Banten merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan Islam di Nusantara. Setiap masa selalu melahirkan para ulama yang alim dalam bidangnya, bahkan bahkan menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi umat Islam.
Sejak masa Kesultanan Banten, telah bermunculan ulama-ulama yang telah menuangkan ilmu dan pemikirannya dalam bentuk kitab. Seperti Syaikh Abdullah bin Abdul Qahhar al-Bantani yang karya-karyanya telah menjadi kajian para akademisi diantaranya kitab Masyahid al-Nasik fi Maqomat al-Salik, Syekh Abdusyukur al-Bantani yang terkenal sampai ke Maranao filipina, Syekh Nawawi Mandaya al-Bantani pengarang kitab Murad al-Awamil dan Kitab Murad al Ajurumiyah dan tentunya Syekh Nawawi al-Bantani yang karya-karyanya mewarnai ilmu pengetahuan dunia dari abad 20 hingga abad 21.
Setelah kemerdekaan Indonesia, ulama-ulama Banten juga terus bermunculan dengan berbagai karyanya, seperti Syekh Tubagus Muhammad Bakri pengarang kitab Fawaidul-Mubtadi, kelahiran Pandeglang yang kemudian tinggal di Purwakarta. Selain itu ada nama Syekh Syanwani bin Abdul Aziz Tirtayasa yang mengarang kitab nadzam-nadzam bahar rajaz dalam fan ilmu fikih, ilmu tauhid dan ilmu nahwu. Kemudian ada Syekh Mufti Asnawi Cakung yang mengarang kitab Amtsilat al-I’rab.Juga Syekh Humaid Tanara yang menulis Syarah al-fiyah Ibnu malik.
Generasi dibawah para ulama yang telah disebutkan, muncul nama KH. Imaduddin Utsman al Bantani yang banyak menulis kitab Bahasa Arab dalam berbagai fan ilmu seperti Kitab Nihayat al-Maqsud yang mensyarahi kitab Nadzam Maqsud yang sangat terkenal dalam ilmu Sharaf; Kitab al-Syarah al-Maimun yang mensyarahi kitab al-Jauhar al-Maknun yaitu Nadzam dalam Ilmu Balaghah; Kitab Talkhis al Hushul yang mensyarahi kitab nadzam Waraqat dalam masalah usulfikih yang bernama Tashil al Thuruqat fi al Ushul; kitab al-Fikrah al-Nahdliyyah yang mendapat banyak apresiasi warga Nahdliyyin; serta masih banyak lagi kitab syarah lainnya.
Dan baru-baru ini, muncul KH. Zulfa Mustofa dengan dua kitabnya yaitu kitab al-fatwa wa Ma La Yanbaghi Li al-Mutafaqqih Jahluhu dan yang kedua kitab Diqqat al Qonnas fi Fahmi Kalam al Imam al-Syafi’i. kitab yang pertama terdiri dari empat bab; bab yang pertama membahas tentang masalah-masalah fatwa dan hal yang berkaitan dengannya seperti kedudukan fatwa, mufti, tantangan-tantangan fatwa dan sebagainya termasuk bagian-bagian ijtihad.
Bab yang kedua dari buku karya KH. Zulfa Musthofa yang berjudul al-Fatwa ini menerangkan tentang sumber-sumber pengambilan sebuah fatwa, didalamnya diterangkan berbagai macam sumber yang disepakati dan yang tidak disepakati; bab yang ketiga menjelaskan tentang metodologi-metodologi fatwa yang dilakukan oleh para mujtahid, diantaranya tentang hubungan antara ijtihad dan istinbath; pengakomodiran maqashid al-syari’ah dalam istinbath; peran ‘aqal dalam ijtihad dan interaksinya dengan nash dan memahami maqashid; dan diterangkan pula tentang metodologi bahtsul masa’il dikalangan Nahdlatul Ulama, metodologi tarjih Muhammadiyah, dan metodologi fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI).
Sedangkan bab yang terakhir menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang digunakan ulama Indonesia dalam menghadapi dalil-dalil kontradiktif dan bagaimana sikap mereka menghadapi perbedaan-perbedaan ulama dalam fikih.Kitab yang tebalnya mencapai 325 halaman ini disajikan oleh ulama muda Banten ini dengan bahasa yang memadukan antara bahasa Arab Klasik dan Bahasa Arab Modern.
Kitab yang kedua yang KH. Zulfa Musthofa tulis adalah kitab Diqqat al Qonnash fi fahmi Kalam al-Imam al-syafi’i, kitab ini menerangkan tentang bagaimana hukum hanya bisa digali dari dua sumber yaitu nash dan haml ala al-nash, metode pertama dilakukan ketika suatu kejadian hukum ditemukan nash atau dalilnya secara langsung; dan haml ala al-nash yaitu dengan dua metode yaitu istinbath qiyasi dan istinbath maqosihidi.
KH. Zulfa Musthofa dilahirkan di Jakarta 44 tahun yang lalu. Ayahnya KH. Muqarrabin berasal dari Pekalongan, sedangkan ibunya adalah Nyai hajjah Marhumah Latifah berasal dari Kresek 12 kilometer dari Tanara. Ibunda KH. Zulfa merupakan anak Nyai Hajjah Maimunah yang juga ibunda dari ulama terkemuka di Indonesia, KH. Ma’ruf Amin. Berarti KH. Zulfa juga merupakan cucu kemenakan dari Syekh Nawawi al-Bantani. (Admin)