentauladani leluhur yang mulia, maka sia-sia belaka menjadi keturunannya.
Demikian juga bila memiliki leluhur yang ‘kurang’ mulia, maka tugas kita berbuat mulia untuk menghapusnya.
Dan apabila leluhur kita bukan siapa-siapa. Atau gelap-gulita siapa leluhur kita. Maka ciptakanlah sejarahmu sendiri dengan prestasi yang bisa dibanggakan dan ditauladani keturunanmu kelak.
NASAB ADALAH TAKDIR
Kiita dilahirkan dari rahim siapa dan melalui bibit sperma siapa, adalah hak prerogratif Allah semata. Kita tidak bisa memilih. Dan semua bayi dilahirkan dalam keadaan bersih suci. Hingga orang tuanya, lingkungannya serta usaha dirinyalah yang menentukan dia akan menjadi siapa dan bagaimana.
Walaupun tetap harus diyakini. Diluar bingkai kemanusiaan, tentu saja masih ada konteks Ketuhanan. Dimana hidayah, inayah dan maunah Tuhan, turut serta membimbing dan mengarahkan hamba-hambaNya.
Pendeknya kita diciptakan jadi siapa tidaklah penting, itu kodrat Ilahi. Yang lebih penting adalah bagaimana kita dapat menjalankan peran yang diberikan oleh-Nya dengan sebaik-baiknya.
Sebagai gambaran, seorang Presiden atau Raja yang durjana akan masuk neraka. Contohnya Fir’aun dan Namrud.
Namun seorang budak sekalipun, bila berhati mulia, akan masuk surga. Contohnya Luqman Al Hakim dan Bilal.
Semuanya jelas, dalam samudera sasih-sayang dan kemuliaan-Nya, kita semua hina, kecil tiada arti. Dan bagaimana kita mampu berkasih-sayang mengejawantahkan sifat utama Tuhan tersebut, akan mampu mengantarkan kita menjadi kekasih-kekasih-Nya.
Bukankah dalam mi’rajnya, Nabi melihat seseorang diampuni dosanya dan berjalan-jalan di surga sebab menyingkirkan duri dari jalanan. Atau kisah pelacur yang menyesali dosanya lalu hijrah. Dari sebab dia memberi minum anjing yang kehausan di tengah gurun pasir maka Allah pun melebur dosa dan memasukkannya ke surga.
Begitu banyak perbuatan ringan, namun mendatangkan kecintaan Allah yang demikian besar. Kuncinya Kasih-Sayang kepada siapapun.
MENOLAK TAKDIR, LEBIH HINA DARI IBLIS
Dan begitu banyak pula, perbuatan remeh yang mendatangkan kemurkaan Allah dengan dahsyat. Kuncinya berlaku sombong. Contohnya Iblis. Dia membanggakan diri, baik materi penciptaan yang berasal dari api, maupun amal ibadahnya yang ribuan tahun lamanya. Dia menolak hormat pada Adam, mahluk baru yang terbuat dari tanah.
Iblis lupa, darimana dia berasal, dan atas seluruh karunia yang dia terima. Tanpa ijin-Nya dia tidak bakal tercipta dan bukan siapa-siapa.
Kadang disinilah banyak manusia yang meniru Iblis. Merasa paling hebat dan lupa asal-usulnya. Tanpa ijin-Nya, kita bukan siapa-siapa, hina dan lemah.
Bila Iblis yang sombong dengan asal-usulnya sudah dilaknat Allah. Maka apa jadinya bila ada manusia yang sombong, atas asal-usulnya yang sebenarnya palsu. Tentunya manusia seperti ini derajatnya jauh lebih hina daripada iblis itu sendiri.
Manusia yang mengandalkan nasabnya tanpa diiringi kemuliaan pribadinya, itu hina. Apalagi menyombongkan nasab palsunya, jelas itu manusia sampah dan durjana.
Dan sebuah kejahatan yang teramat hina, bila yang hendak diakui itu nasab manusia paling mulia, Sayyidina Muhammad SAW. Murka Tuhan pasti datang ketika mahluk yang paling dicintai-Nya hendak dinistakan.
Apalagi setelah datang banyak bukti dan peringatan. Naudzubillah !!!
Di titik inilah, Dr. Sugeng datang layaknya mentari pagi yang indah bagi saya. Setelah sekian lama sendirian dalam keheningan malam. Kemudian Beliau datang dengan membawa narasi ilmiah menguraikan secara lebih lengkap apa yang sudah saya tulis dan sampaikan. Banyak orang pandai, tapi sungguh sedikit yang berani. Di era penindasan, keberanian lebih diutamakan dari kepandaian. Kepandaian tanpa keberanian, tidak akan membawa perubahan. Namun keberanian tanpa kepandaian, walau mungkin konyol, setidaknya membawa energi perubahan.
“Barangsiapa Memiliki KEBENARAN & KEBERANIAN Di Dalam Hatinya, Maka Dia Akan Menang Pada Akhirnya !”
BA’ALWI, KAUM NUN
Ilmuwan boleh salah tapi tidak boleh bohong, begitu kata Dr. Sugeng. Dan mereka yang mencintai ilmu akan memegang kaidah tersebut secara kokoh di dalam hatinya.
Namun bila kesalahannya disengaja berarti masuk ranah kebohongan. Dan ini bukan sifat dari hamba Tuhan, melainkan hamba iblis.
Kini Klan Ba’alwi sedang diuji oleh jaman. Alangkah mereka berani jujur demi ilmu pengetahuan. Atau tetap bertahan demi kemuliaan. Tentu saja kemuliaan semu. Karena dibangun diatas klaim sesat dan kebohongan. Lapang dada dan menerima takdir adalah kunci Rahmat Allah. Namun bersiasat dengan menolak takdir, pastinya akan mendatangkan murka Allah.
Silahkan bersiasat, silahkan berekayasa, silahkan bertipu-daya. Tapi ingatlah Allah sebaik-sebaik pembuat rekayasa dan tipu-daya.
“Wamakaru Wamakarallah Wallahu Khoirul Makirin !” (QS. Ali Imron : 54)
Benarlah kata Dr. Sugeng, mereka ini Kaum NUN, alias Nasab Untuk Nasib !!!
Tanpa mencatut Nabi, seakan mereka tidak percaya diri bisa survive dan membuat prestasi. Tidak cukupkah menjadi muslim dan umat yang dicintai Nabi? Itu saja suatu karunia yang diimpikan oleh seluruh Nabi sebelumnya.
MUHIBBIN BA’ALWI, KAUM MAJNUN
Kaum yang tersesat apabila tidak menghentikan kesesatannya maka mereka akan meningkat menjadi Kaum Penyesat. Tentu saja dosanya jariyah. Sambung-menyambung dan menggulung, sepanjang mereka tidak menghentikan kesesatannya.
Kaum yang disesatkan pilihannya 2 :
- Masa bodoh dan meneruskan kesesatannya.
Bersikap masa bodoh adalah awal dari kebodohan itu sendiri. Karena biasanya mereka yang demikian malas berpikir. Andai berpikir pun digunakan untuk PEMBENARAN, bukan mencari KEBENARAN.
- Selalu berpikir kritis, membaca dan waspada akan setiap tanda-tanda jaman.
Setiap jaman akan dikirim utusan Tuhan. Entah itu Nabi & Rasul. Atau setelah Nabi Muhammad, adalah para waliyullah kekasih-Nya. Yang menjadi penyambung lidah-Nya. Membawa pelita cahaya-Nya. Dan kaum yang mau jujur serta menggunakan akalnya, akan menangkap seruan ini serta dapat mendapatkan cahaya yang memerangi hati dan pikirannya.
Mereka yang rela disebut Muhibbin, atau mereka para pengikut Ba’Alwi yang rela disebut Muhibbin. Adalah orang yang harus rela berkorban apa saja demi orang yang dicintainya. Tidak salah mencintai, namun kita bisa saja mencintai orang yang salah dan keliru dalam mengejawantahkan cinta tersebut.
Cinta itu menerangi, bukan membutakan.
Cinta itu membawa kebajikan, bukan kebatilan.
Dan cinta itu membawa damai, bukan perpecahan dan penindasan.
NABI saja menyebut pengikutnya sebagai SAHABAT, orang yang setara, saling menerima dan memberi, saling bertemu dan berpisah karena Allah. Tanpa menyuruh cinta dan berkorban, pada posisi kesetaraan akan ada kemuliaan sejati tanpa paksaan.
Kaum NUN akan selalu berusaha menyesatkan umat, membawa perpecahan, menerapkan rasisme, dan tentu saja membawa kebodohan. Sebab bila pengikutnya menjadi cerdas pastilah mereka akan ditinggalkan.
Maka dibuatlah majelis-majelis doktrin untuk mengukuhkan kepalsuan nasab mereka.
Bukan Majelis Ilmu, tetapi diperbanyak Majelis Sholawat yang menjamur untuk mengalihkan perhatian umat.
Membaca Sholawat kepada Nabi itu baik dan mulia. Bahkan wajib karena diperintahkan langsung di dalam Al Quran.
Tetapi membaca sholawat dengan disertai penipuan bahwa tidak sempurna sholawatmu bila tidak mencintai KAMI BA’ALWI sebagai keturunan Nabi. Tentu saja adalah penyesatan yang sangat halus namun jahat.
Menggunakan kedok sholawat untuk mengukuhkan kebatilan, itu pengkhianatan kepada Nabi SAW.
Sadarlah wahai penyesat dan yang disesatkan, berhentilah menjadi MAJNUN. Majelis NASAB Untuk NASIB !!!
Manusia yang tidak mau menggunakan akalnya adalah LALAT, dan dia gemar mencari SAMPAH.
Dan manusia yang selalu waspada dengan memaksimalkan akal sehatnya, dia adalah LEBAH yang selalu menuju BUNGA.
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَار لَءَايَٰتٍ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”
(QS. Ali Imron : 190).
Wassalamu’alaikum, Rahayu Nusantaraku !
(KRT. Faqih Wirahadiningrat)