“Sampai singa memiliki sejarawannya sendiri, sejarah perburuan akan selalu memuliakan si Pemburu.”
(Albert Chinualumogu Achebe)
(Bagian ke-2, kelanjutan dari : ANTARA JASAD SAHABAT NABI, AMANGKURAT I DAN UTSMAN BIN YAHYA)
AMANGKURAT AGUNG PUTRA SULTAN AGUNG
PLERED, Bantul, tahun 1647 sebuah Istana teramat megah didirikan oleh Raja Mataram Islam di Puncak Kejayaannya. Melengkapi dilantiknya Sang Raja baru di tahun 1645 dan penobatannya tahun 1646. Istana yang dibangun dengan mengerahkan 300.000 rakyat Mataram, seluas 2 x 2 mil (10,36 km2) atau sekitar 1.000 hektar luasnya. Sebuah Istana dengan tembok benteng setinggi 7 meter, dan di dalamnya lengkap segala kompleks bangunan termasuk alun-alun seluas 12 hektar dengan masjid megah di sebelah baratnya. Hingga tahun 1666 pembangunan masih terus berjalan, dan apabila selesai dengan sempurna maka akan menjadi benteng yang sangat sulit ditembus. Mungkin setara dengan Istana Majapahit 1,5 abad sebelumnya, yang hancur lebur karena perang saudara dan bencana alam. Istana yang akan menakutkan bagi Kompeni Belanda, karena simbol dari kemegahan dan kebangkitan. Istana yang dikelilingi danau buatan dan bendungan, simbol dari kemakmuran agraris. Sebuah bangunan air untuk wisata, pengairan dan latihan perang (Segarayasa).
(https://nasional.okezone.com/amp/2022/09/13/337/2666180/kemegahan-istana-mataram-di-plered-ada-danau-buatan-sampai-bangunan-mewah?page=1)
Selain pasukan daratnya yang kuat, Mataram dilengkapi pula Armada Perang Laut di pesisir utara Jawa. Kelanjutan dari sangarnya pasukan bahari Imperium Majapahit dan Demak. Dari gambaran tersebut bisa disimpulkan bagaimana sosok dari Raja Muda yang naik tahta di umur 27 tahun tersebut. Putra dari Raja terbesar Mataram, Sultan Agung yang telah mengegerkan dunia. Dimana telah berani frontal menyerang VOC Belanda di Batavia, pada tahun 1628 dan 1629. Sebuah serangan yang sangat menggetarkan karena di jaman itu, VOC Belanda adalah perusahaan dagang terkaya di dunia. Melebihi 20 perusahaan terkaya dunia saat ini bila disatukan. Tentu saja mampu membiayai perang dari segala lini dan merekrut pasukan dari segala bangsa.
(https://intisari.grid.id/amp/033738997/kisah-voc-konon-perusahaan-multinasional-terkaya-sepanjang-masa-berkat-keruk-kekayaan-dari-indonesia).
Dan serangan itu berhasil membawa kepala Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen untuk dibawa ke Mataram dan dikubur di undag-undagan (anak tangga) menuju Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri. Posisi yang berdekatan dengan Tumenggung Endranata, sang Pengkhianat Mataram di era tersebut. Pengkhianat yang telah mengadu-domba Mataram agar lemah dari dalam dan membocorkan informasi ke VOC atas segala siasat dan strategi Mataram. Termasuk sarannya membakar lumbung-lumbung padi logistik pasukan Mataram di sekitar Priangan dan Cirebon. Sehingga Batavia gagal diduduki, serta VOC urung terusir dari Bumi Nusantara. Dan memang pengkhianat akan selalu ada dalam setiap masa. Mereka yang lebih suka menjual harga-diri pribadinya daripada memperjuangkan harga-diri bangsanya. Mereka yang lebih suka bersimpuh kepada bangsa asing yang jahat daripada membela sesama anak negeri putra Ibu Pertiwinya.
(https://amp.kompas.com/stori/read/2023/06/01/110000979/tumenggung-endranata-pembelot-kerajaan-mataram-islam).
Serangan tersebut tidak bisa dibilang gagal, karena telah membuat VOC tidak berani mengganggu armada dan jalur laut Mataram. Mereka bertahan di Batavia dan terbatas ‘bermain’ di sekitar wilayah tersebut untuk menyusun kekuatan baru. Pastinya juga menyusun taktik dan strategi baru dalam menguasai Nusantara.
Apalagi ketika Sultan Agung mempertegas aliansi dengan Imperium Ottoman Turki (Utsmani) dengan mendapatkan pengukuhan gelar SULTAN oleh Syarif Makkah pada tahun 1641. Makin kokohlah Mataram Islam posisinya di hadapan Belanda yang sedang menancapkan kukunya di Batavia hingga ke barat Nusantara.
Dan strategi yang disusun itu akan menemukan momentumnya dengan meninggalnya Sang Sultan di tahun 1645.
Sejarah akan selalu membangun ceritanya dengan momentum baru, baik akibat perubahan alam atau timbul dan tenggelamnya seorang tokoh besar.
Amangkurat AGUNG, atau Amangkurat I adalah raja ke-4 sekaligus putra dari Sultan Agung Hanyokrokusumo, Raja Terbesar Mataram Islam. Selengkapnya silsilah beliau adalah Amangkurat Agung putra Sultan Agung putra Panembahan Hanyokrowati putra Panembahan Senopati Sutawijaya pendiri Mataram Islam. Dari jalur ayahnya beliau masih keturunan Sunan Giri melalui Nyai Sabinah ibunya Sutawijaya. Sedangkan dari jalur ibunya yaitu Ratu Batang, beliau adalah keturunan dari Sunan Gunung Jati. Memang keluarga Nusantara saling kawin-mawin antara keluarga Kerajaan dan Keulamaan. Sejatinya bersaudara baik dari jalur ayah maupun ibu. Sehingga selain berdarah umaro’ sekaligus ulama’. Dengan pertalian kekeluargaan seperti itu, adalah aneh apabila digambarkan konflik berdarah perang saudara diceritakan sedemikian masifnya antar keluarga, kecuali ada ADU-DOMBA.
Historiografi menurut Louis R. Ghottschalk, merupakan bentuk publikasi baik dalam bentuk tulisan atau lisan, yang sengaja memberi keterangan mengenai suatu peristiwa atau kombinasi banyak peristiwa di masa lampau.
Dan inilah HISTORIOGRAFI AMANGKURAT AGUNG putra SULTAN AGUNG.
SEJARAH KELAM DAN SUMBERNYA
Dalam konteks agama kita mensepakati bahwa diluar Nabi dan Rosul tidak ada manusia yang maksum. Artinya terbebas dari noda dan dosa. Namun sejarah seringkali terdistorsi karena ditulis oleh para pemenang, ditulis oleh siapa yang mampu menghegemoni situasi di masa itu. Baik suasana kebatinan atau fisiknya.
Disarikan dari sumber-sumber diantaranya sebagai berikut :
Babad Tanah Jawi, Catatan Gubernur Jenderal Belanda Rijkloff van Goens, dan sejumlah sejarawan Belanda antara lain De Graaf, JJ. Meinsma, atau misionaris Francois Valentijn, bahkan Gubernur Jenderal Inggris Stanford Rafles yang datang belakangan. Semuanya mengisahkan Raja Amangkurat Agung dengan sangat buruknya.
Berikut daftar sejarah kelam yang dikisahkan menimpa beliau :
- Ketika sebelum bertahta, merebut istri pejabat senior Mataram yaitu Tumenggung Wiraguna, 1637M.
Karena hal ini beliau diusir ayahnya Sultan Agung & dilarang bertemu selama 3 tahun.
- Sesudah bertahta, mengirim Sang Tumenggung ke Tapal Kuda memadamkan pemberontakan lalu membunuhnya di medan tugas, karena dendam peristiwa 10 tahun sebelumnya (1647M).
- Mengetahui hal tersebut, adik beliau Pangeran Alit yang bersahabat dengan sang Tumenggung marah lalu memberontak tetapi berhasil dibasmi.
- Menuduh pemberontakan dibantu para ulama, maka 6.000 ulama dibantai di alun-alun Plered dalam jangka waktu setengah jam saja.
- Peristiwa Ratu Malang, merebut istri seorang Dalang yang sedang hamil dan setelah menikahinya membunuh mantan suaminya. Tahu demikian, si Ratu baru ini sakit dan wafat. Kemudian karena patah hati, sejumlah dayang dihukum kurungan tidak dikasih makan sampai mati. Karena ada indikasi kematiannya diracun. Maklum karena begitu cinta matinya sama Ratu Malang, sehingga dianggap pilih kasih kepada istri yang lain.
- Peristiwa Rara Oyi, akan dijadikan selir tapi direbut putranya sendiri Raden Rahmat, yang kelak jadi Amangkurat II.
- Pendukung Raden Rahmat yaitu kakeknya Pangeran Pekik (mertua Amangkurat Agung) dibunuh beserta keluarganya, dan Raden Rahmat disuruh milih tahta apa wanita. Karena milih tahta maka disuruh membunuh Rara Oyi dihadapannya.
- Serta banyak kasus lainnya yang teramat keji termasuk pembunuhan keluarga Trunojoyo sehingga akhirnya memberontak, dan lain-lain.
Tapi setelah ditelusuri semua sumber berita tersebut, berasal dari catatan RIJKLOFF VAN GOENS.
Sebelum menjadi Gubernur Jenderal VOC, alias ketika muda dan meniti karir, pernah menjadi duta atau utusan VOC di Mataram (1648-1654). Dan tidak ada sumber sejaman yang mencatat kejahatan Sang Raja, melainkan satu-satunya adalah catatan Duta VOC ini. Yang akhirnya akan dijadikan sumber primer bagi penulisan di masa selanjutnya. Dan nanti kita ulas siapa Sang Duta ini dalam sejarah.
(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_ulama_oleh_Amangkurat_I)
Termasuk Babad Tanah Jawi juga mengambil sumber primernya dari sini. Yang ditulis di jaman Pakubuwono II, atau cucunya Amangkurat Agung. Disini pun menceritakan sisi buruk Sang Raja lainnya. Walau kisah pembantaian Ulama tidak berani diceritakan disana. (https://historia.id/kuno/articles/murka-amangkurat-i-DAdOw/page/3)
Dan selanjutnya Babad ini menjadi sumber sekunder bagi sejarawan untuk mempercayainya. Termasuk DE GRAAF, yang seolah memberi stempel bagi kebenaran Babad ini. De Graaf mengatakan Babad Tanah Jawi bisa dijadikan rujukan terutama untuk abad 16-18M. Selebihnya hanya sebagai data sejarah karena sarat tercampuri mitos, kosmologi dan dongeng.
Babad Tanah Jawi sendiri ditulis oleh Carik Adilangu (1722) dan Carik Braja (1788). Artinya naskah tertua hadir hampir setengah abad pasca wafatnya Sang Raja, dan selanjutnya disempurnakan 111 tahun berikutnya. Jarak selama itu, baik infiltirasi, invasi dan pengaruh VOC jauh lebih mencengkeram dibanding era sebelumnya. Lihatlah bagaimana di jaman Rezim Soekarno tiba-tiba menjadi sangat berubah situasinya ketika memasuki jaman ORBA selama 32 tahun. Soekarno yang dipuja bak Raja dan Dewa di era ORLA, tiba-tiba menjadi pesakitan setelahnya.
(https://langgar.co/genealogi-islam-jawa-kritik-historiografi-pascakolonial-bagian-ii/)
Benarlah bahwa History is written by Victors (Winston Churchill). Dan di jaman Babad Tanah Jawi ditulis sangat dipengaruhi kooptasi Kolonial. Segala cara ditempuh demi melumpuhkan perlawanan pribumi Nusantara. Bila tidak dilumpuhkan fisiknya maka lumpuhkanlah mentalnya, termasuk sejarahnya. Bahwa memiliki leluhur yang biadab dan amoral akan menjadi justifikasi bahwa Mataram Islam diisi oleh sekelompok keturunan yang mewarisi kejahatannya. Dan ketika ini disebarluaskan kepada rakyatnya, akan menjadi inspirasi delegitimasi dukungan kepada Kerajaan itu sendiri. Dan jelas, Amangkurat Agung adalah ancaman nyata sebagai anak kandung Sultan Agung. Harus dihancurkan dari dalam dengan serangkaian pemberontakan maupun penghancuran karakternya. Strateginya dengan DEVIDE ET IMPERA, politik adu domba antara anak-bangsa.
Dan agen rahasia perancang semuanya itu adalah Sang Duta VOC diatas. Yang kelak akan dianggap berjasa besar selain menjadi Gubernur Jenderal di Srilangka juga akhirnya bertahta di Batavia.
(https://en.m.wikipedia.org/wiki/Rijckloff_van_Goens)
Berikut sepak terjang Rijkloff van Goens yang tercatat dalam sejarah pernah mengusir Portugis dari sejumlah kawasan di India. Termasuk di Malabar, untuk melindungi komunitas Yahudi Cochin (1663). Selain sebagai ahli strategi, Van Goens juga seorang Panglima Perang yang ulung dan penulis yang cakap. Dengan sekapasitas demikian, pastilah propagandanya sangat strategic and powerfull.
(https://www.atlasofmutualheritage.nl/en/page/2862/the-arrival-of-rijklof-van-goens-at-cochin.)
Dan ini sangat wajar karena VOC adalah kongsi dagang yang memang didanai bankir-bankir Yahudi Belanda dan Eropa. Representasinya adalah mayoritas Gubernur Jenderalnya dari komunitas ini. Termasuk Jan Pieterszoon Coen yang dipancung pasukan Sultan Agung di era sebelumnya (=Coen sebutan lain dari Cohen).
SISI TERANG DAN ANALISIS HISTORIS
Berdasarkan Babad Ilo-Ilo dan riwayat tutur dari Keraton Surakarta Hadiningrat dan keturunan Amangkurat Agung lainnya, diyakini beliau sejak balita sudah diramal bakal menjadi orang besar. Raden Mas Sayyidin, nama kecil dari Amangkurat Agung, sangat rajin dalam menuntut ilmu, berikut ini riwayat pendidikannya :
- Belajar agama di Pasuruan, kemungkinan di Pesantren Sepuh Keboncandi, yang sudah ada sejak Era Demak.
- Di Kadilangu, pesantren trah Sunan Kalijaga.
- Pesantren Ki Ageng Tarub Grobogan.
- Syekh Jangkung Pati, ipar Sultan Agung.
- Belajar membuat senjata ke padepokan Mpu Supo Tuban.
- Pernah menuntut ilmu ke Tanah Suci, ketika naik haji bersama rombongan para ulama dari Sumenep.
- Dilanjutkan ke Turki Utsmani, belajar Planologi atau tata kota. Menjadi wajar korelasinya sekarang dengan pembangunan Istana Plered yang diulas di depan.
Poin pentingnya, penulis bisa dikatakan sepakat terkait awalan dari blunder beliau. Sekaligus bisa diambil hikmah dan pelajaran bagi generasi kini adalah membuat Perjanjian Damai dengan VOC. Walau tujuannya baik dan mulia. Tapi pelajaran yang bisa diambil adalah, jangan pernah memberi ruang kepada orang jahat dan licik untuk memasuki kehidupan kita. Karena lubang kecil kelemahan akan bisa diperbesar nantinya. Kesimpulanya, jangan pernah berkompromi dengan manusia yang bermental penjajah. Karena mereka akan mengambil segalanya dari anda. Ini pelajaran penting untuk generasi sekarang. Terutama dari bangsa yang RASIS dan SERAKAH.
Semoga di jaman kemerdekaan ini tidak ada lagi golongan rasis dan arogan. Dan apabila ada, itu jelas-jelas ancaman nyata bagi perikehidupan Nusantara selamanya.
Kembali kepada kebijakan Perjanjian Damai yang diambil Amangkurat Agung dengan VOC, hal itu dilatar-belakangi :
- Perang di jaman Sultan Agung begitu banyak mengorbankan jiwa rakyat Mataram Islam dan menguras kekayaan negara.
- Mengobarkan perang lagi, sementara konsolidasi belum tuntas, dianggap kebijakan yang sembrono. Mengingat kegagalan 2x serangan Sultan Agung diakibatkan pengkhianatan dari dalam.
- Dengan perjanjian damai, maka lebih terjamin konsentrasi negara untuk pembangunan agar meningkatkan sisi kesejahteraan rakyatnya.
- Perjanjian Damai tersebut dimaknai sebagai bukti VOC takluk kepada Mataram. Yang ditandai VOC memberi upeti sangat besar kepada Mataram, juga pelayaran bebas dari Mataram tanpa boleh diganggu VOC (demikian juga sebaliknya), dan kebebasan ulama Mataram berdakwah kemanapun termasuk ke wilayah yang dikuasai VOC.
Dan sebagai 2 entitas yang berdamai pasti saling mengirimkan duta perdamaian, dan disinilah Mataram Islam kalah licik dibanding VOC. Dimana dikirim duta-duta yang lebih lihai di dalam mengacak-acak kandang lawan.
Mataram mengirim ulama, sementara VOC mengirim ahli strategi perang !!!
Amangkurat Agung memposisikan VOC sebagai taklukan. Dan memang benar, saking gembiranya adanya perjanjian damai tersebut, VOC menembakkan dentuman meriam dari loji-loji mereka. Seolah bersorak riang karena lepas dari ancaman besar dan mengerikan. Adapun duta-duta Belanda yang mengirimkan upeti diperlakukan sebagai orang kelas rendah dan tidak penting. Berikut gambarannya :
- Posisi duduknya ditempatkan jauh dari Raja diluar Pendopo.
- Dibuat menunggu berjam-jam tanpa perhatian yang layak.
- Menghina upetinya dan menuntut harus lebih baik tahun berikutnya.
- Dan pada puncaknya, tercatat tahun 1652, VOC menguras 60.000 Gulden untuk upeti, termasuk kuda-kuda terbaik dari Persia.
(Bila 1 Gulden di puncak kejayaan VOC sekitar 1,5 juta rupiah, maka upetinya sekitar 90 triliun rupiah saat ini. Kekayaan VOC 78 juta Gulden setara 7,9 Triliun USD).
Pertanyaannya, apakah tidak ada dendam secara pribadi dari para duta tersebut yang diperlakukan dengan rendah, termasuk Rijkloff van Goens yang masih belia?
Dan akhirnya, sejarah buruk Sang Raja pun mengalir deras ditulis dari hati yang gundah dan terhina !!!
Diceritakan setelah Perjanjian Damai tersebut, dibangunlah besar-besaran proyek kesejahteraan rakyat berupa :
- Membangun infrastruktur jalan dan jembatan.
- Membangun pelabuhan dagang dan militer di Tanjung Perak Surabaya.
- Membangun pelabuhan perikanan di Tanjung Kodok Lamongan.
- Bendungan Serayu di Purbalingga.
- Industri Logam di Kudus.
- Agrobisnis di Semeru.
- Tanaman Kopi di Ungaran.
- Mengembangkan pusat Kayu Jati di Pegunungan Kendeng, juga burung perkutut, semen gamping, dan padi gogo.
- Minyak Bumi di Cepu.
- Pusat Mebel di Sukodono Jepara.
- Industri Terasi di Lasem.
- Industri Brem di Madiun.
- Sekolah Pelayaran di Tegal.
- Pendidikan anak miskin di Kulonprogo.
- Menggalakkan ulama-ulama Mataram dalam berdakwah dan mendirikan pesantren dimanapun tanpa boleh diganggu Belanda.
KEHANCURAN TAHTA DAN UTUHNYA JASAD
Setelah sekian banyak pembangunan dilaksanakan, dan dianggap membawa kemakmuran dan ancaman jangka panjang. VOC pastinya tidak tinggal diam, sehingga politik adu domba, Devide et Impera dilancarkan. Dan adalah wajar, ketika seseorang fokus pada suatu bidang, sehingga bidang yang lain akan berkurang konsentrasinya. Apalagi segala ancaman dan pemberontakan tidak terlalu diperhatikan, mengingat adanya bencana alam termasuk meletusnya Gunung Merapi di jaman itu. Dan tanpa bermaksud memvonis siapapun yang salah di masa silam, penulis mengajak untuk lebih introspeksi kepada sesama anak bangsa. Berhasil diadu-dombanya para leluhur Nusantara tidak terlepas dari ambisi, ego dan pemahaman sempit. Andai ruang dialog dan persaudaraan dijadikan landasan interaksi, maka perpecahan bisa dapat diminimalisir. Sehingga Raja yang luar biasa ini harus terusir dari istananya yang telah dibangunnya dengan susah payah. Istana Plered hancur lebur, musnah dijarah. Dan pada akhirnya beliau wafat dalam pelariannya di Wanayasa, Banyumas lalu dimakamkan di Tegal Arum, Tegal. Sesuai wasiatnya untuk dimakamkan di dekat guru spiritual yang dicintainya.
Selanjutnya beliau menunjuk Putra Mahkota Amangkurat II atau putranya Raden Rahmat, yang konon diisukan pernah rebutan perempuan dengannya di masa silam. Dan putranya ini lalu membuat 2x perjanjian dengan VOC yang sangat merugikan Mataram Islam pada akhirnya, demi memadamkan pemberontakan. Dari sini dimulailah perlahan tapi pasti kemunduran Mataram karena sedikit demi sedikit wilayahnya dikuasai VOC. Dan selanjutnya makin hari, VOC makin leluasa memainkan ‘Bidak Catur’ mengadu-domba pribumi untuk diperlemah demi mempekokoh kekuasaannya.
Sementara itu putra beliau dari permaisuri lain, yang masih berada di Plered, Raden Drajad, mengetahui kekosongan kekuasaan maka mentasbihkan dirinya menjadi SUNAN PAKUBUWONO I, dan dari garis inilah nanti akan melahirkan penerus Wangsa Mataram Islam hingga saat ini. Yaitu Catur Sagotra : Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kasultanan Ngayogjakarata Hadiningrat, Kadipaten Mangkunegaran dan Kadipaten Pakualaman.
Kondisi beliau di dalam pelarian pun sangat kontras dengan isu gelap yang menyertainya. Sejumlah jejak dan kesaksian membuktikan bahwa beliau adalah seorang yang shaleh dan spiritualis.
Antara framing kelam sejarah yang menimpanya, dan kondisi pasca wafatnya kita menemukan hal yang sangat kontras dan mengejutkan. Harusnya dengan riwayat sekelam itu, jasad beliau membusuk, hancur, atau lumat dengan cepatnya sesuai lazimnya hukum alam. Namun anehnya JASAD AMANGKURAT AGUNG JUSTRU UTUH, WANGI DAN SEGAR.
Jasad beliau yang kini lebih dikenal sebagai Sunan Tegal Arum, pada saat dimakamkan tidak ditutup nisan, melainkan hanya ditutup kaca. Setiap tahun pihak Keraton Surakarta Hadiningrat mengadakan acara Jamasan di bulan Suro atau tahun baru Islam. Yaitu mengganti kelambu makam, termasuk memotong rambut dan kuku Sang Raja karena jasadnya yang tidak membusuk bahkan tampak seperti masih hidup.
Hingga atas kesepakatan keluarga trah Mataram Islam dan menghindari praktik yang dianggap syirik maka sejak tahun 1960-an makam ditutup dengan batu nisan. Kini makam beliau menjadi salah satu tujuan wisata religius bagi para peziarah untuk memberikan doa bahkan ada yang menjadikan sarana atau washilah mendapatkan keberkahan. Sebagai sekedar washilah, maka baik benda milik orang sholeh, seperti tasbih, pusaka hingga pakaiannya pun boleh digunakan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Tuhan Semesta Alam. Juga ziarah ke makamnya orang yang dicintai Allah pun bisa sebagai sarana mendekatkan diri, mencintai dan dicintai Allah SWT.
Sastrawan Inggris, George Orwell, menyatakan :
“Siapa yang mengendalikan masa kini, akan mengendalikan masa lalu. Siapa yang mengendalikan masa lalu, akan mengontrol masa depan.”
Sebelum diakhiri, inilah suasana ketika Raja Pakubuwono X dan Sultan Hamengkubuwono VIII ziarah ke makam leluhurnya Amangkurat Agung di Tegal Arum, Tegal di era Kolonial Belanda. Semua berjalan dengan penuh penghormatan dan khidmat. Namun anehnya di era sekarang, kisah babad dan sejarah dari sumber yang benar seolah terkubur oleh versi yang kelam. Ada apa dengan bangsa ini, kisah leluhur para imigran yang tidak masuk akal dipuja dan dipercaya, sementara kisah leluhur sendiri malah diperparah kehinaannya. (https://youtu.be/cSL7QY5kHwI?si=-evuubtVVWK6b-cE)
Terakhir, penulis mengajak dan menggugah kesadaran seluruh Sejarawan, seluruh warga bangsa anak negeri, tidak terkecuali para pewaris leluhur Nusantara, agar bangkit dan menolak seluruh pembelokan sejarah bangsa. Karena sikap abai & acuh di masa sekarang, maka akan menjadi keniscayaan yang dipercaya kebenarannya di masa mendatang.
Namun penulis tetap berusaha bijak. Bagi yang masih mempercayai segala narasi kelam beliau sebagai Raja yang jahat, maka tidak ada paksaan untuk tetap mempercayainya. Namun sesuai tema dari tulisan ini, bahwa kemuliaan seseorang kadang ditampakkan pasca kematiannya, termasuk kondisi jasadnya, adalah sesuai dalil dan nash agama Islam yang kita yakini. Ketidakpercayaan tersebut logis apalagi bila dibenturkan dengan kaidah ‘harus ada data tertulis’. Walaupun kita dalam beragama, semuanya diawali oleh data tidak tertulis, melainkan wahyu dari Tuhan kepada Rasul-Nya. Dan kemudian ditambah mukjizat, sebagai penguat pembuktian kebenarannya. Kini pembuktian nasab pun bila minim data tertulis bisa dibuktikan dengan Hukum Catatan Tuhan yaitu susunan Genetika kita. Maka untuk segala kebenaran, penulis kembalikan kepada Tuhan juga pada akhirnya.
Kepada seluruh Warga Kraton, Trah Catur Sagotra, rakyat Mataram Islam dan seluruh Nusantara, bangkitlah !!!
Wassalamu’alaikum wr.wb, Salam Sejahtera, Rahayu Nusantaraku !
(KRAT. FAQIH WIRAHADININGRAT)