Oleh : Hamdan Suhaemi
Terasa sesak nafas dan hati merasakan sakit jika yang kita cintai itu dihinakan, dilecehkan oleh orang yang waras otaknya dan sehat jiwanya, lain halnya jika yang menghina orang gila. Tetapi ini bukan dalam drama pembelaan atas orang kita cintai, tapi soal menyangkut pondasi keimanan yang tengah diganggu oleh seorang politisi asal India dengan orientasi menciptakan kegaduhan di saat dalam keadaan kondusif. Phobia pada Islam itu tidak perlu, jika mau melihat yang riilnya. Karena yang terbesar dan terbanyak umat Islam di dunia adalah umat Islam dengan madzhabnya Ahli Sunnah Wal Jama’ah, mereka yang mayoritas ini memiliki prinsip dan karakternya yaitu moderat (wasathiyah), tawazzun (penyeimbang), tasamuh (toleran) dan juga taadul (berlaku adil). Umat Islam yang ini (ahli Sunnah wal Jama’ah ) tidak pernah dan tidak akan berbuat keras, memusuhi atas nama Islam terhadap keyakinan umat agama lain.
Kalau sudah menyangkut polemik keyakinan (agama), kita yang Sunni tetap bersikap tahu diri mawas diri. Wajib berlaku untuk saling menghargai, saling menghormati, saling menjaga kerukunan, saling menguatkan persaudaraan. Dipastikan tidak ada tipikal untuk melecehkan agama non Islam, tidak ada ajaran dan fatwa yang menganjurkannya untuk memusuhi umat yang berbeda keyakinannya.
Muhammad bin Abdullah itu manusia biasa layaknya kita, tetapi juga beliau adalah al-musthofa seorang manusia pilihan Tuhan, tentu memiliki keistimewaan tersendiri. Tidak ada manusia yang terlahir di dunia ini mendapatkan gelar al-musthofa kecuali hanya Nabi Muhammad SAW. Beliau juga digelari al-Habib, hamba Allah SWT yang derajatnya dekat dengan Allah, hamba yang dikasihi, hamba yang dicintai, artinya jika siapa saja yang menghina atau melecehkan itu artinya telah menyakiti yang mencintainya (Allah azza wa jalla). Muhammad bin Abdullah itu juga dianugerahi pangkat al-Kholil, manusia yang diberi kasih sayang dari Allah yang tak terbatas. Bahkan Muhammad bin Abdullah bukan sekedar Nabinya Allah, bukan sekedar Rasulnya Allah SWT, tetapi juga hambanya yang al-Ma’shum (dijaga dari berbuat salah dan dosa).
Mengenali al-musthofa Muhammad bin Abdullah, Syaikh Saleh Darat dalam kitabnya al-Mahabbah wa al-Mawaddah fi Tarjamati Qouli al-Burdah telah menjelaskan bahwa.
محمد سيد الكونين و الثقلين # والفريقين من عرب و من عجم
Arrtinya : ” Kanjeng Nabi Muhammad iku bendoro para makhluk ing dalem dunia lan ing dalem akhirat, bendorone jin lan manungsa (manusia), lan dadi bendorone pepanton (bangsa) luru saking wong Arab lan wong ajami (non Arab)”.
هو الحبيب الذي ترجى شفاعته # لكل هول من الاهول مفتحم
Artinya : “Kanjeng Nabi Muhammad iku ing kang den kasihi dening Gusti Allah, den kasihi dening umate, kang diarep syafa’ate. Pitulunge saban-saban pekiwuh saking sekabeh pekiwuh alam akhirat “.
Tidak pantas, tidak pula rasional terhadap manusia agung (basyarun adhimun) dihinakan atau dilecehkan hanya karena sentimen agama, hanya karena benci pada Islam (Islam phobia). Hinaan apapun atas Rasulullah Muhammad tidak sama sekali menurunkan derajat agungnya, atau merendahkan derajat mulianya. Sekali lagi tidak. Tetapi percayalah, sesungguhnya hinaan atas kekasihnya Allah itu artinya telah menghinakan dirinya oleh dirinya sendiri.
Dalam kitab al-Syamail al-Muhammdiyah, Imam Abu Isya al-Tirmidzi meriwayatkan tentang sosok agung, pribadi mulia Muhammad bin Abdullah.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ طَرِيفٍ الْكُوفِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: لَقِيتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ طُرُقِ الْمَدِينَةِ فَقَالَ: «أَنَا مُحَمَّدٌ، وَأَنَا أَحْمَدُ، وَأَنَا نَبِيُّ الرَّحْمَةِ، وَنَبِيُّ التَّوْبَةِ، وَأَنَا الْمُقَفَّى، وَأَنَا الْحَاشِرُ، وَنَبِيُّ الْمَلَاحِمِ
Melihat hadits di atas, ada sebutan atau panggilan nama untuk Rasulullah SAW yang menunjukkan kelebihan dan keistimewaan sebagai hamba Allah, yaitu Muhammad (yang terpuji), Ahmad (lebih terpuji), Nabiyu al-rohmah (Nabi yang memilki jiwa kasih sayang), nabiyu al-taubat (nabi yang banyak bertaubat dan menganjurkan umat untuk bertaubat), al-Muqoffa (nabi penerus para nabi), al-Hasyir (yang menyatukan agama samawi), nabiyu al-Malahim (nabi yang mengalami banyak peperangan ). Ini yang tertulis disini sebagian kecil sebutan dan gelar untuk Muhammad Rosulullah SAW. Jika ditulis hampir 200 nama dan sebutan untuk Nabi akhir zaman tersebut.
Sebutan dan gelar yang dimiliki sang Nabi ini ingin dimaksud sebagai bantahan bahwa gelar dan sebutan itu adalah menunjukkan kepribadiannya sebagai utusan Tuhan, kepribadian seorang manusia agung. Yang tidak boleh sama sekali dilecehkan atau direndahkan oleh siapapun, oleh pemeluk agama manapun serta apapun alasannya.
Mari kita simak gubahan syair indah dari ulama besar yang sangat memuliakan Ummul mukminin ini, Sayyidah ‘Aisyah radlia Allahu Anha. Ibnu Buhaij dalam kitabnya al- Qoshidah al-Wadlohiyah fi madhi al-Sayyidah ‘Aisyah Ummi al-Mu’minin telah menggambarkan sosok dan pribadi Sayyidah ‘Aisyah binti Sayyidina Abi Bakkar Siddiq.
١ – ما شَانُ أُمِّ المؤمنين وشَاني # هُدِيَ المُحِبُّ لها وضَلَّ الشَّاني
٢ – إِنِّي أقولُ مُبَيِّنًا عَنْ فَضْلِها # ومُتَرْجِمًا عَنْ قَوْلها بِلِسَاني
٣ – يا مُبْغِضِي لا تَأْتِ قَبْرَ مُحَمَّدٍ # فالبَيْتُ بَيْتي والمَكانُ مَكاني
٤ – إِنِّي خُصِصْتُ على نِساءِ مُحَمَّدٍ # بِصِفاتِ بِرٍّ تَحْتَهُنَّ مَعاني
٥ – وَسَبقْتُهُنَّ إلى الفَضَائِلِ كُلِّها # فالسَّبْقُ سَبقي والعِنَانُ عِنَاني
٦ – مَرِضَ النَّبِيُّ وماتَ بينَ تَرَائِبي # فالْيَوْمُ يَوْمي والزَّمانُ زَماني
٧ – زَوْجي رَسولُ الله لَمْ أَرَ غَيْرَهُ # اللهُ زَوَّجَني بِهِ وحَبَاني
٨ – وأتاهُ جِبريلُ الأَمينُ بِصُورَتي # فأَحَبَّني المُخْتارُ حِينَ رآني
٩ – أنا بِكْرُهُ العَذْراءُ عِنْدِي سِرُّهُ # وضَجيعُهُ في مَنْزِلي قَمَرانِ
١٠ – وَتَكَلَّم اللهُ العظيمُ بِحُجَّتي # وَبَرَاءَتِي في مُحْكَمِ القُرآنِ
١١ – واللهُ خَفَّرَني وعَظَّمَ حُرْمَتِي # وعلى لِسَانِ نَبِيِّهِ بَرَّاني
١٢ – واللهُ في القُرآنِ قد لَعَنَ الذي # بَعْدَ البَراءَةِ بالقَبيحِ رَماني
١٣ – واللهُ وَبَّخَ مَنْ أراد تنقُّصي # إفْكًا وسَبَّحَ نَفسَهُ في شأني
١٤ – إنِّي لَمُحْصَنَةُ الإِزارِ بَرِيئَةٌ # ودليلُ حُسْنِ طَهَارَتي إحْصاني
١٥ – واللهُ أَحْصنَني بخاتِمِ رُسْلِهِ # وأَذَلَّ أَهْلَ الإِفْكِ والبُهتانِ
١٦ – وسَمِعْتُ وَحْيَ الله عِنْدَ مُحَمَّدٍ # من جِبْرَئيلَ ونُورُه يَغْشاني
١٧ – أَوْحَى إِلَيْهِ وَكُنْتُ تَحتَ ثِيابِهِ # فَحَنى عليَّ بِثَوْبِهِ وخَبَّاني
١٨ – مَنْ ذا يُفَاخِرُني وينكرُ صُحْبَتي # ومُحَمَّدٌ في حِجْرِه رَبَّاني؟
Jika kita perhatikan gubahan syair Ibnu Buhaij di atas yang merupakan hasil refleksi atas kehidupan Sayyidah ‘Aisyah yang mulia derajatnya dan pribadi yang hebat, tentu akan mengantarkan paham yang benar atas pribadi Sayyidah ‘Aisyah. Itu juga merupakan bantahan keras terhadap beberapa orang yang benci pada Islam (phobia Islam) menggambarkan seolah hina, korban nikah dini, atau tuduhan-tuduhan keji lainya yang sebetulnya tidak sama sekali benar. Ocehan yang penuh dendam dan benci dari kelompok politisi India belakangan ini atas hinaannya kepada Kanjeng Nabi dan Sayyidah ‘Aisyah yang keduanya sungguh amat sangat mulia.
Kita memahami beberapa bait di atas seperti bait nomor 1, yang menjelaskan bahwa Sayyidah ‘Aisyah sudah ditakdirkan oleh Allah menjadi Ummul mukminin (ibunya orang-orang beriman), bait nomor 2 menunjukkan bahwa Sayyidah ‘Aisyah menjadi istri Rasulullah adalah untuk penjelas dari keutamaan dan kelebihannya Rasulullah SAW, penyampai sabdanya Rasulullah SAW. Takdir Tuhan yang maha besar atas Sayyidah ‘Aisyah untuk mendampingi Rasulullah SAW Sekali lagi ini kehendaknya.
Lihat pula bait nomor 4, Syaikh Ibnu Buhaij ingin menjelaskan kepada kita bahwa Allah SWT telah mengkhususkan Sayyidah ‘Aisyah dari antara istri Rasulullah SAW lainnya sebagai yang mampu menyandingi sifat-sifat mulianya, sifat sifat baiknya. Pahami pula bait nomor 11 bahwa Allah SWT sudah mentakdirkan untuk meninggikan derajatnya sebagai manusia, memuliakan kehormatannya karena menemani kehidupan Rasulullah SAW, dan itu merupakan jaminan Allah terhadapnya.
Sekali lagi, Sayyidah ‘Aisyah tidak dipahami sebagai di luar takdir Tuhannya, tidak dipahami pula sebagai pribadi yang dipaksakan, juga tidak dipahami sebagai korban pernikahan dini. Tetapi jelas Sayyidah ‘Aisyah adalah perempuan mulia, perempuan berderajat tinggi, perempuan salehah, perempuan yang menyejarah, perempuan perawi hadits, perempuan hebat, istri yang dikasihi Rasulullah SAW. Eksistensi spiritualnya lebih tua dari usianya yang belia. Kelebihan akal dan jiwanya lebih tua dari fisiknya yang masih remaja.
Petir, 09-06-2022
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten
Sekretaris Hubungan Antar Umat Beragama
MUI Provinsi Banten
Pengurus Jatman Provinsi Banten