Mama Ahmad Syathibi (Mama Gentur) lahir sekitar tahun 1253 Hijriyah atau 1837 Masehi, meninggal di Cianjur, Indonesia pada Rabu 14 Jumadil Akhir 1365 Hijriyah, tanggal 15 Mei 1946 Masehi. Tanpa diketahui secara pasti tanggal kelahirannya di kampung Gentur Cianjur Jawa Barat, yang jelas beliau keturunan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan Tasikmalaya Jawa Barat Tatar Pasundan.
- Nama asli: Ahmad Syathibi
- Lahir: Gentur, Warung Kondang, Cianjur Jawa Barat, Hindia Belanda
- Meninggal: Gentur Warung kondang Cianjur Jawa Barat Indonesia
- Nama lain: Adun, Dagustani, Ahmad Syathibi, Syekh Ahmad Syathibi Al-Qonturi, Al-‘Alim Al-‘Allamah Al-Kamil Al-waro’ Asy-Syaikh Ahmad Syathibi Bin Muhammad Sa’id Al-Qonturi Asy-Syanjuri Al-Jawi Assyafi’i.
العالم العلامة الكامل الورع الشيخ احمد شاطبی بن محمد سعيد القنتورية السنجوري الجاوی الشافعي
- Suku: Sunda
- Pekerjaan: Pengejar di Pondok Pesantren Gentur Cianjur dan Masjid Agung Cianjur
- Zaman: Hindia Belanda
- Gelar: Al-‘Alim Al-‘Allamah Al-Kamil Al-Waro’
- Denominasi: Sunni
- Pasangan: Hajjah Siti Nafi’ah/Hajjah Siti sholihah
Orang Tua
- Ayah: Mama H. Muhammad Sa’id Bin Mama H. Abdul Qodir Bin syekh Nur Hajid Bin Syekh Nur Katim Bin Syekh Dalem Bojong Bin Syekh Abdul Muhyi Bantar Kalong Pamijahan Tasikmalaya Dan nasabnya sampai pada Rasulullah SAW.
- Ibu: Hajjah Siti Khodijah
Anak-anak
- Mama H. Hidayatullah (Aang Baden), Pengajar Pondok Pesantren Picung Gentur Warung Kondang Cianjur
- Mama H. Romatullah (Aang Eyeh), Pengajar Pondok Pesantren Gentur Warung Kondang Cianjur
- Mama H. Hasbullah (Aang Abun), Pengajar Pondok Pesantren Gentur Warung Kondang Cianjur
- Mama H. Abdul Haq Nuh (Aang Nuh), Pengajar Pondok Pesantren Gentur Warung Kondang Cianjur
- Hj. Siti Aminah (Ibu Hj. Mas Noneh), Pengajar Ponpes Gentur Cianjur
- Hj. Mas Ucu Qoni’ah, Pengajar Ponpes Gentur Cianjur
Kerabat
- Hajjah Ruqiyah Pengajar Ponpes Cipadang Cianjur (kakak)
- Mama H.Ilyas (Mama H.Yahya) Pengajar Ponpes Babakan Bandung Sukaraja Sukabumi (kakak)
- Mama H. Muhammad Qurtubi (Mama Ajengan kidul) pengajar Ponpes Gentur Cianjur (Adik)
Sejarah
Syekh Ahmad Syathibi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mama Gentur, beliau adalah ulama dari tanah Pasundan. Mama (dibaca juga: Mama) merupakan istilah Bahasa Sunda yang berasal dari kata Rama, yang berarti Bapak. Di kalangan masyarakat Jawa Barat kata Mama biasanya disematkan kepada Ajengan atau Kiai yang ilmunya tinggi, sehingga sebutannya menjadi Mama Ajengan atau Mama Kiai. Sementara Gentur adalah sebuah Desa yang berada di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Jawa Barat.
Nama sewaktu kecilnya bernama Adun setelah pulang dari Mekah di ganti menjadi Dagustani, namun nama Masyhurnya kini adalah Al A’lim Al ‘Allamah Al-kamil Al-waro’ Asyaikh Ahmad Syathibi atau orang sunda yang jadi anak muridnya menyebutnya (Mama Gentur).
Perjalanan
Dari Syaikh Ahmad Eumed (Mama Cimasuk Garut) Bin Syaikh Muhammad Rusdi (Mama Haur Koneng Garut). “Waktu saya mengunjungi Mama Gentur, beliau mengisahkan, “Bahwa Mama dulu ketika menginginkan punya ilmu yang besar tapi mama bingung memilih guru untuk ngaji kemana”?
Akhirnya Mama berangkat ziarah ke makam Habib Husain Bin Abu Bakar Alaydrus (wali luar batang Jakarta), disitu Mama membaca sholawat sebanyak 4444 kali dan tamat sebanyak 44× dalam waktu 8 bulan, kemudian Mama bermimpi ketemu dengan Wali Luar Batang dan berkata “Kalau kamu benar-benar mau punya ilmu yang besar segeralah pergi ke daerah Garut”.
Jejak Pendidikan
1. Pesantren Keresek Garut
Maka kemudian mama berangkat ke Ponpes Keresek Garut kata Mama Keresek “Kalau Ananda mau punya ilmu yang besar besok Mama antar ke paman Mama yaitu Pangersa Mama Ajengan Muhammad Adzro’i di Bojong, sebab pada waktu sekarang ini para sepuh yang punya ilmu yang besar di tiap Kabupaten juga kebanyakan yang nyantri ke paman Mama tersebut yaitu Mama Ajengan Adzro’i Bojong Garut”. Mama Gentur menginap semalam di Keresek dan besoknya berangkat diantarkan ke Pesantren Bojong.
2. Pesantren Bojong
Di ceritakan begitu masuk Pesantren di sumpah jikalau tidak mempunyai ilmu Sihir kemudian beliau melaksanakan sumpahnya bahwa tidak mempunyai ilmu sihir barulah beliau diterima menjadi muridnya Mama Bojong, makanan yang biasa beliau makan di Pesantren cukup dengan talas yang ‘dicuilkan’ kedalam sambel roay tidak pernah makan yang enak dengan rupa-rupa makanan. Ketika mendapati masalah kitab yang susah di faham beliau menghadiahi mualifnya dengan makanan dan Aurod Sholawat, hanya dalam 40 hari di pondok Bojong beliau sudah menghafal kitab: Yaqulu (Nadzom Maqsud dlm ilmu Shorof), Kailani (ilmu Shorof), Imriti (ilmu nahwu), Alfiyah (ilmu Nahwu dan Shorof), Samarqondy (ilmu Bayan) dan Jauhar maknun (ilmu Ma’ani Bayan dan Badi).
Keunggulan Pesantren Bojong Garut adalah para santri yang sudah belajar 2 tahun biasanya sudah jadi Al’alim Al’allamah, Mama Gentur menetap di Bojong hanya sampai 1 tahun hingga akhir bulan Sya’ban karena di suruh Gurunya Syaikh Muhammad adzro’i untuk menemani Kiai Muhammad Rusdi untuk berguru ke Mama Gudang Tasikmalaya sekarang, yang sudah menetap selama 4 tahun. Kiai Rusdi merupakan santri Bojong, disaat Mama Gentur mulai mondok di Bojong tersebut Kiai Rusdi sudah genap 3 tahun. Ketika Kiai Rusdi sudah genap 2 tahun sudah di suruh mukim oleh Mama Adzro’i karena sudah ‘Allamah namun ayahnya dan kakeknya belum mengijinkan, sebab menurut kakeknya yaitu Syekh Utsman berkata pada Mama Bojong Syekh Adzro’i “Ajengan khawatir masih muda baru usia 17 tahun entar jadi Kiai Nunggul dan takut kasar bahasanya.” Kemudian dijawab oleh Mama Bojong” tidak akan jadi Kiai Nunggul Mang Haji saya yang bertanggungjawab bahkan santrinya juga putra-putra saya dan santri-santri saya”. Kemudian dijawab lagi oleh kakeknya, “Ajengan semoga berkenan menambah lagi ilmunya kepada cucuku itu, agar cucuku itu ilmunya bertambah matang, pahamnya semakin bertambah jenius”.
Maka kemudian Mama Bojong bersedia untuk mengajar Kiai Rusdi lagi, ketika Kiai Rusdi sudah genap 4 tahun di pesantren Bojong sedangkan Mama Gentur genap 1 tahun, dari situ Kiai Rusdi disuruh ngaji ke Mama Syuja’i Gudang Tasikmalaya ditemani Mama Gentur.
3. Pesantren Gudang
Menurut penuturan Mama Gentur, Mama Gudang ketika sedang mengajar dihadapan Kiai Rusdi dagu dan badan beliau gemetar dikarenakan sungkan akan ilmunya Kiai Rusdi, bahkan Mama Gudang berkata kepada Mama Gentur, “katakan ke Kiai Rusdi segeralah mukim bukankah Kang Adzro’i pun sudah menyuruhnya dan sudah ada dalam ridho Guru?” Kemudian Mama Gentur menyampaikan amanat dari Gurunya dengan sebisa bisa bicara kepada Mama Ajengan Rusdi, namun tetap saja ayah dan kakeknya belum menyetujuinya.
Kemudian Kiai Rusdi setelah mondok di Gudang beliau pindah lagi ke Syekh Muhammad Shoheh Buni Kasih Cianjur, yang disebut Ba’dul ikhwan oleh Syekh Ibrohim Al Bajuri dalam kitab Tizan.
Syekh Muhammad Shoheh Buni Kasih Cianjur dan Mama Adzro’i Bojong adalah teman sepondoK sewaktu ngaji di Syekh Ibrohim Al Bajuri. Mama Gentur terus tinggal di Gudang hingga 9 tahun lamanya. Waktu mondok di Gudang beliau pernah ziarah ke makam Geger Manah sebelumnya beliau puasa dulu 40 hari baru berangkatlah ke Geger Manah dan langsung mendatangi juru kunci makam, beliau disambut di rumah kuncen sembari di tanya perihal maksud dan tujuannya yaitu hendak tabaruk ziarah ke makam keramat kemudian diantarlah beliau ke makam keramat tersebut. Kira-kira jam 4 subuh beliau selesai pulang dari makam dan balik lagi ke tempat kuncen, kemudian kuncen menjamunya dengan rupa rupa makanan, selesai makan beliau bertanya kepada kuncen “Mang malem tadi ada hujan kesini gak?” Jawab kuncen “ah gak ada, memangnya ada apa Ajengan?” kuncen agak heran. “Waktu saya ziarah tiba-tiba ada hujan yang besar sekali petir menyambar nyambar disertai angin yang sangat kencang saya melihat pohon kayu yang amat besar merunduk-runduk ke tanah seperti mau runtuh”. Kuncen bertanya “terus ada apa lagi”? Jawab Mama Gentur” ah rahasia, saya gak sanggup menceritakannya.”
Di malam itu kata penduduk kampung terdengar suara ayam berkokok yang terdengar jelas oleh semuanya sedangkan di kampung itu tidak ada yang punya ayam yang berkokoknya seperti itu semuanya kaget kemudian menyelidiki dari mana asal suara ayam itu dan setelah ditelusuri ternyata mereka yakin suara itu berasal dari pasir (sunda: bukit atau gunung kecil), tempat makam yang diziarahi oleh Mama Gentur. Kata Mama Gentur “setelah 9 tahun di Gudang Mama berangkat ngaji ke Mekkah ke Syekh Hasbullah”.
4. Pesantren Di Mekah
Pertama ngaji di Syekh Hasbullah banyak yang menyepelekannya. Suatu hari Syekh Hasbullah berkata kepada murid-muridnya kira-kira begini artinya “Besok hari rabu kita akan mulai ngaji Kitab Tuhfatul Muhtaj, tapi sebelumnya kalian Muthala’ah dulu Kitabnya hasil Muthala’ah tuliskan dalam buku masing-masing, besok semua harus hadir dan bawalah hasil tulisan tersebut”, besoknya Syekh Hasbullah memeriksa buku-buku muridnya ketika melihat buku tulisan Mama Gentur beliau tertegun kemudian beliau memisahkan Buku Mama Gentur dan melanjutkan pemeriksaannya.
Setelah selesai beliau berkata “Ngaji Tuhfah batal sebab gak pantas Syathibi Ngaji kepada saya, bahkan seharusnya saya yang ngaji ke Syathibi, masalah yang belum saya muthala’ah dalam buku Syathibi sudah ada, saya gak sanggup mentaswirkan kitab di hadapan Syathibi”. Tetapi sebab semuanya meminta untuk diteruskan dan juga Mama Gentur mohon untuk diteruskan walaupun yg dibaca hanya lafadznya, maka barulah Syekh Hasbullah bersedia walaupun hanya lafadznya sampai tamat. Kata Mama Gentur “ilmu yang dipakai muthala’ah kitab Tuhfah tersebut adalah sebagian ilmu yang diterima Syaikhuna Bojong. Inilah ciri ‘Allamahnya Syaikhuna Bojong Garut. “Sewaktu di Mekkah Mama Gentur suka sholat di depan Baitullah, para askar sudah pada tahu dan memberi isyarat kepada jama’ah yang lain supaya ada tata hormat kepada beliau sembari berkata: “Hadza ‘Ulamaul Jawa”.
5. Pesantren di Mesir
Setelah sekian lama di Mekkah kemudian beliau berangkat ke Mesir dengan maksud mau melanjutkan tholab ilmunya namun ulama Mesir berkata “sudah tidak ada guru untuk Ahmad Syathibi”. Hanya ada satu ulama ahli qiro’at Qur’an yang berasal dari Indonesia juga yang bermukim di Mekkah yaitu dari pulau Bawean selanjutnya mereka saling menggurui Mama Gentur mengajarkan ilmu mantiq sedangkan ulama Bawean mengajarkan Ilmu Qira’at.
Sesudah Mama Gentur mukim di Mekkah selama 3 tahun kata satu riwayat kemudian ada utusan dari Syekh Muhammad Shoheh Buni Kasih Cianjur amanatnya, “katakan kepada Syathibi segeralah pulang kemudian mukim di Cianjur, sebab di Tatar Pasundan sudah tidak ada lagi yang kuat untuk menjadi pemimpin dan tauladan dari pengamalan ilmu yang sebenarnya”.
6. Pesantren Buni Kasih Cianjur
Kemudian Mama Gentur pulang ke Cianjur melanjutkan ngaji ke Syekh Shoheh Buni Kasih, kemudian mukim di Gentur, sebelum mukim beliau membaca Sholawat Nariyyah dulu sebanyak 4444 kali dengan maksud supaya mukimnya tambah ilmu dan tambah-tambah manfaatnya. Cara Mama Gentur menyebarkan ilmunya yaitu beliau tidak pernah mengajarkan suatu ilmu kepada murid-muridnya kecuali telah ia amalkan terlebih dahulu,seperti beliau mengizajahkan sholawat untuk umum sesudah diamalkan terlebih dahulu selama 40 tahun.
Beliau pernah diminta mengaji kitab Tuhfah Muhtaj, sebelum belajar mengaji beliau puasa dulu 40 hari, jika makan beliau cukup di mangkok dengan garam. Beliau tidak pernah makan enak sebagaimana keadaan beliau sewaktu nyantri di pesantren. Suatu ketika beliau di undang makan-makan oleh saudagar kaya raya di Cianjur, segala makanan dan minuman disediakan, namun yang beliau makan hanya sedikit nasi yang dicuilkan ke garam saja begitulah menu beliau makan selamanya.
Cuma pernah sesekali makan agak beda termasuk mewah menurut beliau yaitu makan dengan pepes Burayak (ikan kecil) hasil ternak beliau sebab kasab beliau adalah ternak telur ikan hingga jadi burayak, malah suatu ketika beliau ternak telur ikan di kolam ketika sudah jadi burayak, tidak biasanya semua bibit telur jadi dan mulus semuanya, dari situ Mama memanggil pekerjanya yang bernama Ki Yusuf “Suf coba sini bawa cangkul”. “Ada apa kang?” Jawab ki Yusuf. Kata Mama Gentur “coba kamu lubangi pinggir kolam ini kemudian buanglah sebagian airnya!!”
Ki Yusuf heran, “kalau begitu bukankah burayaknya pada kabur kang?” Timbal Ki Yusuf, Kata Mama, “iya sengaja biar pada kabur itu ikan-ikannya takutnya ini istidraj sadar diri belum bisa ibadah”.
Setelah terbuang sebagian air dan ikan-ikannya lalu ki Yusuf kembali menutup lubang air tadi.
Karya Tulis
Semasa hidupnya beliau mengarang banyak kitab kurang lebih 80 kitab berbahasa Arab dan Sunda, diantaranya:
- Sirojul Munir (dalam ilmu fiqih)
- Nadzom Azjurumiyah (dalam ilmu nahwu)
- Nadzom Adahlaniyah (dalam ilmu bayan)
- Fathiyah (dalam ilmu bayan)
- Nadzom Muqodimah Samarqandiyah (dalam ilmu bayan)
- Tahdidul ‘Ainain (dalam ilmu fiqih)
- Nadzom ‘Aduddiyah (dalam ilmu munadzoroh)
- Muntijatu lathif (dalam ilmu shorof)
- Nadzhom sulamuttaufiq, dan lain lainnya.
Sebagian karangannya dalam ilmu bayan ada yang menyebar sampai tanah Arab, para ulama Arab dan Mesir banyak yang membaca karya beliau dan memujinya seraya berkata “Ternyata di Jawa ada juga Ulama yang luas Ilmunya.”
Murid-murid
Beliau mempunyai banyak murid kurang lebih 3 ribu muridnya yang menjadi Ulama besar antara lain :
- Syekh Tubagus Ahmad Bakri (mama Sempur) purwakarta
- Syekh Ahmad Eumed (mama Cimasuk) Garut
- Syekh Zinal ‘Alim (Mama Haur Kuning)
- Mama Muhammad Umar Basri (Mama Fauzan) Garut
- Mama izuddin (Mama ci batu) Cisaat Sukabumi
- Aang zein Abdusshomad (Aang gelar) Cianjur Cibeber
- Syekh Muhammad Hasbullah (Mama babakan Bandung) Sukaraja Sukabumi
- Mama fudholi (Mama gentong) Ci Saat Sukabumi
- Mama abdushobur (Mama Gunung Sumping) Pelabuhan Ratu
- Mama Ahmad Inayatullah (Mama Warudoyong) Sukabumi
- Mama Hulaimi(Mama Darmaga) Bojong Picung Cianjur
- Mama Muhammad Eumed (Mama Rancabali) Majalaya Bandung
- Mama Muhammad syafi’i (Mama Ci Jerah) Bandung Kulon
- Abah Anom (Suryalaya Tasikmalaya)
- Mama Jajang Zubaidi (Mama Ci Jambu) cigombong Bogor
- Mama Ahmad Izuddin (Mama Kubang) Cibeber Cianjur
- Mama Sayuthi (Mama Pawenang) Nagrak Sukabumi
- Syekh Ahmad Rosyadi (Mama Ci Pelang) Ci jeruk Bogor
- Syekh Fahkruddin (Mama Sungapan) Ci Bereum Sukabumi
- Syekh Hasan Bashri (Mama Obay) Karawang
- Syekh Abdullah Nuh (Mama Ci Manggu) Bogor
- Abuya Sanja (Abuya Kadukaweng) pandeglang Banten
- Mama Sya’roni (Mama Gasol kidul) Cianjur
- Mama Ahmad Dimyati (Mama kedung) Ciranjang Cianjur
- Syekh Hambali (Mama Gasol kaler) Cianjur
- Syekh Izuddin (Mama Cijambe Fauzan) Warudoyong Sukabumi
- Syekh Zarnuji (Mama Pamuruyan) Cibadak Sukabumi
- Mama Abdullah (Mama jeungjing) Sukaraja Sukabumi
- Syekh Muhammad Syuja’i (Mama ciharashas) Cilaku Cianjur
- Syekh Hasan Hariri (Mama Cipriangan) Sukalarang Sukabumi
- Mama Hasan Bolang (Mama Cijambe) Pelabuhan Ratu
- Syekh Ahmad Basuni (Mama Baros) Karang Tengah Cianjur
- Mama Yasin (Mama CiKadu) Pelabuhan Ratu
- Syekh Bandaniji (Mama Sadamaya) Cibeber Cianjur
- Syekh Muhiddin (Mama Wangon) Ciawi Bogor
- Syekh Badruddin (Mama Cariu) Cugenang Cianjur
Dan masih banyak lagi lainnya yang belum ditulis.
Rujukan penulisan Biografi:
- Qoidatul Muhtaj – menceritakan sedikitnya riwayat Mama sepuh Gentur dengan para masyayikhil kirom dan yang lainnya waktu menimba ilmu.
- Arrisalatul Qonturiyah Fi Manaqibisy Syaikhil ‘Alimil ‘Allamatil Kamilil Waro’i Al Hajji Ahmad Syathibi Al-Qonturi Assanjuri Al-Jawi
- Tashilul Hilali Fi Manaqibi Mama Ahmad Syathibi.
نفعنالله بعلومهم اجمعين وتعود بركاتهم علينا اللهم احينا بحياة العلماء وامتنا بموت الشهداء واحشرنا يوم القيامة في زمرة الاولياء وادخلناوالجنة مع الانبياء اللهم حببنا الی حبيبك سيدنا محمد صلی الله عليه وسلم امين يارب العالمين والله اعلم بالصواب
والله الموفق الی اقوم الطريق.