Dalam tulisan lalu penulis katakan “Bahkan dari manuskrip Habib Rumail, penulis sekilas dapat tambahan dukungan keterputusan nasab Ba Alawi semakin panjang menjadi 651 tahun”, mengapa demikian?
Perhatikan di menit ke-4.05 dari video Habib Rumail Assegaf (HRA)! Di sana ia menampilkan manuskrip kitab Al-Suluk karya Al-Janadi (732 H). ternyata, nasab Bani Jadid dalam kitab Al-Suluk yang ada dalam versi cetak dan versi Al-maktabah Al-Syamilah berbeda dari versi manuskrip tersebut.
Dalam versi cetak kitab Al-Suluk dari Maktabah Al-Irsyad di Kota Shan’a tahun 1416 H yang di tahqiq oleh Al-Akwa’ Al-Hiwali, nasab Bani Jadid adalah seperti ini:
- Abul Hasan Ali (Ali kedua) bin
- Muhammad(Muhammad kedua) bin
- Ahmad (Ahmad kedua) bin
- Hadid (Hadid Kedua) bin
- Ali (Ali pertama) bin
- Muhammad (Muhammad pertama) bin
- Hadid (Hadid pertama) bin
- Abdullah bin
- Ahmad bin Isa. Dari Abul Hasan Ali sampai nama Ahmad terdiri dari sembilan nama.
Dalam manuskrip “B” dari versi cetak kitab Al-Suluk tersebut, sebagaimana disebut dalam footnote (h. 135) , disebutkan nasab Bani Jadid seperti ini:
- Abul Hasan Ali bin
- Muhammad bin
- Ahmad bin
- Hadid bin
- Ahmad bin Isa.
Dari Abul Hasan Ali sampai nama Ahmad terdiri dari lima nama. Dalam manuskrip “B” ini, nama Hadid hanya satu, ia adalah anak Ahmad bin Isa, dan tidak ada nama Abdullah bin Ahmad.
Dalam manuskrip kitab Al-Suluk yang ditampilkan HRA berbeda lagi, nasab Bani Jadid seperti ini:
- Abul Hasan Ali bin
- Muhammad bin
- Ahmad bin
- Hadid bin
- Abdullah bin
- Ahmad bin Isa.
Dari Abul Hasan Ali sampai Ahmad terdiri dari enam nama.
Dari tiga versi nasab Bani Jadid tersebut yang konsisten adalah Abul Hasan Ali berayah Muhammad; Muhammad berayah Ahmad; Ahmad berayah Hadid.
Yang tidak konsisten adalah Hadid, dalam versi cetak disebut ada dua Hadid: Hadid satu berayah Abdullah; Hadid dua berayah Ali. Lalu dalam manuskrip B, Hadid hanya satu, ia berayah Ahmad bin Isa. Dan dalam manuskrip HRA, Hadid berayah Abdullah dan tidak ada Hadid kedua.
Dari uraian tersebut, kita mengetahui, betapa bermasalahnya nasab Bani Jadid tersebut. Bagaimana ia akan menjadi tangga ketersambungan nasab Ba Alawi Ubaidillah, sedangkan dirinya sendiri tergeletak dalam ruang pentahriran yang membahayakan keutuhannya.
Dari ketiga versi itu, hanya versi cetak lah yang secara kesesuaian tahun dalam ilmu nasab bisa menjadi logis. Karena tokoh historis Abul Hasan Ali bin Muhammad ditulis oleh Al-Janadi dalam tempat lain dalam kitabnya dengan tahun wafat 620 H, sedangkan Ahmad bin Isa diketahui dari berbagai sumber wafat tahun 345 H. maka jarak waktu antara Abul Hasan Ali dan Ahmad bin Isa adalah 275 tahun. Jarak itu membutuhkan kurang lebih sembilan nama, pas sekali kita lihat nama-nama dalam versi cetak itu dari Abul Hasan Ali sampai Ahmad bin Isa ada 9 nama.
Lalu apakah nama-nama ini betul-betul tokoh historis?
Menurur penulis, tokoh historis dari 9 nama dalam versi cetak itu yang merupakan tokoh historis hanyalah lima nama yaitu: Abu Hasan Ali, Muhammad, Ahmad, Hadid dan Ahmad bin Isa. Sedangkan yang lainnya hanyalah pelengkap untuk menyesuaikan dengan tahun Ahmad bin Isa. Nama-nama fiktif yang ahistoris adalah empat nama yaitu: Ali pertama, Muhammad pertama, Hadid pertama dan Abdullah. Empat nama ini fiktif disebutkan hanya sebagai sarat pelengkap kesesuaian tahun.
Darimana kita mengetahui empat nama ini fiktif?
Kita mengetahuinya dari manuskrip “B” yang tidak menyebutkan empat nama tersebut. Dan juga diperkuat oleh manuskrip HRA yang tidak menyebutkan tiga nama yaitu: Ali pertama, Muhammad pertama dan Hadid pertama.
Kenapa penulis yakin bahwa empat nama itu fiktif? Penulis meyakininya, selain dari mansukrip B dan mansukrip HRB tersebut, dari manuskrip sunan Turmudzi yang didalamnya memuat ijajah untuk Muhammad bin Abul Hasan Ali yang hanya menyambungkannya sampai Jadid kedua, dan tidak menyambungkannya sampai Abdullah bin Ahmad bin Isa.
DUGAAN KRONOLOGIS PENAMBAHAN EMPAT NAMA FIKTIF
Untuk menyambungkan Abul Hasan Ali sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw, pertama dituliskan Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Hadid bin Ahmad bin Isa. Jadi, pertama kali tidak ada nama Abdullah sama sekali. Hadid kedua langsung berayah Ahmad bin Isa. Lihat manuskrip “B” versi cetak kitab Al-Suluk, sebagaimana disebut dalam footnote (h. 135).
Karena setelah disesuaikan dengan Ahmad bin Isa yang wafat tahun 345 H, hal ini tidak masuk akal, maka memerlukan nama-nama tambahan. Maka ditambahkanlah nama Abdullah sebagai nama anak Ahmad bin Isa. Ternyata setelah ditambahpun, dirasa masih kurang masuk akal, karena jarak antaranya masih jauh, maka ditambahkanlah tiga nama dengan cara mengulang dua nama pertama secara berurut, dan satu nama Hadid sebagai anak Abdullah.
Pola seperti itupula terjadi pada nama-nama nasab Ba Alawi Ubaidillah. Coba perhatikan nama-nama di bawah ini!
- Muhammad (faqih Muqoddam)
- Ali bin
- Muhamad (sohib Mirbath) bin
- Ali (khali qosam) bin
- Alwi (kedua) bin
- Ali bin
- Muhammad bin
- Alwi (pertama) bin
- Ubaidillah
Dari Sembilan nama ini yang patut dicurigai fiktif adalah empat nama: Ali, Muhammad, Alwi pertama dan Ubaidillah. Untuk menyesuaikan tahun sampai Ahmad bin Isa, dari Alwi kedua diperlukan empat nama, maka ditambahkanlah nama-nama yang sama dari nama-nama sebelumnya. Polanya sama dengan penambahan nama-nama dalam nasab Bani Jadid.
Dari ini semua, maka penulis menyatakan dalam tulisan sebelumnya bahwa keterputusan nasab Ba Alawi semakin panjang dengan bantuan manuskrip dari HRA, yaitu menjadi 651 tahun. Dari mana angka itu? Angka itu adalah angka minimal yang penulis sebut, yaitu dengan menggugurkan kitab Al-Suluk sebagai hujjah dikarenakan problematika periwayatan manuskripnya yang berbeda isi antara yang satu dan yang lainnya.
Jika ada yang mengatakan: “tetapi kitab setelahnya meriwayatkan nasab Bani Jadid sebagaimana Al-Suluk, itu menunjukan bahwa Al-Suluk dapat dijadikan hujjah karena adanya periwayatan yang sama dengan kitab setelahnya? Penulis menjawab: “adanya susunan nasab yang sama dari Bani Jadid dalam kitab-kitab setelah Al-Suluk, menunjukan kemungkinan besar kitab-kitab tersebut mengutip dari Al-Suluk dari salah satu versi periwayatan yang mungkin telah di tambahi penyalin”.
Ketika Al-Suluk gugur sebagai hujjah, maka kitab habib Ali Al-Sakran yaitu kitab Al-Burqoh Al-Musyiqoh yang menyebut keluarga Ba Alawi Ubaidillah- pun gugur, karena kitab Al-Burqoh berpatokan dalam menyambungkan nasab Ba Alawi Ubaidillah dengan kitab Al-Suluk tersebut.
Kemudian, setelah Al-Suluk dan Al-Burqoh gugur, penulis kembali kepada kitab Tuhfatuttolib karya Al-Samarqondi (w.996 H) yang menyebut nama-nama lazim dari keluarga Ba Alawi Ubaidillah seperti Alwi dsb. Jadi keterputusan itu bertambah menjadi 651 tahun. Demikianlah, rumit dan sulitnya nasab Ba Alawi tersambung kepada Nabi Muhammad Saw.
Lalu mengenai HRA yang mohon bantuan kenapa Al-Suluk tidak menyebutkan makam Nabi Hud dalam kitabnya, penulis dapat bantu jelaskan, karena riwayat bahwa makam Nabi Hud terdapat di Hadramaut itu adalah riwayat yang dloif, bahkan ulama menjelaskan bahwa ditemukannya makam tersebut bukan berdasarkan riwayat tetapi hanya berdasarkan kasyaf para ahli sufi. Ada beberapa riwayat ulama tentang kuburan Nabi Hud diantaranya terdapat di Makkah dekat sumur zam-zam; ada yang mengatakan terdapat di Damaskus. Qaul yang kuat tentang itu adalah bahwa tidak ada riwayat yang sahih tentang kuburan para nabi selain kuburnya Nabi Muhammad Saw.
Lalu tentang Abu Marwan. Penulis kasih kode, bahwa Abu Marwan bukanlah keluarga Ba Alawi. Mencari pendeknya keterputusan nasab Ba Alawi dengan nama Abu Marwan, bagaikan mengukir di atas air.
Penulis: Imaduddin Utsman Al-Bantani
Editor: Didin Syahbudin