“Penjajah mudah dikenali, tetapi pengkhianat bangsa sulit terdeteksi !”
(Jenderal Sudirman)
Hari Pahlawan 10 November 1945 adalah peristiwa dahsyat. Tidak saja bagi Indonesia, tapi juga bagi dunia, dan terutama bagi Inggris.
Bagi Indonesia, Hari Pahlawan menegaskan pilihan. Bagaimana sebuah bangsa mempertaruhkan segalanya untuk terbebas dari penjajahan.
Merdeka atau Mati !
Bagi dunia, kisah heroik 10 November 1945, menjadi role model bagaimana cara menegakkan harga diri sebuah bangsa. Bahwa kemerdekaan harus direbut dan dipertahankan. Bukan diberi cuma-cuma. Baik dengan iming-iming persemakmuran atau perlindungan dalam aliansi militer, layaknya mantan jajahan Inggris Raya.
Dan Indonesia menolak di bawah bayang-bayang siapapun. Termasuk tawaran Ratu Wilhelmina dengan persemakmurannya. Sang Ratu mantan juragannya Sang Mufti Usman bin Yahya ini menawarkan janji sangat manis. Sebuah topeng yang haus darah. Namun kita tidak tertipu. Dan jangan sekali-kali pernah tertipu oleh mantan penindasmu (termasuk oleh jongosnya). Sebab, hanya orang tolol yang jatuh di lubang yang sama.
Sekali Merdeka Tetap Merdeka !
(https://tirto.id/impian-persemakmuran-buyar-belanda-kembali-tak-signifikan-gLBr)
Harusnya karakter bangsa yang sehebat ini, dimiliki oleh semua warga bangsanya. Tidak sudi di bawah kooptasi siapapun. Apalagi oleh dzurriyah Nabi yang palsu macam Ba’alawi. Mantan antek penjajah yang hobbynya menganyam ilusi. Tentang kehebatan datuknya yang konon gudangnya wali. Sambil dongeng glorifikasi pemalsuan sejarah Nusantara. Dari bendera hingga pencaplokan para pahlawan bangsa.
Imigran sesat dengan penipuan hebat. Miris, tragis dan ironis.
Sementara bagi Inggris, yang ‘disewa’ untuk membonceng Belanda. Ini menjadi kejadian yang amat sangat memalukan. Dimana sebagai pemenang PERANG DUNIA II, mereka mampu menghancurkan pasukan monster NAZI JERMAN dan Fasis Italia. Yang sangat dahsyat kesolidan pasukan serta terknologinya. Dan mereka tidak kehilangan seorang Jenderal pun disana. Di medan pembantaian terbesar sepanjang sejarah manusia. Diperkirakan sekitar 65 juta manusia menjadi korban kematiannya (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perkiraan_jumlah_korban_Perang_Dunia_II).
Namun di Indonesia, mereka tertampar dengan amat sangat kerasnya. Ya, 2 jenderalnya tewas sia-sia. MALLABY dan SYMONDS. Dan hal ini akan diingat oleh militer Inggris selamanya, hingga mungkin negeri mereka gulung tikar nantinya.
(https://harian.disway.id/read/740095/sejarah-hari-pahlawan-kronologi-peristiwa-10-november-1945-di-surabaya)
Kita tidak akan mengulas panjang-lebar perang sporadis yang dimotori kaum ulama dan santri tersebut. Dimana dengan senjata seadanya, bahkan dengan bambu runcing semua bergerak mengisi ruang kosong dan asa yang tersisa. Demi Indonesia yang merdeka selamanya. Dimana 20 ribu tentara republik disokong 100 ribu pasukan rakyat menghadang gabungan puluhan ribu pasukan sekutu Inggris-Belanda dengan senjata super lengkap.
Juga bagaimana Bung Tomo membakar semangat melalui orasinya yang legendaris dan menggetarkan. Termasuk ijazah Takbir 3x dari Mbah Hasyim Asy’ari kepadanya. Sebagai seruan jihad yang dengan daya magisnya, mampu membakar semangat para pejuang yang tumplek-blek di Surabaya.
(https://www.dutaislam.com/2016/08/atas-ijin-kh-hasyim-asyari-takbir-bung-tomo-bersanad-hingga-rasulullah.html)
“Harapan adalah kekuatan terbesar umat manusia !” Selama masih punya harapan maka manusia akan selalu bergairah dan berjuang untuk nasibnya.
Harapan sebuah bangsa yang bermartabat, adalah kemerdekaan. Dan semua yang terlibat di hari itu adalah Pahlawan yang akan dikenang selamanya. Baik yang tercatat dalam sejarah, maupun yang terlupakan. Semua tetes darah dan keringat yang tertumpah di bumi pertiwi, akan menjadi amal jariyah bagi kemakmuran negeri ini. Selamanya hingga Hari Penghakiman tiba. Termasuk juga penghakiman bagi para pengkhianat tentunya.
Lalu siapakah pengkhianat bangsa di hari bersejarah itu?
Tentu saja mereka yang tidak tercatat secara nyata di dalam Laskar ataupun kelompok pejuang di dalamnya.
Lalu dimanakah Ba’alawi ‘Sang Cucu Nabi’?
Itulah pertanyaan yang harus dijawab para Sejarawan dan anak bangsa lainnya.
Setelah didatangkan oleh kapal Belanda. Dapat gaji, tanah, pekerjaan, warga elit diatas pribumi. Bahkan menjadi mufti yang anti dengan kemerdekaan bangsa. Lalu menjadi rasis dengan fatwa sesatnya terkait kesederajatan pernikahan. Hingga absennya di Sumpah Pemuda 1928, BPUPKI, hingga PPKI. Lalu setelah mendengar mantan majikannya yang memberikan berjuta kemuliaan mau datang lagi, kira-kira dimana keberpihakannya?
Dan adakah jejak dalam perang mempertahankan kemerdekaan baik di peristiwa Hari Pahlawan, atau di Agresi Militer 1947 dan 1948, hingga akhirnya memperoleh pengakuan utuh Belanda 1949.
Tanpa bermaksud berprasangka, jejak tersebut seolah seperti mencari jarum di lambung padi.
Dan, tiba-tiba setelah Indonesia merdeka dan menjadi negeri yang makmur. Semua ingin diklaim hasil perjuangannya. Ini sih namanya PAHLAWAN KESIANGAN.
Dengan klaim sebagai Cucu Nabi, semua kebajikan seolah milik mereka. Walau kenyataan berbicara sebaliknya.
Ironi dari Kaum Pendongeng. Pemuja Tarim yang konon lebih mulia dari Karbala. Bahkan mungkin dari 2 tahta suci Haromain, Makkah dan Madinah.
Maklumlah di Karbala, Iraq dan sekitarnya, kehilangan jejaknya.
Dan di Haromain pernah dihukum cambuk oleh penguasa yang asli dzurriyah Nabi (Kitab Al Istizadah :1093).
LONDO IRENG
Secara harfiah Londo Ireng adalah sebutan untuk tentara bayaran Belanda yang berasal dari Afrika. Namun pada gilirannya karena mendapat kemakmuran yang menggiurkan. Sehingga banyak pribumi yang latah menjadi serdadu Belanda pula. Mereka terkenal justru lebih kejam dari Belanda. Maklum jongos akan selalu berusaha memuaskan majikannya. Tidak peduli bangsanya sendiri pun akan dikhianati demi isi perutnya.
Benarlah kata pepatah : “Mereka yang mementingkan isi perutnya, derajatnya tak lebih dari apa yang keluar dari perutnya !”
Para pengkhianat ini akan selalu ada di setiap jaman. Dengan segala bentuk dan jelmaannya. Termasuk narasi pembelaan akan rungkadnya nasab Ba’alawi. Ini pun keluar dari pribumi yang sebenarnya tidak ada kaitan apapun dengannya. Di tengah diam dan serba-salahnya Ba’alawi, maju salah mundur kena. Mereka gigih menggoreng kebodohan dan kekonyolan yang akan dicatat dalam sejarah bangsa ini. Yang tidak punya latar belakang sejarah mengaku historian atau peneliti sejarah. Dan yang tidak punya sanad biologi, tiba-tiba menyanggah peneliti Biologi.
Mirip perlawanan sporadis 10 November.
Cuman bila dulu para pejuang dengan bambu runcingnya.
Kini para Londo Ireng dengan dengkul tumpulnya.
Lelucon para pembela BA’ALAWI :
“Dengarnya setengah, ngertinya seperempat, mikirnya nol, tapi menyampaikan double !”
Contoh :
- Hanya karena dapat sponsor jalan-jalan ke Yordan, senangnya minta ampun. Apalagi bisa ketemu tokoh. Lalu Sang Tokoh yang mufti diklaim mendukung nasab Ba’alawi. Inilah anak kecil dikasih permen, lalu teriak-teriak telah makan buah kelengkeng.
- Bedakan Mufti dengan Naqib saja gak becus. Yang satu urusan fiqih atau fatwa hukum-hukum Islam. Dan yang lain urusan silsilah nasab. Bilang 7 Naqoabah mendukung Ba’alawi. Tapi tak bisa tunjukkan BUKTI ISBAT NAQOBAH, yang berani keluarkan syahadah nasabnya Ba’alawi.
Tapi ya sudahlah, pecundang akan selalu punya seribu kebohongan. Dan pemenang hanya butuh memberikan satu pembuktian. Apa itu? Isbat Nasab dari Naqobah negeri leluhur. Bila zonk, maka anda sedang menjadi penipu paling mbanyol. Silahkan pakai topeng monyet agar tidak kelihatan makin konyol.
Agaknya si jongos sedang putus asa. Seputus asa nasib nasabnya Ba’alawi. Yang bingung menganyam ilusi nama Kang Ubed jadi anaknya Sayyid Ahmad Al Husaini.
Bagaimana tidak putus asa :
- Bukti kitab nasab sezaman tidak pernah ada, hanya janji dan harapan palsu. (Uhuk..hoek byorrr).
- SNP Y-DNA Al Abbasi bin Ali dibilang Al Musawi Al Husaini. Bohong kok konyol banget. (Prettt).
- Jalan-jalan ke Timur-Tengah, tidak berhasil ketemu Naqib, tapi koar-koar nasab majikannya selamat. Laksana jumpalitan di pepohonan, dengan gembira pamer pisang mainan. Miris.
Di tulisan sebelumnya, telah penulis nasihati. Bagaimanapun memberi harapan palsu kepada yang palsu tetaplah berdosa. Eh, bukannya tobat, malah makin bertingkah. Dan tidak tahunnya, dia sendiri juga palsu. Google Scholar nihil, situs PDDIKTI juga menjerit terkekeh-kekeh. Dasar Romli, rombongan liar….
Di Hari Pahlawan ini, penulis ingin menutup dengan sebuah narasi :
“Pahlawan adalah pemilik kebenaran. Dan kebenaran akan selalu menemukan jalan kemenangan. Sementara Pengkhianat adalah hamba kebatilan, dan mereka akan hancur dalam kehinaan !”
Salam Hormat buat Para Pahlawan. Yaitu bagi mereka yang tidak pernah takut, untuk berkata tidak kepada penindasan dan penjajahan !!!
Wassalamu’alaikum, Rahayu Nusantaraku,
November 2023
(KRT. FAQIH WIRAHADININGRAT)