Oleh: Ahmad Suhadi (Pengasuh Ponpes Taswirul Afkar 26-Bogor)
Sudah bukan pemandangan aneh ketika melihat anak-anak dirumah menyukai film kartun, salah satu film kartun yang disukai anak-anak di rumah selain Upin dan Ipin adalah film kartun Doraemon. Kenapa anak-anak senang dunia imajiner bukan dunia nyata? Yah, namanya juga anak-anak selalu punya pemikiran fantasi imajinasi, kadang pesan-pesan moral bagi anak-anak mudah dibawa ke alam imajinasi. Doktrin alam bawah sadar dengan imajinasi khayalan akan lebih meresap bagi anak-anak yang belum mampu menggunakan akal secara sehat dan nalar literasi secara baik.
Karakter dakwah klan Ba’Alwi yang selalu memutar khas film kartun, yaitu menceritakan cerita-cerita khurafat yang irasional merupakan cara jitu untuk menanamkan doktrin imajinasi yang bersifat halusinasi kepada para pecintanya, sehingga cerita khurafat yang disampaikan oleh para habaib mampu menembus alam bawah sadar kaum muslimin Indonesia seperti film kartun yang disenangi anak-anak kita di rumah.
Menuju abad ke-2 Kebangkitan Nahdlatul Ulama dengan kemunculan Kiai Imadudin dan kawan-kawan membuat loncatan terobosan yang spektakuler dalam membongkar skandal dakwah agama yang rasional berimigrasi kedalam dunia khayalan ala habib klan Ba’Alwi, kedepan pola-pola dakwah yang irasional imajiner yang selalu berdakwah dengan materi cerita dongeng, pasti akan ditinggal masyarakat, ketika sudah terbangun kesadaran mereka.
Masyarakat muslim yang mudah dibawa oleh alur cerita imajiner habaib sebagai model berceramah, dikarenakan audiens kebanyakan minim literasi yang malas berpikir logis, atau kemungkinan besar mereka adalah orang-orang yang sejak kecil sering disuguhkan cerita dongeng kancil yang cerdik, dan cerita mistisisme, dikemudian hari masyarakat yang sudah mengerti dan melek mikir akan menjauh dari dunia imaginasi yang tidak ubahnya seperti anak-anak yang sedang menonton film kartun.
Penulis tampilkan sekian banyak film kartun yang menarik untuk dianalisa, yaitu film kartun doraemon. Imaginasi kehebatan Doraemon yang mampu menampilkan keinginan masa depan dengan khayalan dimasa lampau, namun masa depan yang ingin diraih selalu menampilkan media penghubung yang disimpan pada kantong ajaib Doraemon. Benda-benda atau peralatan utama yang dimiliki doraemon lebih sering muncul di kantong ajaib ketimbang peralatan lainnya.
Analogi imaginasi kartun Doraemon di atas jika dihubungkan dengan fenomena keberadaan para habib dijaman sekarang tidak ubahnya anak kecil yang tidak boleh diganggu dan diingatkan padahal dapat membahayakan keselamatan diri mereka sendiri, begitulah psikologi anak-anak yang belum faham kondisi. Psikologi anak biasanya jika dilarang ke hal-hal yang disenangi selalu diekspresikan dengan menangis, marah-marah, dan siapapun akan dimarahi jika kesenanganya terganggu. Fenomena anak ini, tidak ubahnya dengan penomena habib yang sedang dipertanyakan nasabnya, bukan karena mereka tidak faham akhlak! Bahkan mereka selalu bilang “akhlak”, akhlak yang diajarkan mereka hanya untuk kepentingan mereka dan agar masyarakat muslim selalu memuliakan mereka saja. Ocehan habib Muhdor Tanggul, habib Rizik Shihab, dan lainnya adalah fenomena karakter seorang anak-anak yang sedang marah dan ditonton banyak orang karena bermain di arena yang membahayakan.
Wajib memang Habaib jaman sekarang harus diingatkan, karena mereka sudah terlalu lama dibuai dengan kesenangan jualan nasab dengan fasilitas VVIP yang bermain di panggung dakwah, akhirnya mereka lupa kalau arena dakwah yang sedang dimainkan sangat berbahaya untuk diri mereka dan keluarga mereka. Karena tidak mudeng (red:Jawa) akhirnya marah-marah, teriak-teriak, nangis sambil kekelesedan, bahkan sering main pukul yang tidak jelas.
Perlengkapan Doraemon
Perlengkapan Doraemon, yaitu:
Pertama, Pintu Ke Mana Saja, digunakan apabila ada pintu rusak, penggunanya dapat dibawa ke tempat yang yang dikehendaki bisa bersenang-senang tanpa perlu biaya. Bila pintu kemana saja mengalami kerusakan lebih parah, pintu ini tidak akan mengantarkan pemakainya sesuai yang dikehendaki. Namun ketika ingin menggunakan pintu kemana saja yaitu dengan cara membaca pikiran penggunanya melalui sentuhan di gagang pintu. Mirip dengan dakwahnya para habib yang selalu mengajak para pecintanya untuk mendengarkan cerita-cerita khurofat yang menggambarkan kesaktian para leluhurnya dan pendahulunya.
Kedua, Roti Memori
Cara menggunakannya hanya dengan makan roti yang sudah menyalin materi, otomatis akan hapal semua isi materi pelajaran yang sudah tersalin walaupun tanpa harus belajar.
Gambaran roti memori bagaikan habib klan Ba’Alwi waktu kita masih mondok di pesantren sering ditemui umumnya malas belajar, seakan-akan ilmu dalam pandangan mereka bisa diwariskan seperti sulap “simsalabim Abra gedabra” langsung nempel di kepala mereka, tanpa perlu belajar. Mereka berkhayal kalau diri mereka sebagai dzuriyah Rasulullah akan dapat ilmu langsung dari Rasulullah, walaupun tanpa harus belajar.
Kembali kepada karakteristik anak-anak. Bahwa dalam menghadapi habib-habib klan Ba’Alwi yang merasa terusik dengan tesis Kiai Imadudin, sejatinya kalau memang mereka dewasa dan terpelajar harus sanggup membuat tulisan ilmiah dari internal Ba’Alwi sendiri dalam membantah tulisan Kiai Imadudin sekaligus adu data, bukan malah dengan cara memframing dan membangun narasi permusuhan. Ini sama saja cerita kartun Doraemon, fungsi “Pintu Kemana Saja” yaitu jika sudah mentok pencarian data malah minjam pikiran orang yang tidak punya nalar ilmiah sama sekali, yang ada cuma kebodohan lalu memprovokasi umat untuk memusuhi Kiai Imadudin dan pendukungnya.
Mereka para habib dan Muhibbin bingung menjawab 12 pertanyaan Kiai Imadudin. Seandainya mereka jawab tapi tidak nyambung sama sekali, kenapa tidak nyambung? Yah, rata-rata si penjawab tidak mengikuti kajian dari awal bahasan nasab yang disampaikan Kiai Imadudin.