Penulis: Kgm. Rifky Zulkarnaen
Nabi Sulaiman as menganulir keputusan hukum hakim senior yang juga bapaknya sendiri, yaitu Nabi Daud as, pada kasus sengketa kepemilikan seorang anak oleh 2 orang ibu. Kisah itu pasti pernah didengar oleh umat Islam karena syuhroh wal istifadhoh, terlebih kalangan pesantren NU. Publik dapat membaca kisah lengkapnya pada tulisan berjudul ‘Kecerdasan Nabi Sulaiman dan Kisah Anak Diterkam Serigala’ di link ini https://islam.nu.or.id/hikmah/kecerdasan-nabi-sulaiman-dan-kisah-anak-diterkam-serigala-1pRsl.
Penulis ringkaskan.
Mulanya Nabi Daud memutuskan ‘si bayi anak wanita yang tua’ berdasar bukti-bukti yang ada[1] (direct evidence). Nabi Sulaiman kemudian menganulir keputusan Nabi Daud, menjadi ‘si bayi anak wanita yang muda’ dengan cara melihat respon perilaku kedua wanita yang berperkara terhadap situasi yang difabrikasinya. Respon terhadap situasi itu dijadikan bukti atau basis penilaian dan pengambilan keputusan atas kasus. Ini disebut indirect evidence. Indirect evidence sering disebut juga circumstantial evidence, presumptive evidence, atau demonstrative evidence[2]. Pada kasus itu, Nabi Sulaiman menggunakan indirect evidence untuk menganulir direct evidence.
Metode Nabi Sulaiman as: Indirect Evidence
Pada kasus itu, Nabi Sulaiman menguji kedua wanita yang berperkara dengan memfabrikasi sebuah situasi spesifik eksternal ekstrim yang menchallenge klaim untuk mengetahui situasi internal berupa relasi emosional ibu-anak yang dari interaksi situasi eksternal-internal muncullah keputusan perilaku; dari respon perilaku itulah Nabi Sulaiman mengetahui keadaan psikologis (situasi internal) keduanya yang merepresentasikan pengetahuan kedua wanita tersebut mengenai kenyataan yang sebenarnya mereka alami (kebenaran).
Penulis menyebutnya sebagai Uji Situasi dan Perilaku (Circumstances-Response Test atau Circumstances-Behaviour Test); yaitu upaya mengetahui situasi internal (psikologis) dengan cara menguji (menilai) perilaku seseorang dengan situasi eksternal atau menabrakkannya dengan situasi eksternal yang sengaja dibikin menchallenge klaim; atau melihat keputusan perilaku seseorang dalam situasi yang meliputinya; atau bagaimana ia merespon situasi. Respon atau perilaku itulah yang menampakkan (elicit) kebenaran yang tersembunyi atau disembunyikan yang ia terletak di memori atau psikologis pelaku.
Pengungkapan atau pemunculan atau upaya menaikkan apa yang tersembunyi di deep structure ke surface structure disebut elicitation. Elicitation is the subtle art of obtaining desired information from a person without posing direct questions. Both dialogue and non-verbal cues are used to prompt truthful responses. While this may conjure mental images of law enforcement interrogators in windowless rooms with two-way mirrors, elicitation is likely a strategy that you utilize in your day-to-day life without even knowing it. It is also used in the employment context, usually during workplace investigations (Prinz Lawfirm 2022)[3].
Supaya lebih mudah dipahami dan diimplementasikan. Penulis mengutip formula yang lebih matematis: b (behaviour/perilaku), p (person/orang), dan e (environments/lingkungan) (Kurt Lewin dalam Hergenhahn dalam Adnan Achiruddin Saleh, 2020)[4]. Dalam formula itu terkandung suatu pengertian bahwa perilaku manusia, termasuk perilaku sosialnya, merupakan hasil dari interaksi dari karakteristik kepribadian individu dan lingkungannya. Perilaku manusia merupakan hasil tidak terpisahkan kedua unsur itu. Dalam hal ini, lingkungan sebagai ruang hidup tidak dapat dipisahkan dari kesatuan dengan kepribadian manusia. Ruang hidup terdiri atas peristiwa-peristiwa di masa lalu, sekarang, dan masa mendatang merupakan aspek-aspek hidup yang memengaruhi setiap perilaku seseorang (Adnan, 2020). Penulis meringkasnya supaya mudah diingat: perilaku adalah memori dan orientasi dalam situasi.
Formula bpe juga bisa diganti menjadi bps ; di mana s adalah situation.
Atau, dalam versi penulis formulanya lebih diperdetail: c, b, p, e (s); di mana c adalah claim.
Ini bukan ilmu nuklir. Masyarakat pada umumnya telah mempraktekkannya. Kita bisa melihat bagaimana masyarakat secara instingtif berujar misalnya ‘kalau benar kenapa takut?’. Penyidik berkata: “Kalau tidak merasa bersalah, kamu harusnya santai saja. Belum ditanya kamu sudah menjawab. Belum dituduh, kamu sudah menyangkal. Belum dicecar, kamu sudah gemetar. Gestur kepanikanmu menunjukkan kesalahanmu.”[5] Para penyidik paham bahwa gestur kepanikan menunjukkan kesalahan. Itulah yang kita lihat dari gestur Klan Habib Baalwi selama ini.
Hasil Uji Circumstances-Behaviour Test Klan Habib Baalwi
Mari kita lihat beberapa behaviour (b) Klan Habib Baalwi (p) sepanjang polemik nasab ‘Habib bukan Cucu Nabi’ berlangsung hampir 2 tahun ini (e/s) di mana mereka menggembar-gemborkan ke publik bahwa nasab mereka nasab paling sahih sedunia seterang matahari di siang hari (c). Kita lakukan Circumstances-Behaviour Test dan bagaimana hasilnya.
Pertama. Mereka mengklaim nasab di ruang publik bahwa mereka paling sahih sedunia seterang matahari di siang hari garis lurus laki. Konsekuensi logis dari klaim itu seharusnya data yang dibutuhkan sudah ada dan tersedia lengkap. Tidak perlu dicari dan tidak perlu dilakukan penelitian dari kalangan Klan Habib Baalwi. Jika demikian, harusnya mudah dan cepat menjawab pertanyaan Kyai Imad dan membuktikan kesahihan nasab mereka.
Faktanya?
- Mereka tidak mampu menjawab dan mematahkan tesis Kyai Imad, kajian filologi Prof. Menachem Ali, dan analisa DNA Dr. Sugeng Sugiharto, dengan cepat, mudah, rileks dan dengan cara yang ilmiah;
- Mereka membayar budak untuk mencari data ke luar negeri, yang seharusnya tidak perlu dilakukan, karena seharusnya data-data itu sudah ada lengkap sahih sesuai konsekuensi logis klaim mereka. Malahan si budak menyimpan data yang katanya sudah ditemukan yang membuktikan Klan Habib Baalwi cucu Nabi, ia simpan hanya untuk dirinya sendiri. Keputusan perilaku itu sangat aneh dan menyelisihi hukum akal melihat di sisi lain perilaku Klan Habib Baalwi dan budak lainnya terus-menerus menggembar-gemborkan Kyai Imad dkk salah dengan beragam cara yang buruk baik di offline maupun di online (termasuk di kolom-kolom komentar media sosial) untuk membendung gerakan Kyai Imad dkk. Kalau Klan Habib Baalwi dan budak-budaknya resah dengan situasi dan data yang ditemukan si budak itu benar dan valid, harusnya si budak itu membuka datanya ke publik secepat mungkin, beres kan? Kita dapat bertanya dengan metode Nabi Sulaiman, mengapa perilaku si budak itu begitu? Jawabannya: karena datanya tidak ada atau datanya palsu;
- Sudahlah gembar-gembor mengklaim nasab paling sahih sedunia seterang matahari di siang hari yang dengan klaim itu semestinya data sudah ada dan lengkap, tidak butuh mencari data-data dan tidak butuh melakukan penelitian; sudah pula membayar budak mencari data ke luar negeri yang semestinya itu tidak perlu dilakukan mengingat klaim mereka itu; sudah pun begitu hampir 2 tahun mereka tetap tidak bisa menjawab dan membuktikan bahwa Klan Habib Baalwi Cucu Nabi. 2 tahun adalah waktu yang terlalu lama mengingat klaim yang mereka gembar-gemborkan adalah ‘nasab paling sahih sedunia seterang matahari di siang hari garis lurus laki’ dan sudah bayar budak untuk mencari data ke luar negeri.
Ini menunjukkan klaim mereka tidak benar dan mereka berdusta. Dan seiring bergulirnya waktu, semakin lama waktu bergulir semakin absolut membuktikan bahwa klaim Klan Habib Baalwi tidak benar dan mereka berdusta.
Kedua. Alih-alih memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada untuk menjawab dengan data dan secara ilmiah, kita melihat opsi keputusan perilaku terbaik yang mereka tunjukkan adalah menerapkan taktik politis killing the messenger kepada Kyai Imad dkkseperti mengejek, menghina, caci maki, framming jahat, dan memfitnah. Ada apa di balik keputusan perilaku mereka yang seperti itu? Karena perbendaharaan data dan argumentasi mereka sudah habis dan satu-satunya jalan yang tersedia atau stok cara yang tersisa untuk mempertahankan posisi, klaim yang digembar-gemborkan, harga diri dan martabatnya di pandangan mata khalayak ramai adalah dengan ‘membunuh’ lawan debatnya dengan fitnah, tuduhan-tuduhan buruk nan jahat tak berdasar realitas. Kill the messenger.
Socrates mengatakan: ketika kalah dalam debat, fitnah menjadi alat bagi pecundang. Bagi Socrates, Klan Habib Baalwi pecundang. Dengan keputusan perilaku itu Klan Habib Baalwi lebih memperjelas lagi bahwa klaim mereka tidak benar, mereka tidak punya data, dan jelas selama ini mereka berdusta.
Ketiga. Habib Rizieq berceramah meminta mereka yang mengaku dzurriyah Nabi untuk membuktikan pakai ilmu nasab, ilmu sejarah, dan tes DNA; buktikan dengan data dan argumentasi; bukan dengan caci maki dengan kebencian[6], ujarnya berapi-api. Hari ini kita saksikan bersama Kyai Imad dkk membuktikan dengan data dan argumentasi ilmu nasab, ilmu sejarah, tes DNA, dan filologi; lah kok malah Klan Habib Baalwi marah-marah padahal Kyai Imad dkk sudah sesuai dengan tuntutan itu. Menggelikannya, justru yang menggunakan caci maki dan kebencian, tidak pakai data dan argumentasi ilmiah, adalah Habib Rizieq Shihab, Klan Habib Baalwi dan para budaknya
Mereka nyuruh-nyuruh orang lain, mereka tidak melakukannya; mereka sok suci melarang-larang orang lain untuk tidak caci maki dan kebencian, justru merekalah yang melakukan, bahkan melakukan adu domba antar pribumi. Itu sudah pasti kena kaburo maqtan indallahi antaquuluu maa laa taf ‘aluun. Klan Habib Baalwi dan budak-budaknya mendapat murka yang sangat besar dari Allah Swt. Kalau mati belum tobat, kemungkinan besar mereka mati su’ul khotimah. Menurut Dr. KRT. KH. Muhammad Faqih Mudawam Hadinogoro, M.Pd.I, pimpinan dan pengasuh PPMB Sunan Ngerang NS, Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah Qadariyah Di Kab Rembang, sekaligus Ketua umum MUI kab Rembang: Klan Habib Baalwi dan budak-budaknya itu kalau tidak tobat, mereka tidak mendapat syafaat Nabi[7]. Klan Habib Baalwi dan budak-budaknya kalau tidak tobat kemudian mati, matinya su’ul khotimah dan tidak mendapat syafaat Nabi. Mengerikan sekali. Wallahualam.
Keempat. Penulis rangkumkan bagaimana masyarakat pun sangat tangkas mengobservasi perilaku Klan Habib Baalwi dan mengajukan pertanyaan uji situasi dan perilaku: Kalau memang benar cucu nabi, kenapa takut tes DNA? Habib Rizieq Shihab awalnya menuntut tes DNA bagi siapa saja yang mengaku sebagai dzurriyah Nabi, lalu Habib Hanif Al Athos, menantunya, kemudian mengharamkan tes DNA, itu sesuatu yang kocak, mengapa sekarang mengharamkan tes DNA padahal sebelumnya pihak merekalah yang gembar-gembor tes DNA? Kalau memang nasab Klan Habib paling sahih sebagai dzurriyah Rasul Saw kenapa saat ditanya buktinya kok masih nyari-nyari? Harusnya kan sudah ada karena mengumumkan nasab paling sahih. Kok ngga bisa jawab 12 pertanyaan Kyai Imad? Kenapa ga bisa nulis anti-tesis kok malah sibuk bereaksi emosional dengan caci maki, olok-olok, ejekan, framming jahat, fitnah, agitasi dan provokasi? Kenapa bisanya hanya mengancam-ancam su’ul khotimah dan kualat? Kenapa mengintimidasi dan mempersekusi mereka yang tidak percaya dan mengkritik Habaib? Dan lain sebagainya. Dari situ masyarakat menilai perilaku Klan Habib Baalwi dan budak-budaknya itu aneh dan bertentangan dengan klaim ‘Nasab Klan Habib Baalwi nasab paling sahih seterang matahari di siang hari’. Artinya, Habib bukan Cucu Nabi.
Kelima. Update keputusan perilaku terbaru dari Klan Habib Baalwi per tanggal 5 Juli 2024 diungkapkan Bang Haji Rhoma Irama[8]. Rabithah Alawiyah menolak hadir atau tidak berani menerima undangan podcast Bisikan Rhoma. Ini menambah deretan track record RA lari dan sembunyi dari undangan dialog terbuka di hadapan khalayak ramai. Apa yang menghambat Rabithah Alawiyah menghadiri undangan podcast Bang Haji Rhoma Irama padahal kalau datang pasti menang dan dapat membungkam dan mempermalukan Kyai Imad dkk? Di satu sisi mereka menolak datang ke podcast yang merupakan kesempatan emas dan cara cepat membungkam dan mempermalukan Kyai Imad dkk, tapi di sisi lain di luar sana mereka berupaya sangat keras membungkam dan mempermalukan Kyai Imad dkk bahkan budak-budaknya di kolom komentar bersusah payah terus melakukannya. Ada peluang emas yang efektif dan efisien, mereka tolak, tapi di sisi lain tetap melakukan upaya pembungkaman, olok-olok, fitnah dan pelecehan kepada Kyai Imad dkk meski tidak efektif dan efisien. Keputusan perilaku Klan Habib Baalwi dan budak-budaknya itu kontradiktif ekstrim. Jawabannya dua kemungkinan: pertama, mereka tahu tidak bisa menang berhujjah; dua, gangguan jiwa[9].
Kecuali lima poin itu masih banyak lagi lainnya. Silakan observasi saja keputusan perilaku Klan Habib Baalwi dan budaknya seperti apa di dalam situasi polemik nasab ini tentang klaim mereka, lakukan Circumstances-Behaviour Test secara mandiri dengan rumus: c, b, p, e (s). Lalu lihat hasilnya.
Keputusan Metode Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Sekarang, kita bawa model keputusan Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman ke kasus Klan Habib bukan dzurriyah Nabi Saw:
- Direct evidence telah nyata hadir berupa kajian kitab nasab dan sejarah (library research) oleh Kyai Imad, kajian filologi oleh Prof. Menachem Ali, dan hasil tes DNA yang diuraikan oleh Dr. Sugeng Sugiharto, mengungkap dengan terang benderang bahwa Klan Habib bukan dzurriyah Nabi. Bahkan Mustahil Klan Habib Baalwi keturunan Nabi Muhammad Saw. Sedangkan;
- Indirect evidence (circumstances-behaviour test) berupa respon perilaku Klan Habib Baalwi terhadap situasi yang menchallengenya; tidak seperti Kisah Nabi Sulaiman menganulir keputusan Nabi Daud; bukannya menganulir keputusan metode direct evidence malahan justru memperkuat kesimpulan dari direct evidence.
Metode Nabi Daud as (direct evidence) menyatakan: mustahil Klan Habib Baalwi Cucu Nabi. Metode Nabi Sulaiman as (indirect evidence) menyatakan: sangat tidak mungkin Klan Habib Baalwi Cucu Nabi. Maka situasi holistik-komprehensif metode Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, direct dan indirect evidence, sempurna bulat bersepakat mengetok palu menyatakan: Mustahil Habib dzurriyah Rasul Saw.
*ketok palu 3 kali*
Penutup
Secara natural instingtif Anda dan semua orang mungkin sudah melakukannya namun dengan menyajikan formula dan contoh ini penulis berharap dapat membantu para pembaca mengajarkan secara rapi metodologis dalam hal berdisiplin runtut berpikir dalam menganalisa dan menilai; kepada masyarakat, santri bahkan kepada para Kyai yang masih husnudzon ketika direct evidence sudah nyata hadir. Ketika direct evidence mereka tolak, gunakan indirect evidence, metode Nabi Sulaiman as yang menganulir direct evidence Nabi Daud as. Jika pun tidak, sedikit-banyak mudah-mudahan ada manfaat yang dapat dipetik untuk aspek lain
[1] lihat https://islam.nu.or.id/hikmah/kecerdasan-nabi-sulaiman-dan-kisah-anak-diterkam-serigala-1pRsl
[2] Prof. Dr. Achmad Ali, S.H., M.H., Dr. Wiwie Heryani, S.H., M.H. 2012. Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata. Prenada Media. Hal: 88-89.
[3] https://www.prinz-lawfirm.com/our-blog/2022/may/elicitation-what-is-it-and-how-can-you-use-it-to/
[4] Adnan Achiruddin Saleh. Psikologi Sosial. IAIN Parepare Nusantara Press. 2020. hal 14.
[5] diambil dari cuitan twitter (x) @islah_bahrawi tgl 12 Februari 2024. Beliau merupakan Tenaga Ahli Pencegahan Radikalisme, Ekstremisme, dan Terorisme Mabes Polri.
[6] https://www.youtube.com/watch?v=fNHw7lFPD1A
[7] https://youtu.be/c5R6OoF_a3k?si=O5Nm9OIMiDovP0d5&t=116
[8] https://youtu.be/mzSU4NQtHe0?si=GjThBes5sFUTl4q4
[9] https://rminubanten.or.id/apa-yang-menghambat-klan-habib-baalwi-datang-ke-podcast-rhoma-irama-padahal-kalau-datang-pasti-menang/