Memahami penelitian nasab habaib oleh KH. Imaduddin Utsman itu didasari niat membersihkan kesucian dzuriyat Rasul yang dikotori oleh tindakan oknum habib-habib yang merasa dirinya superior karena darahnya darah Rasulullah SAW. Perilaku oknum habib yang tidak mencerminkan sebagai dzuriyat justru jadi sorotan publik, ini akan mengantarkan paham ke publik bahwa itu dibenarkan hanya karena dibungkus oleh kemuliaan Rasulullah, seolah menjadi tameng kepentingan pribadi dan kedok dari niat busuk.
Kenapa penelitian itu pada Ubaidillah yang disebut tidak terkonfirmasi sebagai anak dari Sayyid Ahmad al-Muhajir, karena di titik ini (nama Ubaidillah) yang divalidasi sebagai moyang habaib di Indonesia sesuai jadi tradisi nasab yang sudah masyhur. Penelitian ilmiah itu menggunakan beberapa pendekatan historis dan pendekatan filologis, sebab keaslian sejarah dan nasab itu selalu dikuatkan oleh data tertulis terkait nasab dari beberapa kitab nasab dan kemudian manuskrip filologis (naskah kuno).
Muhammad Lutfi Rahman, yang pendek pikiran berupaya membenturkannya dengan kiai-kiai NU karena dia belum sanggup membantah penelitian KH Imaduddin Utsman tersebut. Pernyataan Lutfi Rahman itu rupanya agar menjadi framing bahwa tokoh NU saja telah memvalidasi garis keturunannya pada Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Muhajir, padahal habib yang oleh orang NU ta’dhimi dan takrimi tersebut tidak sama sekali terganggu oleh penelitian KH Imaduddin Utsman, sebab meskipun tokoh Ubaidillah yang jadi moyang habaib di Indonesia terkonfirmasi palsu atau diragukan kebenarannya tidak sama sekali menghapus tokoh-tokoh habib dari kehormatannya sebagai orang mulia, karena kemuliaan itu didasarkan ilmu dan ketaqwaannya.
Habib Lutfi, Habib Syekh dan Habib Jindan, dan habib -habib yang berafiliasi dengan NU kita lihat hingga sekarang tidak pernah merespon negatif atas penelitian KH Imaduddin Utsman, karena penelitiannya itu didasarkan untuk menjaga kesucian dzuriyat kanjeng Rasul. Jangan karena merasa habib berperilaku di luar akhlak datuknya, karena dengan perilaku arogan dan superior akan semakin tampak kepalsuan kehabibannya.
Ada himbauan seorang ulama sekaligus habib yang merupakan dzuriyah Rasulullah asal Tarim Hadramaut Yaman yakni Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad (1634-1720 M) dalam kitabnya berjudul al-Fushul al-‘Ilmiyyah wal Ushul al-Hikamiyyah, (Dar Al-Hawi, Cet. II, 1998, hal. 89).
لأهل بيت رسول الله صلى الله عليه وسلم شرف، ولرسول الله صلى اللهعليه وسلم بهم مزيد عناية وقد أكثر على أمته من الوصيّة بهم والحث على حبّهم ومودتهم. وبذالك أمرالله تعالى في كتابه في قوله تعالى: “قل لا أسألكم عليه أجرا إلا المودة في القربى” .(الشورى، ٢٣ )
Artinya: “Ahlul Bait memiliki kemuliaan tersendiri, dan Rasulullah telah menunjukkan perhatiannya yang besar kepada mereka. Beliau berulang-ulang berwasiat dan mengimbau agar umatnya mencintai dan menyayangi mereka. Dengan itu pula Allah subhanahu wata’ála telah memerintahkan di dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya: “Katakanlah wahai Muhammad, tiada aku minta suatu balasan melainkan kecintan kalian pada kerabatku”, (QS al-Syuro ayat 23).
Namun Sayyid Abdullah Al-Haddad mengingatkan agar dalam memberikan penghormatan dan kecintaan kepada Ahlul Bait, kaum Muslimin bersikap wajar dan tidak berlebih-lebihan. Hal ini sebagaimana ditegaskannya dalam kutipan berikut.
فعلى كافة المسلمين أن يعتقدوا حبّهم ومودتهم، وان يوقّروهم ويعظّموهم من غير غلوّ ولا إسراف.
Artinya: Seluruh kaum Muslimin hendaknya memastikan kecintaan dan kasih sayang mereka kepada Ahlul Bait, serta menghormati dan memuliakan mereka secara wajar dan tidak berlebih-lebihan”.
Kita dan siapapun punya kewajiban saling menasihati saling menyampaikan kesabaran pada sesama, bukan untuk menjatuhkan apalagi merusak eksistensi kemanusiaannya. Pada batasan ini KH. Imaduddin Utsman juga tidak pernah membenci para habib atau dzuriyat Rasul, tidak sama sekali. Mari kita lihat apa yang disampaikan Sayyid Abdullah al-Hadad di kitabnya al-Fushul al-‘Ilmiyah.
وأما من كان من أهل هذا البيت ليس على مثل طرائق أسلافهم الطاهرين، وقد دخل عليهم شيئ من التخليط لغلبة الجهل، فينبغي أيضا أن يعظّموا ويحترموا لقرابتهم من رسول الله الله صلى الله عليه وسلم. ولا يدعوا المتأهل للنصيحة نصحهم وحثّهم على الأخذ بما كان عليه سلفهم الصالح, من العلم والعمل الصالح، والأخلاق الحسنة والسيرالمرضية.
Artinya: “Adapun mereka yang berasal dari keluarga dan keturunan Rasulullah ini yang tidak menempuh jalan leluhur mereka yang disucikan, lalu mencampur adukkan antara yang baik dan yang buruk disebabkan kejahilannya, seyogyanyalah mereka tetap dihormati semata-mata karena kekerabatan mereka dengan Nabi SAW. Namun siapa saja yang memiliki keahlian atau kedudukan untuk memberi nasihat, hendaknya tidak segan-segan menasihati dan mendorong mereka kembali menempuh jalan hidup para pendahulu mereka yang saleh-saleh, yang berilmu dan beramal kebajikan, berakhlak terpuji dan berperilaku luhur”.
Serang 16 April 2023
Oleh: Kiai Hamdan Suhaemi
RESIKO PERNIKAHAN SEDARAH DARI KLAN HABIB BA’ALWI DITINJAU DARI SISI GENETIKA
"Saya seorang Muslim dan agama saya membuat saya menentang segala bentuk rasisme. Itu membuat saya tidak menilai pria mana pun...
Read more