Dalam bukunya, Power in movement, Social movement and contentius politics, Sydney Tarrow mengemukakan pemikirannya tentang gerakan sosial yang dapat saya sarikan sebagai berikut:
Gerakan sosial adalah tindakan-tindakan bersama (collective action) untuk mengadapi tantangan-tantangan kolektif yang didasarkan pada tujuan-tujuan bersama dan solidaritas sosial, dalam interaksi yang berkelanjutan dengan para elit, penentang dan pemegang wewenang.
Gerakan sosial adalah gerakan yang bersifat menentang yang beroperasi dalam batas-batas legalitas suatu masarakat atau dapat pula bergerak secara ilegal sebagai kelompok underground groups (kelompok bawah tanah).
Tarrow menempatkan gerakan sosial di dalam kategori yang umum tentang politik perlawanan (contentius politics). Politik perlawanan bisa mencakup gerakan sosial, siklus penentangan dan revolusi.
Politik perlawanan terjadi ketika warga biasa sering bergabung dengan orang berpengaruh kemudian terjadi penggalangan kekuatan untuk melawan para elit, pemegang otoritas dan pihak-pihak lawan lainnya. Perlawanan seperti ini biasanya muncul ketika para elit melakukan ketidakadilan sosial atau dianggap tidak menghormati sendi-sendi adat istiadat dan agama. Ketika perlawanan didukung oleh jaringan sosial yang kuat dan digaungkan oleh resonansi kultural dan simbol-aimbol aksi maka politik perlawanan mengarah ke interaksi yang berkelanjutan dengan fihak-fihak lawan dan hasilnya adalah gerakan sosial.
BENTUK-BENTUK AKSI DALAM GERAKAN SOSIAL
Menurut Tarrow, Ada tiga bentuk dasar aksi dalam gerakan sosial: Violence (kekerasan), disruption (gangguan) dan konvensional.
Pertama violence (kekerasan), adalah bentuk aksi yang paling efektif untuk menarik perhatian pihak yang bertugas menjaga tatanan sosial. Bentuk inipula adalah aksi yang paling mudah dilakukan oleh kelompok kecil tanpa memerlukan koordinasi dan kontrol yang rumit.
Yang kedua disruption (gangguan). Aksi ini sebenarnya adalah ancaman kekerasan. Disruption merupakan tampilan nyata dari kekuatan determinasi gerakan. Dengan aksi duduk, berdiri, atau bergerak bersama para demonstrans menunjukan identitas dan memperkuat solidaritas mereka. Pada saat yang sama aksi mereka memberikan kesadaran kepada komunitas di luar mereka dan memaksa lawan untuk memperhatikan tuntutan mereka. Aksi disruption ini dilakukan oleh Mahatma Ghandi dalam menentang kolonialisme Inggris di India.
Aksi semacam ini juga sering dilakukan mahasiswa dengan menyandera mobil pertamina dalam tuntutan menurunkan harga BBM. Juga dilakukan oleh buruh dengan memblokade jalan tol Bandara dsb.
Yang ketiga adalah bentuk aksi konvensional yaitu dengan bentuk demontrasi damai. Taktik konvensional ini sangat minim resiko dan hanya memerlukan sedikit komitmen.