LOGIKA NASAB
Secara sederhana untuk membatalkan Nasab Klan Habaib Ba’alwi Yaman ini sangat mudah :
- Ditinjau dari Kitab Nasab
Nasab Keluarga dan Keturunan Nabi begitu dimuliakan di dalam ajaran Islam. Karena sangat banyak nash dan dalil yang mendukung kemuliaannya. Merupakan kewajiban setiap muslim untuk memverifikasi pengakuan dari setiap orang yang bersambung dengannya. Karena pengakuan yang batil akan mencoreng nama Nabi itu sendiri. Bayangkan saja ada putra Ulama lalu mencabuli putri tetangganya, tentu baik bapaknya maupun otoritas keulamaannya akan ikut tercoreng juga pada akhirnya. Apalagi mengaku-ngaku keturunan orang lain, sangat jelas hukumnya haram dan seolah telah mengkavling tempatnya di neraka Jahannam. Terlebih ini mengaku keturunan mulia dari Nabi SAW. Karena itulah keturunan Nabi dicatat oleh para ulama dalam kitab-kitab nasab. Mereka saling terkonfirmasi dan saling berkesinambungan di dalam pendataan. Dzurriyah Nabi SAW memiliki lembaga pencatatan di tiap kabilah dan di setiap tempat yang dinamakan Naqib yang mengepalai sebuah Naqobah. Apabila nasab Ba’alwi tidak tercatat di Naqobah manapun dan tidak tercatat di Kitab Nasab yang diakui para Naqib bahkan terputus selama 550 tahun lamanya. Maka tidak perlu yang berbicara seorang Naqib atau Mufti Yaman. Logika akal sehat seorang awam saja sudah cukup untuk meragukan kebenaran nasab mereka.
- Ditinjau dari Sejarah
Rasanya tidak perlu menghadirkan seorang profesor sejarah, seorang anak yang baru belajar sejarah saja sudah faham. Bahwa sebuah kesaksian itu paling kuat adalah menghadirkan data Primer. Yaitu data sejaman, yang itu bisa dari data internal dan syukur bila diperkuat oleh data eksternal. Nah, klaim Nasab Habaib Ba’alwi ini baru muncul 550 tahun sejak masa Sayyid Ahmad bin Isa yang diklaim sebagai datuknya. Dimana beliau ‘konon’ hijrah dari Basrah-Iraq ke Yaman dan dimakamkan di Husaisah Hadramaut Yaman. Ada beberapa poin yang layak menjadi dasar untuk meragukan :
- Poin Pertama
Kekosongan data PRIMER, yang ada hanya data SEKUNDER yang muncul 5,5 abad kemudian. Ingat, 550 tahun ini bukan waktu yang pendek !
- Poin Kedua
Data sekunder tersebut sifatnya internal atau pengakuan sepihak dari Klan Ba’alwi sendiri. Dan apabila ada data eksternal pun itu hanya dugaan dari orang lain yang kapasitasnya bukan dari Naqib atau ahli nasab.
- Poin Ketiga
Patut dipertanyakan apakah ada kesaksian dari keturunan 3 putra Sayyid Ahmad bin Isa yang lain (Muhammad, Ali dan Husein) terkait hijrahnya Sayyid Ahmad bin Isa ke Yaman dan memiliki seorang anak ke-4 yang ikut hijrah bernama Ubaidillah. Karena Ubaidillah yang ikut hijrah ini sudah dewasa, harusnya semua saudaranya tahu serta dicatat ahli nasab. Mengapa kesaksian dari 3 putra ini penting? Karena merekalah yang tercatat di kitab-kitab Nasab secara kuat. Apabila tidak ada kesaksian diatas maka jelas Hijrahnya Sayyid Ahmad bin Isa dan sosok Ubaidillah adalah fiktif belaka.
- Poin Keempat
Ketika ditinjau kesaksian internal Ba’alwi terkait makam Sayyid Ahmad bin Isa, ternyata juga sangat diragukan kebenarannya. Karena makam itu baru ditemukan di Abad 10 H berdasarkan takwil mimpi. Sungguh menggelikan apabila klaim sejarah hanya dibangun dari ilusi dan mimpi semata.
- Poin Kelima
Datuk-datuk Ba’alwi disebutkan sebagai seorang Imam dan Wali-Wali Quthub besar di jamannya. Tentunya harus terkonfirmasi oleh dunia Islam di jaman itu terkait kebesaran nama dan karyanya. Namun nyatanya cerita itu bak dongengan yang hanya muncul secara sepihak di lingkungan mereka saja. Seperti Al Faqih Muqoddam yang maqomnya melebihi Waliyullah Legendaris Syekh Abdul Qadir al-Jilani, dimana dia mampu bermi’raj ke langit 70x melebihi Nabi SAW, hingga ontanya hafal jalan-jalan di langit. Dan cerita semacam ini begitu mudah ditemukan di setiap manaqib datuk mereka maupun di majelis ceramahnya demi untuk meyakinkan orang agar percaya serta takut mempertanyakan keabsahan nasab mereka. Penulis menilai ini sebuah modus dengan teknik “Manajemen Ketakutan bagi sebuah Doktrin Penyesatan”.
Semuanya bisa dilihat di dalam tulisan :
- Ditinjau dari Kajian Genetika
Di era globalisasi dan kemajuan teknologi sekarang ini, begitu mudahnya mengkonfirmasi sesuatu. Beda dengan jaman dahulu dimana jangankan untuk bertanya Nasab Nabi kepada para Naqib tiap negara, sedangkan untuk berangkat haji saja begitu sulit karena diawasi Penjajah Belanda. Di jaman sekarang komunikasi begitu terbuka dan pendataan juga tercatat dengan lebih baik. Termasuk juga mengetahui garis keturunan dengan Uji Genetika, yaitu TES DNA. Begitu banyak keluarga Nabi yang terdata kuat dan berkesinambungan telah test DNA. Untuk kemudian dikomparasi dengan Keluarga Kerajaan Saudi dan Uni Emirat yang terdata keturunan Nabi Ismail atau dari Bani Adnan. Dikomparasi pula dengan keturunan kabilah-kabilah Arab yang terkonfirmasi sebagai Suku Qurays, dan yang pasti telah dikomparasikan dengan Keluarga Keturunan Nabi Ibrahim lainnya dari jalur Nabi Ishaq atau keturunan Paternal Kaum Yahudi (ingat ya, ini keturunan Paternal, bukan Maternal, apalagi Yahudi Khazar, jangan disesatkan macam-macam !). Maka diperoleh data kuat bahwa Keturunan Nabi Ibrahim garis lurus laki-laki harus berhaplogroup J1, dan telah diketahui kode masing-masing kabilah tersebut. Khusus bagi keturunan Imam Husein bin Ali adalah J1-FGC10500-30416, dimana para Habaib Ba’alwi Yaman ini mengaku keturunannya.
Lalu bagaimana dengan keluarga HABAIB BA’ALWI YAMAN ini? Para pakar Genetik Internasional yang tergabung di dalam ISOGG, telah mengkonfirmasi bahwa mereka malah berhaplogroup G-M406-PF3296. Artinya jangankan mengaku keturunan Nabi Ibrahim, malah orang Arab saja bukan !!!
Selengkapnya bisa dibaca tulisan ini, tentang keluarga besar Ba’alwi secara Y-DNA :
PENYESATAN NASAB
Setelah membaca semua uraian singkat dan logis diatas, ternyata untuk menipu para pengikut dan masyarakat awam, mereka Kaum NUN (Nasab Untuk Nasib) ini memiliki beberapa modus :
- Membangun narasi bahwa nasab mereka adalah yang paling kuat dan tercatat paling rapi. Sehingga semua keturunan Nabi harus minta pengesahan dari mereka. Seolah menjadi eksekutor nasab orang lain. (Mana ada ceritanya Nasab Nabi kok diputuskan di sebuah Kantor Ormas lokal di Jakarta?)
- Mengarang dongeng terkait kehebatan datuk mereka dengan segala karomahnya yang bombastis. Teknik ini untuk mematikan logika akal sehat, sehingga orang lain takut untuk bersikap kritis.
- Mencampur-adukkan antara kealiman seseorang, ketinggian derajad maqom kewalian dengan urusan NASAB NABI. Sehingga datuk mereka yang diglorifikasi sebagai para Imam dan Wali tersebut adalah pantas bila jadi Cucu Nabi. (Kalau logika ini yang dipakai, maka seluruh Imam Hadits dan Imam Madzhab, termasuk Imam Ghozali, Uwais Al Qarni, Ibnu Al Arobi, Syekh Jalaluddin Rumi dan semua orang alim dan para wali yang bukan Dzurriyah Nabi namun lebih masyhur dari semua datuknya BA’ALWI harus jadi Cucu Nabi pula ?!?)
- Teknik Berdagang yang paling cerdik adalah mendompleng produk yang sudah terkenal. Sehingga Walisongo yang legendaris penyebar Islam di Nusantara juga diakuinya pula sebagai bagian dari mereka. Tidak cukup itu, Raja-Sultan Nusantara serta banyak Pahlawan Nasional juga diakui bagian dari mereka. Dan ini persoalan serius yang harus diberantas secepatnya bila tidak ingin sejarah kita dibelokkan oleh para Imigran sesat ini !!!
- Membuat banyak Majelis Pengajian dan Sholawatan yang sejatinya hanyalah jualan nasab. Karena mayoritas pengajiannya selalu diakhiri doktrin kemuliaan nasab mereka. Ini teknik mengulang kebohongan agar lama-lama diakui sebagai sebuah kebenaran. Kaum NUN yang membikin MAJNUN (Majelis Nasab Untuk Nasib) !
- Metode intimidasi untuk kooptasi. Agar orang percaya keaslian nasab mereka, maka diancam melalui sejumlah intimidasi dengan urutan yang sistematis :
- Kemuliaan Nabi sebagai Kekasih Allah yang harus dicintai.
- Setelah Nabi tiada yang paling mulia kecuali keluarga dan keturunan Nabi.
- Tidak diterima mengaku mencintai Nabi tapi tidak mencintai keturunannya.
- Keturunan Nabi adalah manusia mulia yang menjadi kunci surga dan tidak akan dijilat oleh api neraka. Makanya mereka bergelar HABIB. Padahal ini gelar jahat sesuai firman Allah pada QS Al Maidah ayat 18 dan Al Jumu’ah ayat 6 tentang gelar HABIB.
- Tidak mencintai Keturunan Nabi berarti harus siap mati kafir dan masuk neraka, karena tidak berhak mendapat syafaat Nabi.
- Keturunan Nabi sejahat dan sehina apapun tetap mulia karena membawa darah Nabi. Lebih mulia dari orang awam walau dia alim dan waliyullah sekalipun. Ini jelas RASIS.
- Untuk mempertegas kerasisannya, ditambah lagi dengan mengarang hukum kafaah / kesetaraan dalam pernikahan, bahkan sampai dihukumi Zina bila putri-putri mereka dikasih diluar golongan mereka.
- Suka memeras dan menjual nasab demi kepentingan ekonomis mereka. Baik itu menjual barang remeh dengan harga mahal, ataupun menjarah aset orang lain melalui berbagai taktik dengan dalih sebagai bukti kecintaan kepada Cucu Nabi. Sebagai iming-iming dijanjikan akan diganti oleh Allah dengan berlipat ganda serta syafaat Nabi di akhirat.
Dan masih banyak lagi “NARASI SAMPAH YANG BERSIFAT PEMBODOHAN” lainnya. Suatu Pembodohan yang sejatinya adalah merendahkan dan melecehkan kesucian dari Nabi SAW itu sendiri.
KESIMPULAN
Melihat semua uraian tentang BATILNYA NASAB mereka yang mengaku sebagai keturunan Nabi SAW dengan segala teknik manipulatif yang bertentangan dengan rasa keadilan dan logika akal sehat. Adalah sungguh memprihatinkan ketika masih banyak orang yang meyakini dan menelan mentah-mentah semua bualan sampah tersebut. Kaum Penipu yang terus melanjutkan penipuannya, sejatinya sedang menggali lubang kehancuran dan kehinaannya sendiri. Apalagi mereka sangat aktif di berbagai narasi merendahkan pribumi dan menghina simbol-simbol kebangsaanya. Maka Penulis memberi kesimpulan bahwa mereka itu sebenarnya “anti DEMOKRASI PANCASILA” yang ber-Bhinneka Tunggal Ika yang selalu bertumpu kepada nilai-nilai Kemanusiaan dan Kesetaraan.
Sejatinya mereka sedang membangun GOBLOGKRASI, yang artinya Dari Orang Goblog, Oleh Orang Goblog dan Untuk Orang Goblog !
Mari kita selamatkan Nusantara dari GERAKAN YANG BERSIFAT PEMBODOHAN!
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Rahayu Nusantaraku !
(KRAT. FAQIH WIRAHADININGRAT / 29 Mei 2024)