Oleh: Kyai M. Hamdan Suhaemi
Kekaguman Peneliti Asing
Nama-nama seperti Andree Feillard (Jerman), Greg Barton, Greg Fealy (Australia) Martin Van Bruinsen (Belanda), Douglas Ramage (AS), Mitsuo Nakamura (Jepang) diantara peneliti asing yang secara komprehensif memahami intelektualisme dan tradisionalisme NU sejak Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU dimulai 1984 silam, mereka memaknai NU sebagai pesantren besar yang konsisten dalam prinsip moderat ( wasathiyah ), dan secara khusus memaknai tradisional dan enigmatik ( khusus pada pribadi Gus Dur ).
Selanjutnya Karel Streenbrink ( Belanda ) yang punya kesan mendalam ketika meneliti tentang Islam di Pesantren Modern Gontor Ponorogo sekira tahun 1970-an. Dari hasil penelitian tersebut Streenbrink menulis buku yang terkenal Pesantren, Madrasah, Sekolah. Pergumulannya dengan pesantren-pesantren yang diasuh oleh ulama NU di Sumatrea dan Jawa, hampir memakan waktu satu dekade hingga Streenbrink menyimpulkan bahwa pesantren NU rerata menerima perbedaan dengan kehangatan sikap dan perlakuan saling menghormati, welas asih dan memuliakan manusia meski beda dalam keyakinan.
Belakangan ada peneliti yang tertarik dan menaruh kekagumannya pada NU yaitu Alexander Pelletier, kesannya atas NU seperti yang ia ucapakan “Saya tertarik ke Indonesia dan meneliti NU karena di organisasi ini ada ruang terbuka untuk diskusi. Itu bagus untuk tumbuhnya demokrasi. “
Alexander Pelletier, ini meneliti NU dan perannya dalam membangun toleransi di masyarakat Indonesia. Fokus penelitiannya ialah kekuatan struktur NU dalam menyebarkan nilai-nilai moderat. Menurut peneliti tersebut, NU unik karena lihai dalam meramu perbedaan termasuk perbedaan di internal sendiri sehingga memunculkan satu kebijakan yang moderat dan akhirnya diterima semua pihak.
Nahdlatul Ulama
NU menampilkan sikap toleransi terhadap nilai-nilai lokal. NU berakulturasi dan berinteraksi positif dengan tradisi dan budaya masyarakat lokal. Dengan demikian NU memiliki wawasan multikultural, dalam arti kebijakan sosialnya bukan melindungi tradisi atau budaya setempat, tetapi mengakui manifestasi tradisi dan budaya setempat yang memiliki hak hidup di Republik tercinta ini. Sikap ini sesuai dengan inti faham keislaman NU yang sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW :
الحكمة دالة المؤمن فحيث وجدها فهو احق بها
Hikmah atau nilai-nilai positif untuk umat Islam, darimanapun asalnya ambillah karena itu miliknya umat Islam.
Proses akulturasi tersebut telah menampilkan wajah Islam yang berkeIndonesiaan, wajah yang ramah terhadap nilai budaya lokal dan terbuka dengan nilai-nilai universal yang positif. NU juga menghargai perbedaan agama, tradisi, dan kepercayaan, yang merupakan yang merupakan warisan budaya Nusantara. Sikap yang demikian inilah yang memudahkan NU diterima di semua lapisan masyarakat di seluruh kepulauan Nusantara.
Tradisionalisme NU
Akar tradisionalisme yang menjadi tampakan keseharian dari ulama dan warga NU adalah tampaksn kebersahajaan atau kesederhanaan, tidak hanya lahir dari perilakunya, tetapi juga dari kedalaman ilmu agamanya. Tebalnya ilmu seorang kiai tidak lantas membuatnya sombong, melainkan justru semakin membuatnya rendah hati dan tidak merendahkan orang lain.
Gambaran singkat sikap sederhana dari para kiai tersebut juga tidak bisa dilepaskan dari kearifan lokal atau nilai-nilai tradisi dan budaya yang berkembang di tengah masyarakat.
Masyarakat Indonesia diantaranya melakukan aktivitas pertanian, menanam padi, dan lain-lain. Filosofi rendah hati juga muncul ketika seorang ulama merenungi pertumbuhan padi. Padi semakin berisi, semakin merunduk.
Filosofi padi merupakan nilai yang adiluhung, dimana karakter kuat sebuah masyarakat terbentuk dari kearifan lokalnya. Seorang kiai juga tidak pernah melepaskan diri dari teladan yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Ini perlu menjadi perhatian penting dan utama mengingat fenomena masyarakat Islam saat ini yang lebih mengedepankan sisi emosional ketimbang sisi rasional dan spiritual yang diteladankan.
Penutup
Untuk menjadi pegangan dalam upaya merawat nilai dan filosofi kesederhanaan dalam tatanan perilaku tradisionalitas kita, maka tak salah jika kita merawatnya dengan konsisten berharokah dalam jami’iyyah NU (berorganisasi di NU).
Wakil Ketua PW Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten