Riwayat
Dalam naskah Mertasinga dikisahkan ada salah seorang pangeran, masih cicit Kanjeng Syaikh Syarif Hidayatullah atau Kanjeng Sunan Gunung Jati Cirebon sekitar tahun 1570 hijrah ke Banten, saat Kesultanan Banten dibawah kekuasaan Maulana Yusuf atau Panembahan Pekalangan Gede (daerah Kasunyatan) putera Maulana Hasanuddin atau Panembahan Surosowan. Sang pangeran Cirebon itu kemudian dikenal dengan sebutan Pangeran Gebang dengan nama aslinya Pangeran Wirasuta bin Nyi Mas Gede.
Saat di Surosowan Banten, sang pangeran dari Cirebon tersebut oleh Panembahan Pekalangan Gede dinikahkan dengan salah satu putrinya bernama Ratu Winaon binti Maulana Yusuf, saat Maulana Yusuf menjadi sultan Banten menggantikan mendiang ayahnya Kanjeng Sultan Maulana Hasanuddin tahun 1570 M. Dari pernikahan dengan Ratu Winaon, Pangeran Wirasuta dianugerahi beberapa putera antara lain Pangeran Sutajaya (makamnya di Gebang Kulon, Kecamatan Gebang, Cirebon) dan Pangeran Kulon. Nama terakhir ini lalu mengganti namanya dengan Zainudin, yang kemudian jasadnya dimakamkan di Kali Dalung, Serang.
Nasab dan Marwah
Menurut naskah silsilah Kenari, Zainudin ini putera dari Badruttamam (sebutan bagi orang yang menekuni sufisme) dan nama asli dari Badruttamam adalah Pangeran Wirasuta atau Pangeran Gebang (Pangeran yang tinggal di Gebang Cirebon sebelum pindah ke Banten), penyebutan nama Pangeran Gebang yang dihubungkan dengan nama Badruttamam itu dikuatkan oleh Naskah Mertasinga dan Buku Tinjauan Kritis Sajarah Banten (P.A. Husein Djajadingrat).
Hal itu diceritakan oleh ahli silsilah yakni RTb. Moggy Nur Fadlil Setya Tirtayasa (Wawancara : 2021) bahwa betul Badruttamam adalah asli Cirebon yang punya nama asli Pangeran Wirasuta bin Pangeran Suwarga dengan ibu Nyi Mas Gede binti Nyi Mas Sri. Sedangkan Nyi Mas Gede menurutnya adalah puteri dari ayah yang bernama Syaikh Fadlilah Khan atau Fatahillah, dengan nama gelar Raden Bagus Pasai alias Wong Agung dari Pasai.
Ketika pecah perang Pailir di awal masa pemerintahan Pangeran Abdul Qodir (sebelum bergelar Sultan Abul Mafakhir Abdul Qadir Kenari), Pangeran Wirasuta yang secara kekeluargaan lebih dekat dengan Pangeran Arya Mandalika, karena sesama putera Maulana Yusuf dari jalur ibu yang kemudian telah mendukung upaya Pangeran Arya Jepara bin Sultan Hasanuddin Banten dalam upaya menuntut hak atas kekuasaan. Perang yang dikenal dengan pertarungan ponggawa dan saudagar dalam memperebutkan pengaruh dan posisi kekuasaan (Claude Guillot : 2011).
Pasca perang, Pangeran Wirasuta lebih memilih hidup biasa. Oleh pihak Kesultanan diberi tempat di kali Dalung dengan status dikenai sangsi tidak boleh menggunakan gelar kebangsawanan. Namun puteranya yang lain yaitu Sutajaya ketika kembali ke Cirebon, tetap memakai gelar kebangsawanan dan memakai gelar Pangeran Sutajaya atau Pangeran Gebang II. Berbeda dengan Pangeran Kulon lebih memilih untuk merubah nama Zainudin, sebagai sikap menjadi orang biasa tanpa embel-embel kebangsawanan, sekaligus menjaga marwah, menjaga nama baik keturunan Pangeran Gebang.
Menurut pitutur orang tua di Ragas Purwadadi Lebak Wangi Kabupaten Serang Banten, yang ternyata adalah masih keturunan Zainudin atau Pangeran Kulon dari jalur Kenari bahwa tidak menyematkan gelar kebangsawanan lebih karena kehati-hatian atas sikap dan perilaku dari generasi yang diturunkan, menjadi beban sejarah sekaligus beban dari kemuliaan leluhur. Bahkan untuk meredam watak angkuh, congkak dan sombong karena untuk menjaga derajat leluhur yang mulia tersebut.
Jalur Dalung Ke Kenari
Dalam naskah Silsilah Kenari, tercatat ada nama Abdul Qadir bin Syaikh Abdul Syukur Anom ( makamnya di depan masjid kuno Kasunyatan Kasemen ), tokoh ini berasal dari Kenari putera Syaikh Syukur putera dari Syaikh Sulaiman ( keturunan ke 9 dari Zainudin alias Pangeran Kulon bin Pangeran Wirasuta ). Abdul Qodir juga tidak menggunakan nama gelar bangsawan ketika memperistri Nyi Mas Mur binti Ki Mas Uja bin Ki Mas Nabei Lintang Manikara ( asal Pamarayan ). Dari Abdul Qadir bin Syaikh Syukur ini kemudian menurunkan keluarga besar Ragas Purwadadi, dan keluarga Sampang Susukan Tirtayasa Serang.
Kiai Abdul Qadir, atau masyarakat setempat memanggilnya Ki Gede menjadi figur utama tersebarnya garis keturunan Pangeran Gebang ke wilayah Banten Utara.
Jalur Kenari Ke Ragas Purwadadi
Pernikahan Kiai Abdul Qadir bin Syaikh Abdul Syukur dengan Nyi Mas Mur telah dikaruniai putera puteri antara lain Kiai Mursidi, dari Kiai Mursidi inilah beranak pinak hingga dari anaknya yaitu Kiai Mardali ( ahli menulis khotbah Jumat dan hari raya dengan tulisan Arab ) menurunkan Kiai Aqil, Kiai Nawawi, Kiai Asnawi, KH. Abdul Fatah, Nyi Fatimah, Nyi Fatmah dan KH. Abdul Aziz seorang santri yang menimba ilmu di Mekkah satu kurun dengan Syaikh Yasin al-Fadani.
Penutup
Kita meyakini bahwa kemuliaan itu timbul didasari ilmu dan adab, bukan karena keturunan mulia dan nasab yang berderajat tinggi. Karena yang menghiasai manusia menjadi mulia adalah akhlaknya, sedangkan mulia di sisi Allah SWT adalah ketaqwaannya. Sementara keturunan dari leluhur yang berderajat tinggi itu hanya bonus dari karsa Tuhan atas kita.
Serang, 24-5-2022
Oleh: Kiai Hamdan Suhaemi
Editor: Kang Diens