“Pengecut hanya mengancam di saat dia aman.”
(Johann Wolfgang von Goethe)
OLEH: FAQIH WIRAHADININGRAT
PERTANYAAN LOGIS DENGAN JAWABAN SEDERHANA
Ada pertanyaan besar. Di manakah posisi Para Habib pada HARI PAHLAWAN pada tanggal 10 Nopember 1945? Apakah mereka ikut berjuang dalam perang dahsyat di Surabaya pada saat itu?
Ataukah justru bersorak gembira, sembari berdoa agar Sekutu menang dan Belanda kembali menjajah Nusantara?
Tidak perlu seorang yang jenius untuk menjawab pertanyaan mudah tersebut. Tidak pula dibutuhkan seorang profesor sejarah demi memahaminya, cukup dengan logika sederhana saja.
Mari kita jawab dengan fakta sejarah :
- Kaum Ba’alwi didatangkan ke Nusantara demi kepentingan Penjajah Belanda. Mereka 100% naik kapal Belanda, bekerja ikut Belanda, dapat gaji, fasilitas tanah, jabatan dan tentu saja menjadi antek Belanda demi melanggengkan penjajahan atas Bumi Nusantara.
- Para Habib yang mengaku cucu Nabi padahal aslinya ras Yahudi Khazari, digunakan untuk mengkooptasi Ummat Islam agar tidak bangkit mengobarkan perang besar kembali. Pasca Perang Diponegoro (1825-1830), Belanda nyaris bangkrut. Negerinya sampai terpecah-belah di Eropa, menjadi Belgia, Luxemberg, dan sebagian dicaplok Prusia (Jerman). Belum lagi perang di Aceh yang berkepanjangan, serta di berbagai penjuru Kesultanan Nusantara lainnya. Pada tahun 1832 proyek mendatangkan kaum imigran dari YAMAN, negara paling miskin di Jazirah Arab dimulai. Dengan embel-embel mengaku cucu Nabi mereka diangkat di berbagai wilayah sebagai sosok MUFTI yang memberi fatwa jahat dan biadab. Diantaranya yaitu Mufti Batavia Usman bin Yahya yang mengharamkan pemberontakan pada Belanda. Lalu dia menghukumi sesat pada gerakan Thoriqoh karena perlawanan dari Kaum Sufi inilah yang paling sulit untuk dipadamkan. Dan tentu saja yang paling terkenal adalah ketika dia mendoakan secara menjilat pada Ratu Belanda pada hari ulang tahunnya. Sebagai imbalannya dia dapat gaji besar, fasilitas mewah dan medali penghargaan. Juga yang lainnya, ada Mufti Jawa Timur Ismail bin Abdullah Alatas yang mendoakan agar Belanda menjajah Nusantara untuk selama-lamanya. Ini belum lagi kejahatan mereka di berbagai penjuru, seperti pengkhiatan oleh Habib Abdurrahman Azzahir kepada perlawanan Bangsa Aceh. Atau terpancungnya Demang Leman pemimpin perlawanan Banjar oleh Habib Hamid bin Ali Alaydrus.
- Kaum Ba’alwi absen di dalam berbagai momen kebangsaan. Baik itu momen Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, atau pada persiapan kemerdekaan baik melalui BPUPKI dan PPKI, apalagi pada hari Proklamasi 17 Agustus 1945. Hingga mereka juga tidak nampak batang hidungnya (yang panjang melengkung khas Yahudi) dalam mendukung Resolusi Jihad 22 Oktober 1945. Fatwa yang monumental dari Hadrotussyaikh Hasyim Asy’ari inilah yang mempertegas kebulatan tekad dari Ummat Islam di dalam mempertahankan kemerdekaan.
- Akhirnya dampak dari seruan perang suci tersebut, para Kyai Pesantren dan Kaum Santri dengan didukung oleh barisan rakyat dan laskar pejuang melakukan perang puputan pada tanggal 10 Nopember 1945. Yang dihadapi juga tidak main-main. Yaitu pasukan Sekutu, terdiri dari gabungan pasukan Inggris yang membonceng Belanda. Dimana mereka sedang berada di puncak kesombongan akibat kemenangannya pada Perang Dunia II melawan Jerman, Jepang dan Italia. Dan dalam perang habis-habisan tersebut, 100.000 gabungan Laskar Pejuang Nusantara dari berbagai daerah tumplek-blek di Surabaya menghadapi bombardir Inggris dari darat, laut dan udara. Tak terhitung berapa korban jiwa di kedua belah pihak. Dan hingga kini tidak terdengar seorang Ba’alwi tampil ikut berjuang dan gugur di dalam perang tersebut. Lalu kemanakah mereka? Jawabannya adalah mereka NGUMPET DAN NGUNGSI sesuai arahan mantan juragannya Belanda yang membonceng pasukan Sekutu tersebut. Gunanya untuk apa? Tentu saja agar nantinya tetap berguna bila Belanda kembali menancapkan kukunya lagi di Nusantara.
- Anda tidak percaya? Sekarang jawab pertanyaan berikut. Di Surabaya jumlah mereka sangat banyak. Kebanyakan mereka tinggal di bekas tanah perdikan Sunan Ampel yang kini hampir ludes dikavling Belanda untuk mereka. Lokasi Ampel dekat dengan Jembatan Merah tempat terbunuhnya Brigjend Mallaby, juga tidak terlalu jauh dari pesisir utara tempat membanjirnya kapal-kapal perang sekutu. Bila mereka ikut berjuang dalam peristiwa 10 Nopember, harusnya lokasi yang dekat tersebut membuat mereka mendirikan laskar perlawanan atau ikut mengatur pasukan. Namun nyatanya? NIHIL !!!
Dan bila mereka benar mendukung kemerdekaan, adakah jejak mereka ikut berjuang di dalam Perang Kemerdekaan dalam Agresi Militer 1 dan 2? Adakah mereka ikut di dalam perang fisik tersebut ataupun sekedar menjadi seorang diplomat yang anti penjajahan? Yang ada malah tampil sosok seorang Hamid Algadri yang menjadi ajudan Ratu Belanda dan enak-enakan di Belanda di kala bangsa Indonesia mati-matian mempertahankan kemerdekaan.
DAMPAK PERISTIWA 10 NOPEMBER 1945
Peristiwa yang kini dikenal sebagai Hari Pahlawan tersebut sungguh sangat menggetarkan dunia. Betapa tidak karena ini memberikan dampak beragam :
- Memberi pukulan keras kepada Inggris dan Sekutu bahwa sebagai pemenang Perang Dunia II ternyata mereka harus mengalami tragedi memalukan di Indonesia. Betapa tidak mereka yang tidak kehilangan seorang Jenderal pun dalam perang dunia, harus kehilangan 2 orang jenderalnya di Surabaya : MALLABY dan SYMONDS.
(https://www.google.com/amp/s/manado.tribunnews.com/amp/2020/11/09/mallaby-dan-guy-loder-symonds-2-jenderal-inggris-yang-gugur-dalam-pertempuran-di-surabaya) - Membangkitkan semangat nasionalisme dan perjuangan bagi Bangsa Indonesia. Bahwa sebagai bangsa yang baru merdeka dan mengkonsolidasikan diri, ternyata mampu memberikan perlawanan hebat pada era perang modern. Perang yang heroik ini memang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang besar. Tercatat sekitar 16 ribu tentara Indonesia dan 6 ribu pasukan Sekutu yang tewas. Sementara untuk korban sipil, jatuh korban sekitar 20 ribu nyawa. Mereka dari barisan laskar santri dan rakyat jelata yang harus tewas untuk menjadi bunga abadi bagi Ibu Pertiwi yang akan selalu harum mewangi.
- Tercatat kehancuran infrastruktur di Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, serta 150 ribu pengungsi yang keluar kota menuju lokasi yang dirasa aman. Penulis yakin diantara 150 ribu orang ini begitu banyak kaum pengecut Ba’alwi yang mengungsi dengan terkencing di celana, sambil berdoa agar perang cepat usai dan kemenangan berada di pihak Belanda. Tujuannya, agar mereka bisa kembali hidup makmur, bergelimang fasilitas, serta menjadi warga kelas elit lagi. Suatu semangat rasisme yang nyata-nyata masih ingin mereka pertahankan di era kemerdekaan hingga kini, dengan arogansi yang berdiri di atas klaim sesat sebagai keturunan nabi.
- Perlawanan massif di Surabaya, segera menjalar ke seluruh kota di penjuru negeri. Dan perjuangan di Nusantara ini menjadi prototipe atau percontohan bagi semua bangsa di seluruh muka bumi, bagaimana kemerdekaan itu harus direbut dan bukan semata diberi. Kelak Indonesia menjadi pelopor utama di dalam gerakan Asia-Afrika yang membangkitkan dan membidani kemerdekaan di negara-negara terjajah dari kedua benua tersebut.
- Dengan keberanian dan semangat MERDEKA ATAU MATI yang menjadi semboyan, membuat penjajah harus memutar otak dengan strategi baru. Mereka berlaku licik dengan mengatur ritme dan tarik-ulur perundingan. Dari sini perlahan semangat perlawanan bisa digembosi dan dibuat perpecahan dari dalam. Tercatat di hampir setiap perundingan, kita selalu ‘dikadali’. Sementara itu beberapa kali PKI yang dimotori Muso Al Munawwar melakukan manuver hingga menusuk dari belakang melalui pemberontakan Madiun 1948. Semuanya menguntungkan penjajah. Hingga pada tahun 1949 mutlak hanya tinggal Jogjakarta yang menjadi wilayah Indonesia. Namun atas kehendak Allah dimana tetap meridhoi bangsa ini kembali berdaulat sepenuhnya. Hingga terjadi Serangan Fajar ‘Janur Kuning’ pada 1 Maret 1949. Serangan yang frontal ini dijiwai oleh pertempuran 10 Nopember 1945, dimana membuat mata dunia terbuka bahwa bangsa Indonesia masih ada. Dan akhirnya mampu memaksa Belanda untuk hadir dan berunding pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Pada puncaknya kemudian terjadilah penyerahan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949.
(https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Konferensi_Meja_Bundar)
MENYIKAPI KAUM PENGECUT
Dari ulasan sejarah tersebut, makin jelaslah sepak-terjang Klan Habaib Ba’alwi sebagai antek dan jongos penjajah. Dan Kaum Pengecut yang NGUMPET DAN NGUNGSI pada hari Pahlawan tersebut sungguh memang tidak tahu malu. Kini setelah Belanda kabur dan situasi sudah aman, mereka mengaku-ngaku sebagai para pejuang yang paling berjasa bagi kemerdekaan bangsa.
Kaum Pengecut yang licik ini melakukan kejahatan brutal bagi kebangsaan sebagai berikut :
- Mengklaim sejarah kemerdekaan dimana mereka tidak terlibat di dalamnya. Seperti penentuan hari kemerdekaan, asal-usul bendera merah-putih, lagu kebangsaan, perancang lambang negara Burung Garuda Pancasila, dan lain sebagainya.
- Mengaku keturunan Pahlawan Nasional dan para leluhur bangsa lainnya.
- Membuat makam fiktif dan sekaligus memalsukan makam yang asli dari para pembesar Nusantara untuk diakui sebagai datuknya.
Dan kesemua kejahatan bagi kebangsaan tersebut masih banyak lagi bila harus ditambahkan dengan gerakan politik mereka yang jauh dari keluhuran, penuh caci-maki, terindikasi radikalis dan menabrak ideologi bangsa. Dalam gerakan spiritual, atas dasar kebohongan sebagai CUCU NABI mereka membuat fatwa sesat, cerita khurofat dan perilaku bejad. Yang kesemuanya mengalir dalam HOBBY NGIBUL dan PERILAKU CABUL.
Maka yang harus dilakukan adalah :
- Membangkitkan kesadaran seluruh anak bangsa, lintas etnis, ras dan agama agar melawan KAUM RASIS dan PEMALSU SEJARAH BANGSA ini.
- Bernarasi tegas dan bertindak jelas bahwa kejahatan ini harus dilawan bila tidak ingin bangsa ini semakin rusak perikehidupannya.
- Mendesak negara hadir untuk menertibkan semua klaim sebagai keturunan Nabi dengan kaidah yang jelas. Karena dari sinilah segala akar kejahatan Kaum Habaib Ba’alwi memperoleh legitimasinya.
- Negara dengan segala perangkat yang dimilikinya harus meluruskan sejarah bangsa yang hendak dibelokkan, sekaligus menerapkan payung hukum dan sanksi yang tegas.
- Negara juga harus melindungi seluruh situs sejarah dan makam leluhur bangsa sebagai cagar budaya. Agar tidak mudah dipalsukan oleh para durjana dan kaum pengecut yang akan menjadi maling dan perampok di Nusantara.
Sebelum tulisan ini diakhiri, marilah kita mengheningkan cipta dan berdoa bagi seluruh Pahlawan Bangsa di segala medan perjuangannya dan di setiap lini masa, semoga mereka diterima di sebaik-baik tempat di sisi Allah SWT. Sekaligus semangat dan ketauladanan mereka dapat selalu menjiwai dan mengalir ke setiap sanubari kita dan para penerus bangsa ini selama-lamanya.
Aamiin.
Demi kemuliaan Ibu Pertiwi yang hendak diperkosa oleh para Imigran Rasis, marilah kita berpantun :
“ADA BABI DISANGKA SAPI. NGAKUNYA CUCU NABI, EH GAK TAHUNYA TURUNAN YAHUDI !”
Wassalamu’alaikum, Rahayu Nusantaraku !
(Banyumas, 10 Nopember 2024)