Oleh : Hamdan Suhaemi
Persoalan Bid’ah
Kata bid’ah selalu diucap oleh orang yang merasa memiliki kebenaran sendiri yang sifatnya parsial, dan menutup diri dari pemahaman atas kebenaran orang lain. Menuduh yang lain bid’ah tetapi dalam waktu yang bersamaan juga melakukan bid’ah.
Ini perlu pelurusan atas term bid’ah, jangan sampai jadi alat dukung perilaku kapitalisasi agama. Sebab bid’ah tidak semuanya salah dan dipersoalkan. Hanya saja penempatan bid’ah harusnya pada sesuatu yang memang di luar syari’at Islam, akan tetapi kalau masih dalam isi syari’at tentu bukan suatu kesesatan, melainkan pemahaman ijtihadi.
Pengertian Bid’ah
Saya ingin mengawali penjelasan tentang bid’ah dari pengertiannya. Ada beberapa definisi tentang bid’ah yang dijelaskan oleh ulama.
- Imam al-Jurjani dalam kitabnya al-Ta’rifat ( hlm: 43 ), telah menjelaskan arti bid’ah, yaitu.
البدعة هي الأمر المحدث الذي لم يكن عليه الصحابة و التابعون ولم يكن مما اقتضاه الدليل الشرعي
Artinya: bid’ah itu perkara yang dibarukan yang tidak terjadi di zaman sahabat dan tabiin dan juga tidak ada ketentuan terhadapnya dalil syari’at.
- Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Sahih Muslim ( hlm. 154 juz: 6 ) menjelaskan bahwa bid’ah secara istilah, yaitu.
إِحْدَاث مَا لَمْ يَكُنْ في عَهْدِ رَسولِ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: Membuat hal baru yang tidak ada di zaman Rasulullah S.a.w.
قوله وكل بدعة ضلالة هذا عام مخصوص والمراد غالب البدع
Artinya: Hadits Nabi bahwa setiap tiap bid’ah itu sesat ini adalah umum yang dikhususkan, dan yang dimaksud adalah yang lumrah berbuat bid’ah.
- Syaikh Sayyid Abu Bakar Syatha dalam kitabnya I’anathu al-Tholibin ( hlm. 271 ) menjelaskan tentang bid’ah.
ما احدث و خالف كتابا أو سنة أو إجماعا أو أثرا فهو البدعة الضالة و ما احدث من الخير و لم يخالف شيئا من ذلك فهو البدعة المحمودة
Artinya: Sesuatu amaliah yang baru dan menyalahi kitab ( Al-Qur’an), Sunnah Nabi, ijma’ dan atsar para sahabat maka itu adalah bid’ah yang sesat, dan suatu amaliah yang dari kebaikan dan tidak menyalahi apapun dari semuanya ( kitab, sunnah, ijma’ dan atsar ) maka itu disebut bid’ah yang baik.
Pembagian Bid’ah
Imam Syafi’i membagi bid’ah menjadi dua.
اَلبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ, بِدْعَة ٌمَحْمُودَةٌ وَبِدْعَةِ مَذْمُوْمَةٌ فِيْمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُومْ
Artinya: Bid’ah itu ada dua, bid’ah yang terpuji dan yang tercela. bid’ah yang sesuai dengan sunnah (syariat) adalah bid’ah yang terpuji, sedangkan yang menyelisihi sunnah adalah bid’ah tercela.
Penjelasan Imam Syafi’i dalam riwayat yang lain, Yaitu yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Manakib Imam Syafi’i :
اَلمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ, مَا اُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا اَوْ سُنَّةً اَوْ أثَرًا اَوْ اِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضّلالَةُ وَمَا اُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا ِمْن ذَالِكَ فَهَذِهِ بِدْعَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَة
Artinya: kebanyakan yang baru itu dua bagian, ada amaliah yang menyalahi kitab ( Al-Qur’an), Sunnah Nabi, ijma’ dan atsar para sahabat maka itu adalah bid’ah yang sesat, dan suatu amaliah yang dari kebaikan dan tidak menyalahi apapun dari semuanya ( kitab, sunnah, ijma’ dan atsar ) maka itu disebut bid’ah yang tidak tercela.
Sedangkan Syaikh Ahmad Damanhuri dalam kitabnya Idlohu al-Mubhami min Ma’ani al-Sulam ( hlm.8) menjelaskan.
الكل حكمنا على المجموع # ككل ذاك ليس ذا وقوع
و حيثما لكل فرد حكما # فإنه كلية قد علما
Artinya: kata al-Kullu itu kita menghukuminya kullu majmu’ ( jumlah yang banyak dalam satu bagian dan tidak menyeluruh) seperti setiap sesuatu itu tidak memiliki bukti, dan bagaimana pun tiap sesuatu yang sendiri itu ada hukumnya, karena sesungguhnya yang sendiri itu masuk keseluruhan yang sudah diketahui.
Hujjah Bid’ah
Mari kita pahami Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terkait perbuatan bid’ah.
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Artinya : Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718).
Ini sudah jelas apabila tidak didasari 4 sumber utama syari’at Islam, yaitu al-Quran, Sunnah, ijma’dan atsar para sahabat maka praktik agama macam apapun akan tertolak.
Dalam hadits riwayat Ibnu Majah, Kanjeng Nabi S.a.w telah bersabda.
الا وإياكم و محدثات الأمور فإن شر الأمور محدثتها و كل محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة و كل ضلالة فى النار
Artinya: berhati-hatilah jangan sampai membuat hal-hal yang baru, karena perkara yang paling jelek adalah membuat bid’ah dan setiap perbuatan baru itu adalah bid’ah dan semua bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan masuk neraka.
Pandangan Ulama
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Kitab Fathul Bari (hlm. 254, juz : 13 ) menjelaskan bahwa tidak semua kebaruan disasar oleh hadits di atas sebagai sebuah kesesatan, hanya yang tidak berlandaskan pada dalil syar’i:
والمراد بقوله كل بدعة ضلالة ما أحدث ولا دليل له من الشرع بطريق خاص ولا عام
Artinya: Yang dimaksud dengan ucapan Nabi Muhammad S.a.w ” setiap bid’ah adalah sesat ” adalah sesuatu yang baru yang tidak punya dalil dari syari’at, baik dalil itu secara umum atau secara khusus.
Syaikh Hasyim Asyari dalam kitabnya Risalah Ahli Sunnah wal Jamaah fi Haditdi al-Mauta wa Asyrathi al-Sa’ah wa Bayani Mafhumi Ahli al-Sunnati wa al-Jamaah, telah menjelaskan bahwaSyaikh Ahmad Zarruq dalam Kitab ‘Uddatu al-Murid As-Sadiq yang membuat klasifikasi bidah menjadi tiga tingkatan, yakni.
Pertama bid’ah sharihah atau bid’ah yang jelas yakni amalan yang bertentangan dengan landasan syari’at Islam, baik dalam bentuk wajib, sunah, mubah dan lainnya. Hal ini bahkan bisa mematikan sunnah atau menganggap salah sebuah kebenaran. Ini adalah bid’ah yang paling buruk.
Kedua bid’ah idhafi atau bid’ah yang disandarkan pada amalan tertentu yang sunnah atau yang jelas bebas bid’ah.
Ketiga bid’ah khilafiah yang memiliki dua sandaran yang sama-sama kuat argumentasinya. Satu sisi bidah tapi sisi lain sunnah seperti membuat majelis dzikir.
Akhir Kalimat
Untuk disebut bid’ah atau tidaknya setiap amaliah kita, tentu kita tetap berpatokan pada 4 sumber syari’at Islam yang sudah muttafaq alaiha tersebut. Ini agar tidak sembarangan bagi siapapun menuduh ke yang lain berbuat bid’ah, padahal belum dipahami secara lengkap, dan sama sekali tidak tahu tentang itu. Maka keharusan kita sebagai muslim tidak boleh membid’ah bid’ahkan sesuatu yang belum dimengerti. Memahami agama itu dengan ilmu, bukan dengan membaca terjemahan.
Serang, 25 Mei 2023
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten
Idaroh Wustho Jatman Banten
Sekretaris Komisi HAUB MUI Banten