“Kemarin, aku merasa pintar, karena itu aku ingin merubah dunia. Hari ini, aku menjadi bijak, jadi aku merubah diriku sendiri !”
(JALALUDDIN RUMI)
ROADMAP BA’ALAWI
(Dari Yaman ke Nusantara)
Ba’alawi atau Bani Alawi bin Ubaidillah, yang mengklaim keturunan dari Sayyid Ahmad Al Abah Annafath bin Isa Ar-Rumi Al Husaini sedang mengalami ujian terbesarnya di Nusantara.
Mereka hadir sebagai kaum Imigran di Yaman yang entah darimana asalnya. Kajian genetik menyebutkan peta migrasi terakhirnya sebelum Yaman adalah dari Mesir. Tempat inseminasi Yuya dukunnya Fir’aun, yang berhaplogroup Y-DNA G2 sama dengan Ba’alawi. (Sudah saya ulas dalam tulisan jauh sebelumnya, kini ada edukasi dari Dr. Sugeng Sugiharto : https://youtu.be/BAJqKuIvoz4?si=ptaJ2t0E0BA7LUS6).
Mesir juga mencatat tempat bercokolnya Dinasti Fathimiyyah. Kaum Yahudi pemalsu keturunan Nabi dan penganut Syiah Rofidhoh. Mereka pendukung Sekte Qaramitha Bahrain yang sesat. Gerombolan perampok, pembunuh ribuan jamaah haji, penjarah Mekkah dan pencongkel Hajar Aswad Ka’bah. Di era inilah, konon awal datuknya Ba’alawi hijrah ke Hadramaut.
Jika imigran dari ‘somewhere place’ ini ke Yaman dengan membawa beribu asa. Maka meningkat menjadi berjuta asa ketika hadir di Nusantara. Bagaimana tidak, mereka datang dari sudut Jazirah Arab yang sejak dulu paling miskin dan masih kacau-balau hingga sekarang. Apalagi berasal dari propinsi tersulit Hadramaut. Dengan diangkut oleh kapal-kapal Belanda menuju negeri laksana surga. Seketika hidup mulia dan bergelimang harta. Dalam Kitab Al Istizadah (ditulis Ali Muhsin Assegaf, cucu Mufti Tarim Abdurrahman Ubaidillah Assegaf), disebutkan kaum Imigran ini mampu mengirim uang dalam jumlah besar yang mampu membuat keluarganya tergiur berbondong-bondong ke Nusantara.
(Silahkan dibaca rangkuman Al Istizadah : https://drive.google.com/file/d/17ad9U-tAz5MPQdN9w5IUYoB_DDZJY8s7/view?usp=drivesdk).
Perihal Kolonial Belanda, sebagai inisiator yang mendatangkan gelombang imigran Yaman ke Nusantara. Hal itu dilakukan baik ketika zaman VOC maupun pasca dibubarkannya. Dan tercatat jelas, bagaimana Kongsi Dagang VOC tersebut menjadi sangat kaya-raya dan menjadi perusahaan paling bernilai dalam sejarah perekonomian dunia. Kongsi dagang yang dimiliki banyak pemodal kuat, dan sebagian besar kaum Yahudi Eropa (Akhenazic & Shepardic). Gubernur Jenderal Belandapun pun sebagian besar adalah keturunan etnik Yahudi ini. Dari yang pertama Pieter Both, kemudian Jan Pieterson Coen yang tewas dalam penyerbuan Sultan Agung Mataram Islam, hingga yang terakhir Willem Arnold Alting. Tidak salah bila di Belanda tersimpan manuskrip terbanyak terkait keturunan Yahudi di dunia.
Dan pastinya ketika mereka ingin mencetak agen dan antek pastilah dicari yang ras-nya sama. Tujuannya meminimalisir pengkhianatan. Keterkaitan ras dengan segala sifat bawaannya, penting bagi kaum rasis untuk pekerjaan besar, rahasia dan strategis.
VOC sendiri hampir 2 abad menjadi perusahaan dagang terkaya di dunia. Maklum, sekitar 80% komoditas perdagangan penting dunia mereka kuasai. Bayangkan, bila 20 perusahaan raksasa dunia saat ini macam Apple, Samsung, Amazon, Microsoft, Wells Fargo, Visa, Tencent, Netflix, dan lainnya digabung. Itu akan menghasilkan kekayaan setara dengan nilai kekayaan VOC. (https://nasional.sindonews.com/read/756047/15/bikin-melongo-kekayaan-voc-rp1126-kuadriliun-setara-gabungan-20-perusahaan-modern-dunia-1651053899)
Kemampuannya memonopoli perdagangan dunia, membuat perusahaan yang berdiri pada 20 Maret 1602 ini sangat kaya-raya. Kekayaan yang dimiliki mencapai 78 juta gulden atau setara dengan 7,9 triliun dollar AS. Jika dikonversi ke dalam rupiah 1 dollar AS sama dengan 15.000 rupiah maka nilai mencapai 118,5 kuadriliun.
Dengan kurs yang sama, Gaji Mufti Boneka Belanda, Utsman bin Yahya yang 100 Gulden, sekitar 152 miliar rupiah di masa jayanya VOC.
Namun sayang, beliau menjadi mufti di kala VOC sudah dibubarkan dan Belanda sudah babak-belur. Selain kalah dari Napoleon Perancis, Belanda juga sudah remuk dengan pecahnya Belgia dan Luxemburg, serta banyaknya pemberontakan dahsyat di Nusantara yang membikin VOC bangkrut pada akhirnya. Sebab lainnya adalah korupsi akut, dan budaya itu diwariskan hingga kini di era Indonesia sudah merdeka.
(https://store2go.co.id/blog/penyebab-utama-kebangkrutan-voc-dari-korupsi-hingga-konflik-perang)
Kembali kepada upah si Mufti Jongos Belanda. Ketika inflasi parah tersebut, gaji 100 Gulden Mufti Kacung tersebut terhitung masih lumayan, sekitar 20-30 juta rupiah.
Hitungannya : Tahun 1916 dengan 40 ribu Gulden bisa membeli 5,6 Kg emas.
Ketika dia menjadi Mufti tahun 1880-an, inflasinya belum parah seperti awal Abad 20.
Jadi jelas proyek kolonial dengan mengusung imigran dari Yaman adalah untuk menjadi kaki-tangannya. Terutama setelah dipelajari oleh Snouck Hurgronje. Atasan Usman bin Yahya yang digaji 7x lebih besar darinya. Bahwa ummat Islam Nusantara sangat menghormati keturunan Nabi SAW. Maka dicarilah siapa yang sekiranya mampu menjalankan peran tersebut. Peran ganda, sebagai ‘Cucu Nabi’ yang sekaligus mau menjadi anteknya. Selain memegang otoritas keagamaan, juga mereka dijadikan warga kelas 2 diatas pribumi, untuk menjadi pelaksana proyek penindasan dan kooptasi. Bila telik sandi Belanda dulu sering gagal mengorek kekuatan perlawanan pribumi. Namun bila yang datang ‘cucu Nabi’ maka tentu saja langsung bocor, karena takut dosa bila bungkam. Dan banyak dari imigran ini menjadi Kapitan-Kapitan (penguasa) di tiap kota. Konon, jauh lebih kejam kepada pribumi daripada Belandanya sendiri.
Catatan, Si Snouck ini Yahudi Belanda, memiliki atasan Van Den Berg juga seorang Yahudi. Nama terakhir ini dicatut Ba’alawi dalam mengarang Kitab Nasab Syamsu Dzohiroh. Sebagai sumber referensi bahwa Nasab Walisongo bagian dari Ba’alawi Yaman.
Jelas bukan?!? Hallo Drun, piye kabarmu, monggo AFALA TA’QILUN !!!
SUMPAH PEMUDA, DIMANA BA’ALAWI ?
Menindaklanjuti pertemuan Raja-Sultan Nusantara tahun 1912 di Demak. Dimana sepakat mengangkat Raja Surakarta Hadiningrat PAKUBUWONO X sebagai Ketua Majelis Raja Sultan Nusantara. Maka dalam forum tersebut sepakat untuk meletakkan dasar-dasar Nasionalisme berbangsa dan bernegara. Perlunya sebuah negara kesatuan yang menghimpun semua etnis, suku dan agama dalam Nation State. Tanpa mengurangi peran penting tokoh yang lain, beliau PB X sering melakukan kunjungan ke banyak pulau Nusantara. Dan senantiasa menekankan arti penting kesadaran multikulturalisme, toleransi dan kebersamaan. Beliau juga banyak membantu pergerakan kemerdekaan. Dari membantu Budi Utomo, Sarekat Islam, hingga nantinya penerusnya PB XI mendorong KRT. dr. Rajiman Wediodiningrat sebagai Ketua BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
(https://m.antaranews.com/berita/141197/lima-alasan-paku-buwono-x-itu-pahlawan).
Raja Pakubuwono X, sosok yang mampu berdiplomasi dengan siapapun, bervisi besar, dan tentu saja sangat kaya-raya dan dermawan. Beliau orang yang sangat mencintai negerinya dan sejarah bangsanya.
Perlu diangkat sosok beliau, di tengah upaya pembelokan sejarah Wangsa Mataram oleh Klaim Sesat Ba’alawi. Hamengkubuwono Jogjakarta ke Bin Yahya & Pakubuwono Surakarta ke Assegaf, padahal keduanya dari Amangkurat Jawi.
Biadab tapi konyol. Nekad namun menggelikan…
Semoga para pecinta dan penerus sejarah Nusantara di tiap daerah lainnya, tetap waspada dari upaya jahil yang serupa.
Kembali ke Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Demi untuk menghindari kecurigaan Belanda. Atas inisiasi kaum Priyayi inilah tercetus Sumpah Pemuda, dengan dimotori PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia). Sebagai catatan, banyak pribumi mendapat kesempatan mengenyam pendidikan modern di Sekolah-Sekolah Belanda pasca Politik Etis Belanda (penerapan Irigasi, Transmigrasi & Edukasi). Baik di dalam negeri sendiri atau ke negeri Belanda. Dan kesempatan ini diberikan hanya kepada Kaum Priyayi sebagai pihak yang kerajaannya berhubungan dagang dengan Belanda.
Kita tidak akan mengulas lebih jauh latar-belakang, atau segala pernik terjadinya Sumpah Pemuda yang sudah masyhur.
Yang jelas kesimpulannya, adalah SUMPAH SETIA GENERASI MUDA DARI BERBAGAI SUKU DAN AGAMA TENTANG CITA-CITA BERDIRINYA 1 NEGARA MERDEKA, BERNAMA INDONESIA. Sebagai satu-kesatuan entitas sebuah Bangsa dan dengan suatu Bahasa Persatuan, yang harus dibela dengan segenap tumpah darah.
Pertanyaan besarnya, bila hampir semua suku pribumi hadir, bahkan etnik Tionghoa Sie Kong Lian malah menjadi tuan rumahnya. (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54640380).
Lalu dimana posisi IMIGRAN YAMAN?
Benar sekali, imigran Yaman absen dan tidak tampak batang hidungnya dalam peristiwa tersebut.
Dan butuh waktu 6 tahun, baru sadar untuk mendukung Sumpah Pemuda. Motornya adalah para pemuda Kaum Arab Al Irsyad. Dimana golongan Arab ini sering mendapatkan perlakuan rasis dari Ba’alawi. Hingga dari upaya tersebut, mampu mengumpulkan 40 pemuda Arab di Semarang tanggal 4-5 Oktober 1934.
Ketika penggalangan konon terjadi banyak intimidasi dan teror karena dianggap berbahaya serta mengancam posisi dan eksistensi imigran Yaman di sisi Kolonial Belanda. Bahkan dalam pertemuan itupun, nyaris bubar karena kericuhan ketika ada seruan agar semuanya setara dengan memanggil SAUDARA. (https://youtu.be/Z6Gx7oHqswg?si=Y7Gs0JMdzLNMniQw).
Sumpah berbangsa model apa pabila masih merasa ras-nya lebih tinggi dari yang lainnya.
Selain produknya mendukung Sumpah Pemuda 1928, dihasilkan pula organsisasi Persatuan Arab Indonesia. Yang mana nantinya juga terus banyak ditentang oleh golongan Arab sendiri diantaranya ALI BIN YAHYA dari Rahithoh Alawiyah yang masih pro-Belanda.
(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Persatuan_Arab_Indonesia).
ANDAI SAYA MENJADI BA’ALAWI
Dengan Refleksi Sumpah Pemuda ini, walau telat 6 tahun, maka Ba’alawi harus kembali menata keteguhan sikapnya. Komitmen bertumpah-darah, berbangsa dan berbahasa yang satu, yaitu INDONESIA, harus mawas diri dalam kehidupan yang ber-Bhinneka ini. Jangan lagi bernarasi kebencian kepada siapapun, merasa rasnya lebih tinggi dari suku manapun, apalagi mencoba membelokkan sejarah, merubah makam maupun narasi sesat lainnya.
Andai kalian benar cucu Nabi sekalipun, itu tetaplah perbuatan tercela dan hina. Apalagi dari seluruh kajian ternyata bukan, kecuali hanya klaim sepihak saja.
“Kemenangan sejati adalah mampu mengalahkan diri-sendiri.”
Sebagai sesama anak bangsa ijinkan saya berandai-andai sebagai Ba’alawi yang berhati nurani :
- Saya akan berhenti mengaku keturunan Nabi. Karena menyadari dari Kajian Pustaka, Sejarah dan Genetika ternyata sama-sekali lemah dalam pembuktiannya. Kalau toh ada sumber internal yang sepihak, saya anggap itu bagian dari kekhilafan leluhur atau distorsi sejarah yang harus diluruskan oleh kami generasi sekarang. Mengingat leluhur kami bukan Nabi, hanyalah manusia biasa yang sangat mungkin salah dan lupa. Apalagi dari keluarga besar Dzurriyah Nabi Internasional juga miskin dari pengakuan. Toh, walau tidak jadi turunan Nabi, tetap memiliki kesempatan yang sama menjadi orang mulia. Bisa dikejar dari sisi ketaqwaan, ilmu dan karya bagi ummat manusia. Saya rasa kami akan mengejar prestasi untuk menciptakan sejarah sendiri. Yang itu akan membuat bangga leluhur, daripada membanggakannya tapi nihil prestasi.
- Menghilangkan arogansi superioritas ras. Tentu saja setelah kebanggaan ‘semu’ sebagai Cucu Nabi sudah luntur, kami akan merasa setara, sama dan hilanglah beban yang membuat sebagian dari kami merasa arogan dan ingin dimulyakan. Padahal saya sadar sikap itu pasti akan membuat orang muak dan jijik kepada kami.
- Saya akan menjalankan Islam dengan benar, tawadhuk, dan menghormati sesama muslim atau agama lainnya dengan beradab. Sebagai pemeluk agama mayoritas di Nusantara, kami sadar bahwa agama Islam yang luhur ini harus menjadi rahmat bagi seluruh alam. Dan bukan menjadi kedok bagi kemuliaan semu dari ras kami.
- Saya akan berlaku sopan dan beradab di negeri orang. Kami sadar bahwa, negeri kami tidak sehebat Nusantara. Baik peradabannya apalagi kemakmurannya. Karena itu dengan menjadi warga bangsanya, kami akan bersyukur dan memuliakannya. Yaman adalah kemaren, tapi Indonesia adalah kini dan masa depan. Kami sadar, bila kami tidak bisa menempatkan diri, membikin gerah dan marah pribuminya. Entah apa yang akan terjadi dengan kami. Kami tidak ingin terlunta-lunta menjadi pengungsi. Apalagi kembali ke negeri asal leluhur yang sampai kini masih kacau, miskin dan hancur-lebur. Lagi pula, belum tentu handai-tolan kami disana mau berbagi atau menyambut dengan hangat kehadiran kami. Daripada seperti anak terlantar, lebih baik kami bersyukur di tanah-air yang bak surgawi ini.
- Saya akan melebur, membaur dengan seluruh suku, agama dan ras di Nusantara tanpa jarak, tanpa prasangka dan tanpa beban masa lalu. Kami sadar selama ini dengan merasa lebih tinggi, kami menciptakan jarak dan beban dalam diri. Andai kami tidak sehebat narasi kami, maka pasti akan malu dan sulit direhabilitasi. Tetapi Allah saja Maha Pengampun, dan pasti akan memberi pertolongan kepada siapa saja yang mau merubah diri. Tanpa jarak dan tinggi hati, kami akan melihat dunia lebih tulus tanpa topeng. Banyak manusia bermanis muka kepada kami, baik yang tulus atau yang berpura-pura, itu karena klaim kami sebagai Cucu Nabi. Tapi bila beban itu dilepas, tentu hidup akan jauh lebih indah dan berarti.
- Saya akan mengajak semua keluarga besar saya yang masih terjebak dalam keyakinan dan doktrin yang salah dengan memberi pemahaman yang sejati. Sadar diri adalah pilihan, namun menyadarkan orang lain adalah perjuangan. Itulah yang harus dilakukan bagi mereka yang sudah tulus mengabdi demi kebenaran yang hakiki. Daripada kami dipaksa sadar dengan dipermalukan di pentas besar bangsa ini, lebih baik kami sadar dari refleksi diri-sendiri.
- Saya akan meminta maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan para pendahulu. Terutama ketika awal-awal menginjakkan kaki di Nusantara hingga era kekinian, merubah makam dan silsilah leluhur misalnya. Saya yakin bangsa yang besar ini, adalah bangsa yang beradab dan pemaaf. Dengan ketulusan dan keikhlasan, pasti semuanya akan diterima dengan gembira dan tangan terbuka.
PESAN UNTUK MUHIBBIN ATAU PENDUKUNG BA’ALAWI
- Hentikan mental inlander, atau mental rendah diri di benak kalian. Leluhurmu adalah orang mulia dan berperadaban besar. Tidak selayaknya rendah diri di hadapan siapapun. Cukuplah takwa, ilmu dan adab menjadi pembeda kemuliaan seseorang.
- Gunakan akal sehat dan ilmiah. Apabila dalam banyak sisi dan ragam keilmuan Nasab Ba’alawi nyata lemah bahkan batal keshohihannya. Maka lebih baik menghentikan narasi sesat daripada tercatat hina dalam sejarah. Karena mustahil melawan akal sehat dan ilmu pengetahuan.
- Bagi mereka yang memiliki target tertentu, misal demi proyek politik atau imbalan materi. Silahkan berselancar diatas kepentingan tersebut. Tidak salah mencari penghasilan dari manapun. Asal siap menanggung risikonya dan jangan merugikan kepentingan bangsa yang lebih luas.
- Bagi yang tidak punya kapasitas tapi melakukan pemalsuan kemampuan. Saran saya segera akhiri dan ishlah. Daripada bidang keilmuannya tidak jelas tapi malah membuat topeng badut seolah ilmiah. Misal jurusan Pendidikan Agama Islam tapi mengaku sebagai Historian. Berlagak peneliti tapi sangat tidak teliti, bahkan berbohong. SNP Y-DNA Al Abbasi dibilang Al Musawi. Bahkan kata Dr. Sugeng, di bulan Mei belum bisa membedakan apa itu Y-DNA, At-DNA dan Mt-DNA. Tapi di bulan Oktober sudah berani membantah pakar-pakar Biologi, padahal kelasnya penemu organisme dan dimana karya ilmiahnya sudah diakui dunia. Dengan nada satire saya jawab, kemungkinan malah di Bulan Desember, dia sudah bisa merakit DNA Yahudi Khazari agar jadi Cucu Nabi. Kalau belajar atom, senyawa, molekul bahkan apa itu protein saja belum pernah. Tapi mengomentari pakar, kemungkinan sedang mabuk doktrin dan ilusi. Silahkan saja dirombak DNA di 37 triliun sel tiap oknum Ba’alawi jika mampu. Semoga dengan karomah banyak datuk, yang konon bejibun jadi wali quthub bisa mewujudkan imajinasi tersebut.
- Tempatkanlah kemuliaan terkait ilmu, maqom dan nasab dalam tempat dan porsi yang sebenarnya. Mungkin saja seseorang itu alim dan menjadi guru kita, tapi apa harus jadi cucu Nabi? Dalam sejarah banyak ahli hadits, ahli fiqih, Ilmuwan yang super jenius, dan mereka tidak mengklaim sebagai cucu Nabi.
Banyak waliyullah yang juga bukan cucu Nabi. Mengangkat mursyid atau ditakdirkan suluk kepada guru pilihan Ilahi juga tidak harus cucu Nabi.
Tapi urusan nasab adalah qodrat, kita tidak bisa memilih jadi keturunan siapa. Kita hanya disuruh memuliakan orang tua dan leluhur. Tidak disuruh memaksa leluhur jadi cucu Nabi, justru itu mengingkari dan melawan kehendak Tuhan.
Dengan mawas diri semua akan menemukan jawaban, namun tetap butuh keberanian untuk menyampaikannya.
Dan untuk penutup, bangsa yang besar ini butuh sikap ksatria, dan tidak butuh sikap pengecut, arogansi serta sikap jumawa maun menang sendiri.
Setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya.
“Kemenangan Sejati adalah mengalahkan diri sendiri, namun Pemenang Sejati menjadikan Pecundang tetap memiliki harga diri.”
(KRT. Faqih Wirahadiningrat)
Wassalamu’alaikum, Salam Waras, Rahayu Nusantaraku,
MERDEKA !!!