“Sugih Tanpo Bondho, Digdoyo Tanpo Aji !”
(Kaya Tanpa Modal Harta, Digdaya Tanpa Ilmu Kesaktian)
KARTONO KAKAK KARTINI
Kisah ini dimulai dengan sesosok ‘Putra Nusantara’ yang hebat berikut ini:
Kartono, nama lengkapnya RM Panji Sosrokartono, lahir 1877. Kakak RA Kartini, lahir 1898. Pribumi pertama yang kuliah di luar Hindia-Belanda, Leiden. Cerdas, kesayangan para dosen, bisa 27 bahasa asing & 10 bahasa nusantara.
Pangeran, ganteng, pinter, gaul, anak orang kaya, terkenal, dan merakyat. Hayoo kurang apa lagi si cowok keren ini. cewek2 Eropa nyebut si Sosrokartono, “de mooie sos ” (sos yang ganteng).
Bule Eropa dan Amerika sebut dia dengan hormat, ‘de javanese prins’ (Pangeran Jawa). Pribumi memanggil Kartono aja.
Tahun 1917, jadi wartawan perang dunia I di koran Amerika, The New York Herald, cabang Eropa. Tes masuknya, memadatkan artikel Bahasa Perancis sejumlah 30 kata dalam 4 bahasa (Ingggris, Spanyol, Rusia, Perancis). Kartono lulus dengan 27 kata, para bule asli lebih dari 30 kata.
Sebagai wartawan perang, ia diberi pangkat Mayor oleh Sekutu, tapi menolak bawa senjata.
“Saya tak nyerang orang, karena itu saya pun tak akan diserang. jadi apa perlunya bawa senjata?”
~ahli diplomasi yang hebat. Hmm…
Ia gemparkan Eropa~Amerika dengan artikel perundingan Jerman dan Perancis yang rahasia, tertutup, dalam gerbong kereta api, tengah hutan, dijaga sangat ketat. Semua wartawan cari informasi…eeh koran New York Herald telah memuat hasil perundingan tersebut..!!??
Tahun 1919 beliau dipercaya menjadi penerjemah tunggal di Liga Bangsa Bangsa.
Tahun 1921, LBB jadi PBB. Ia ketua penerjemah untuk segala bahasa. Kalahkan para poliglot bule Eropa~Amerika.
Tahun 1925, Pangeran Sos pulang ke tanah air. Ki Hajar Dewantara angkat dia jadi kepala sekolah menengah di Bandung.
Rakyat berjejal temui Si Pintar ini, tapi minta air & doa. Anehnya banyak yang sembuh. Maka antrian pun makin banyak termasuk bule-bule Eropa. Akhirnya beliau dirikan Klinik Darussalam.
Pernah sembuhkan anak Eropa hanya disentuh-sentuh (tuk3x..), dihadapan para dokter yang angkat tangan. Si anak sembuh hitungan detik.
Ia juga pernah memotret kawah gunung dari udara. Hebatnya tanpa pesawat.
Soekarno muda sering diskusi dengannya. Bung Hatta sebut beliau orang jenius.
Rumahnya berkibar bendera Merah-Putih. tapi Belanda, Jepang, dan Sekutu seolah tak peduli. Orang lain pasti dihajar.
Tahun 1951 wafat di Bandung. Dimakamkan di Kudus. Tak punya apa-apa, rumah pun kontrak. Padahal sebagai bangsawan & cendekiawan, ia bisa hidup mewah.
Orang-orang tak temukan pusaka dan jimat di rumahnya. Hartanya hanya kain bersulam Huruf Alif. (Dia terkenal dengan julukan Sang ALIF).
Nisannya tertulis:
“sugih tanpa bondo, digdaya tanpa aji”
Beliau wartawan, tapi PWI gak pernah singgung nama nya. Beliau tokoh pendidikan tapi kaum guru seolah lupa namanya.
(Penulis memuatnya di akun Facebook yang dilumpuhkan karena mengecam keras ISIS, kemudian disadur di banyak akun lainnya, termasuk : https://dokumenpemudatqn.blogspot.com/2016/04/raden-kartono-sang-jenius-yang.html?m=1).
Begitulah, sejarah pada hakikatnya adalah kisah para manusia hebat yang menjadi lakon utamanya. Ada peran Protagonis dan Antagonis, atau hanya sekedar figuran. Sejarah juga simponi bagi para pemenang, dan jeritan bagi para pecundang. Sejarah akan selalu ada mengisi ruang hampa tiap relung waktu, untuk dihiasi dengan kisah-kisah kebajikan melawan kebatilan. Sejarah adalah guru terbaik bagi bangunan peradaban dan kemanusiaan.
“Hanya manusia yang tidak menggunakan akalnya, yang tidak bisa mengambil pelajaran dari ribuan tahun Sejarah Kemanusiaan !”
(Goethe, Filsuf dan Sastrawan Terbesar Jerman, https://internasional.kompas.com/read/2018/08/28/20503301/biografi-tokoh-dunia-j-wolfgang-von-goethe-sastrawan-modern-terbesar?page=all).
RAJAH ALIF
Kartono dan Soekarno, adalah guru dan murid. Keduanya dinilai punya segalanya untuk menjadi pemimpin besar di negeri ini. Kharisma, kecerdasan, wibawa, garis leluhur, hingga keberanian dan kegigihan. Namun Kartono lebih suka mengisi ruang sunyi dan perenungan. Sementara Soekarno aktif dalam gempita dan keramaian.
Dalam sejarah, relasi Guru & Murid ini, banyak manifestasinya. Bisa sebagai sahabat dan kerabat seperjuangan, atau penasehat dan pelaksananya. Sebagaimana Musa dan Harun, atau Muhammad dan Ali. Bahkan dalam epos Mahabarata, digambarkan dengan dahsyat sosok Krisna dan Arjuna. Kekuatan utama Poros Pandawa dalam Bharatayudha.
(https://suarabaru.id/2022/04/09/rmp-sosrokartono-sahabat-dan-guru-spiritual-presiden-soekarno)
Bila dalam versi Hindu, Arjuna memiliki Brahmastra, yang mampu meluluhlantakkan alam semesta. Maka Krisna sebagai titisan Wisnu memiliki Senjata Cakra, sebagai wahana penjaga keseimbangan dan pemelihara Alam Semesta.
Namun Kartono dengan Rajah Sakti bergambar huruf Alif-nya, adalah seperti Yudhistira dengan Jimat Kalimasada-nya. Jimat paling sakti, 2 kalimat Syahadah, versi wayang era Islam gubahan Kanjeng Sunan Kalijaga. Dan Jimat paling sakti ini hanya bisa dipegang oleh manusia luhur berdarah putih, jujur dan takpernah bohong (Al-Amin).
Huruf ALIF, bisa mewakili angka 1, Tunggal dan Esa. Mewakili lafal ALLAH, Tuhan Semesta Alam. Dan dalam konteks Nusantara, mewakili Bhinneka Tunggal Ika. Suatu semboyan luhur dari Mpu Tantular dalam Kitab Sutasoma. Cita-cita suatu bangsa yang besar, berdiri kokoh diatas persatuan dari keragaman. Satu-kesatuan di dalam persamaan dan kesetaraan. Anti rasisme dan penindasan.
Karena itulah, kalimat tersebut dilanjutkan dengan Tan Hana Dharma Mangrwa, tiada kebenaran yang mendua. Semua kembali kepada Tuhan, tanpa kerancuan.
Dalam konteks inilah, semua warga bangsa Nusantara harus paham jati dirinya. Dan wajib melawan segala upaya perbudakan atau penindasan atas nama superioritas ras, suku dan agama.
Terlebih pada era kini, contoh nyata adalah dari pengakuan palsu sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, yang ternyata tidak terbukti kebenarannya. Dan penipuan ini telah terjadi sekitar 200 tahun lamanya. Sejak bangsa ini tercabik oleh penindasan bangsa asing kolonial. Dan masih berlanjut hingga kini di era kemerdekaan. Ini tidak saja mencoreng Kebhinnekaan, juga sedang menistakan agama Islam, sebagai agama terbesar. Yang segala dinamikanya pasti sangat berpengaruh di dalam kehidupan Kebangsaan. Dengan konsepsi Kebhinnekaan, penista suatu agama, adalah musuh semua agama. Karena bila ada pemeluk suatu agama yang tersesat menjadi jahat, akibatnya akan dirasakan oleh seluruh penganut agama yang ada. Kasus terorisme dan radikalisme, pernah dan masih menjadi mimpi buruk bagi negeri ini.
Dan alkisah, Rajah ALIF Sosrokartono ini pernah diselipkan Kartono di peci Soekarno. Di saat menghadapi peliknya pendirian Republik ini. Soekarno muda, menjadikan Kartono selain sahabat, guru dan mentornya. Yang selalu dimintai pendapat di hampir semua keputusan penting akan nasib bangsanya. Dan testimoni itu ada di Biografi ‘Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat.’ Rajah ALIF ini pula yang digunakan secara ajaib oleh Kartono dalam pengobatan kepada pasien-pasiennya. Rumah kayu berdinding bambu, di Jalan Pungkur no. 7 Bandung. Adalah saksi bisu bagaimana Kartono lebih suka mengisi hari-harinya dengan berdharma menyembuhkan orang sakit. Tidak saja pribumi, bahkan Belanda, Jepang dan Cina pun beliau tangani tanpa pandang bulu.
(https://nu.or.id/opini/jejak-tasawuf-dalam-kepemimpinan-bung-karno-0LEOn)
Rajah ALIF yang ditulisnya, dicelupkan ke dalam segelas air untuk diminum pasien-pasiennya. Andai yang bercerita hanya sepihak patut dijadikan kecurigaan. Tapi ini bukan sekedar dongeng, karena begitu ramainya Klinik Darussalam didatangi manusia tiap harinya. Dan semua memberi kesaksian yang sama takjubnya.
Sosrokartono, adalah simbol bagaimana menjadi manusia LINUWIH, ataupun dicintai TUHAN, bisa dari segala bangsa tanpa memandang latar-belakang. Dan Kartono bangga akan jati-dirinya, sebagai orang Jawa dan Nusantara. Tanpa harus teriak-teriak di atas mimbar dengan mengaku cucu Nabi dan mendoktrin orang agar menghormati dirinya. Layaknya Klan Ba’alwi yang mengaku paling shahih sebagai Cucu Nabi di Nusantara ini, padahal nihil pembuktian. Tidak saja demikian, mereka juga sedang merampok sejarah negeri ini untuk diakui sebagai karyanya. Kejahatan peradaban yang mengerikan. Yang pastinya akan menemukan hukuman yang sepadan. Ibu Pertiwi tidak akan tinggal diam, dan anak-anak negeri pasti bangkit melawan.
Manusia berkualitas, berbicara karya dirinya, bukan karya bapaknya. Apalagi bapaknya orang lain. Leluhur Nusantara mengajarkan bahwa nenek moyang harus diambil semangatnya, kemudian energinya digunakan untuk menorehkan sejarah kita sendiri. Bukan mengorek-ngorek nasab moyangnya agar bisa bertahan hidup dengan merampok rasa hormat dari orang yang hendak diperdayanya. Manusia hina seperti itu, tidak pantas hidup di tanah yang luhur dan mulia ini.
GUS FUAD PLERED DAN RAJAH ALIF
Banyak orang mulia dan hebat di dalam perjuangan pelurusan nasab Nabi dan leluhur Nusantara ini. Semoga kelak bisa memberi kesaksian dengan torehan tinta emas dalam sejarah negeri. Namun ada 1 sosok yang sangat unik serta konsisten tanpa syarat. Dia adalah seorang Kiai muda dari Jogjakarta. Berasal dari trah keluarga Ulama dan darah biru Jogja. Leluhurnya memiliki sejarah kuat atas berdirinya Kesultanan Jogjakarta Hadiningrat. Yang masih kokoh bangunan fisik maupun nafas kehidupannya. Sebuah Daerah Keistimewaan yang menjadi simbol bahwa Republik ini tidak tiba-tiba hadir dari ruang hampa. Ada kesejarahan lama yang memberi modal dan kedaulatan dalam pendiriannya. Tentu saja tidak hanya Jogja, banyak kepingan restu lainnya. Namun Jogja tetap istimewa mampu lestari dengan segala dinamikanya.
Gus Fuad Pleret julukannya. Dia mendirikan pesantren yang juga tidak kalah uniknya di Pleret. Sebuah kawasan bekas pusat Kraton Kerajaan Mataram Islam lama. Bahkan pesantrennya menempati tempat pertapaan Ki Ageng Pemanahan. Sesepuh Mataram Islam. Orang tua wali dan sekaligus gurunya Panembahan Senopati alias Sutawijaya, Raja pertamanya.
Pesantrennya unik, karena mengajarkan keseimbangan. Santrinya tidak hanya harus jaya di akhirat, tapi mampu kaya di dunia. Menguasai ilmu agama tapi juga harus survive di era kekinian.
“Fiqih Peradaban harus sejalan dengan perkembangan IPTEK !”, begitu kata Gus Fuad.
Gus Fuad sungguh multi talent. Pernah jadi PNS guru, wartawan, penulis, pedagang, musisi, bahkan pelukis. Beliau seorang Sufi, ahli riyadhoh, tukang tirakat, pencari Tuhan yang tidak pernah kering dari filsafat dan wacana spiritualitas. Beliau kosmopolit, egaliter, pencinta keberagaman dan Gus Dur adalah guru ideologisnya. Sebagai keluarga ulama, beliau juga dekat dengan para ulama khos, terutama kaum sufi. Gus Dur balita pernah diajak Kiai Wahid Hasyim ayahnya, sowan ke kakeknya. Dan diramal kelak bakal menjadi Presiden RI. Sedekat itulah para ulama di jaman dahulu. Saling hormat dan berkunjung, dan tentu saja membagi cinta dan doa. Gus Fuad dicintai banyak Waliyullah. Dari Abuya Dimyati Banten, hingga Mbah Dalhar Watucongol. Bahkan Guru Sekumpul pernah bersabda, bahwa kelak Nasabnya akan ditegakkan oleh seseorang bernama Fuad dari Jawa. Ramalan itu benar, tidak saja nasabnya, juga marwah, ajaran dan amaliahnya.
Dan, Gus Fuad sebagai sosok pencari Tuhan. Sangat konsisten, namun flamboyan. Beliau tegas namun penuh kehangatan. Tidak heran beliau menjadi lelananging jagad. Istrinya pun berjumlah empat. Hingga seluruh istri dan anaknya begitu mencintainya. Menjadikan ketauladanan tanpa paksaan. Bila kini Poligami menjadi momok dalam wacana kesetaraan gender. Namun di sisi Gus Fuad, semua berjalan dengan damai. Bahwa ajaran agama itu memang baik. Dan akan menjadi benar bila dilaksanakan dengan cara yang benar pula. Tidak menyiasati ayat demi gejolak nafsu semata. Gus Fuad banyak istri atas dorongan dan kebijakan istri. Bukan menambah istri tapi malah membawa derita istri. Dari sisi kepemimpinan ini saja, kita bisa mengukur kualitas pribadi seseorang. Pabila menjadi Imam dalam keluarga sukses, tentunya akan teruji menjadi pemimpin ummat. Untuk itulah kami semua respek kepadanya. Dan menjadikannya sosok pemimpin yang layak menjadi acuan. Setidaknya salah satu pemimpin. Karena begitu banyaknya orang hebat yang bermunculan di momentum kebangkitan ini. Dan Gus Fuad jelas salah satunya.
Kami tidak akan mengulas pribadi beliau terlalu dalam. Secara jokes, khawatir bila terbaca olehnya, sungguh akan ‘besar-kepalanya’. Dan putra-putrinya menjadi malas berjuang, lantaran tenggelam dalam bayangan bapaknya. Bukan itu tujuan mengulas beliau. Namun dalam konteks Rajah Sakti Sosrokartono ini. Beliau pernah berkontemplasi dengan semangatnya, dengan energi ruhnya dan dengan kedalaman spiritualnya. Dan Gus Fuad pernah tenggelam dalam ‘kegilaan’ memahami kesejatian dari rahasia Rajah Sakti Huruf Alif tersebut. Dua tahun beliau tenggelam dalam samudera pencarian, dan meniti gurun pasir gersang penjelajahan. Hingga pendakian jalan sunyi tersebut mengantarkan pada puncak gunung pemahaman, mata air kesejukan dan lembah kesejatian. Pada titik itu, Fuad tersentak, seolah tersengat listrik jutaan volt dan seketika ‘bregas’ bangkit dari kegilaannya.
Diambilnya kuas dan kanvas. Dan dengan segenap jiwanya menyerap energi Semesta. Maujud dalam ujung goresan cat. Hanya perlu kurang dua menit, setelah kontemplasi dua tahun.
Sebuah Mahakarya telah menjelma. Sebagaimana masa 63 tahun hidupnya Muhammad di mayapada. Kadang tidak butuh waktu lama bagi Semesta menumpahkan keindahan puncaknya.
Gegara lukisan tersebut, Museum Louvre Paris, memintanya agar bersedia dipajang disana. Museum seni terbesar dan paling bergengsi di dunia. Seluas 6 hektar yang menyimpan ratusan ribu Mahakarya peradaban di banyak masa dari segala bangsa. Tak kurang dari 3 buku dan puluhan artikel mengulasnya. Baik dari kurator maupun akademisi, serta kolektor seni.
Namun Gus Fuad memilih pesantren dan santrinya. Bagaimanapun beliau seorang Kiai, punya tanggung jawab ke-ummat-an. Boleh menatap langit, tapi tetap sadar menginjak bumi.
Dan melukis sekedar kontemplasi spiritual, hanyalah sarana mencapai orgasme Ketuhanan.
Bila LOUVRE tergerak dengan energi sakti dan nilai estetiknya. Maka tentu saja para kolektor seni dan paranormal yang memahami art and spiritualisme, pada berlomba merayu untuk mengakuisisinya. Namun seorang Fuad berketapan, baginya seni itu tak ternilai harganya. Seni adalah sisi keindahan surgawi, panggilan terdalam dari jiwa yang menyatu dengan semesta dirinya. Dan misal harus dilepas, harus membawa kemanfaatan dan kemashalatan bagi ummat. Seperti lepasnya Cakra dari ujung jari Krisna, pasti ada sejarah yang tercipta darinya. Terlebih Rajah ALIF Sasrokartono, adalah untuk menjadi azimat bagi pemimpin bangsa yang dianggap mampu membawa kejayaan bagi negerinya. Nusantara.
Kartono, Soekarno, Rajah ALIF dan Fuad Riyadi, merekalah Mahakarya Nusantara !!!
Malam Jumat Pahing, 25 Januari 2024
(KRT. Faqih Wirahadiningrat)