Oleh: Kyai Hamdan Suhaemi
Riwayat Singkat
Syaikh Nawawi Pasir Bedil lahir di Pamarayan di tahun 1860, cucu dari Kiai Ali. Orang Pasir Bedil Warung Gunung memanggil akrabya dengan panggilan Mama Nawawi. Nawawi yang juga keponakan dari regent Khambali, satu diantara ulama besar yang berpengaruh di zamannya.
Menurut pitutur dari Mama Aning bin Mama Enjan (cucu Mama Nawawi) bahwa kakeknya ini pernah menjadi Qodli Agung Kawedanan Warung Gunung Lebak sebelum pusat pemerintahan beralih ke Rangkas Bitung.
Ulama besar asal Lebak ini telah mewariskan kepada kita satu kitab risalah yang berisi tentang soal-soal keimanan, uluhiyat, dan kalimat tauhid. Ditulis menggunakan huruf Arab tapi dengan narasi Bahasa Sunda, dan disusun secara tanya jawab (dialektik).
Soal Keimanan
Mengawali tulisan di kitab risalah tersebut, Syaikh Nawawi Pasir Bedil mengurai tentang hukum syara’, hukum aqal dan hukum adat. Dalam hukum syara’ terdapat ketentuan hukum seperti wajib, haram, sunnah, makruh dan jaiz, sedangkan dalam praktik ibadah ada ketentuan shah dan bathal.
Kemudian di awal risalah itu diuraikan tentang hukum aqal, hukum aqal yang dirinci menjadi 3, yaitu wajib aqli, mustahil aqli dan jaiz aqli. Pada wajib aqli dibagi menjadi 2 bagian yakni wajib muthlaq dan wajib muqoyyad. Wajib muthlaq adalah adanya (eksistensi) tanpa didasari sebab, ini dimaksud sebagai eksistensi Tuhan. Pengertian bahwa adanya Tuhan secara nadhori itu wajib, dan disebut juga wajib nadhori bukan dloruri. Demikian pula terkait mustahil aqli yang didalamnya ada penjelasan tentang mustahil muthlaq dan mustahil muqoyyad, penjelasan tersebut kebalikan ( anti-tesa ) dari penjelasan wajib aqli seperti di atas.
Dalam penyebutan status seseorang beriman atau yang belum beriman, maka Mama Nawawi lebih lanjut menjelaskan tentang mukmin mukhlis ( مؤمن مخلص), mukmin fasik ( مؤمن فاسق ), non Islam ( كافر ) dan munafiq ( منافق ). Seorang mukmin mukhlis ada keteguhan serta kepasrahan untuk menjalankan perintah Allah dan meninggalkan laranganya, ini berbeda dengan mukmin fasiq, yang secara keimanan masih mengimani Allah namun tidak serta merta menjalankan syariatnya.
Soal Teologi
Kelanjutan dalam pemikirannya, terkait soal sifat-sifat Tuhan telah membaginya pada pengertian nafsiah, dalam nafsiah hanya 1 sifat Allah Swt yaitu wujud ( وجود ), bagian yang kedua adalah salbiyah yang isinya adalah sifat Allah Swt seperti Qidam (dahulu), Baqa (kekal), Mukholafatuhu (berbeda dengan mahluk), Qiyamuhu bi nafsihi (berdiri dengan sendirinya), dan sifat Wahdaniyat (tunggal).
Pada bagian yang lain, di risalah Cempaka Wiraga menguraikan tentang bagian yang ke-3 yaitu Ma’ani, dalam ma’ani ada sifat Tuhan yaitu Qudrat, Irodat, Ilmu, Hayat, Sama’, Bashar, dan Kalam. Terakhir di bagian ke-4 yaitu Ma’nawiyah, yang menghimpun beberapa sifat-sifat Allah yaitu sifat كونه قادرا , sifat كونه مريدا , sifat كونه عالما , sifat كونه حيا , sifat كونه سميعا , sifat كونه بصيرا , dan terakhir sifat كونه متكلما .
Sifat yang wajib di diri Allah Swt ada 20 dan yang mustahil ada 20 sedangkan yang jaiz ada 1, semua dikelompokan dalam 2 bagian yaitu Istigna ( استغناء ) dan Iftiqor ( افتقار ). Pengertian Istigna adalah sifat-sifat Allah Swt yang menunjukan cukupnya dari butuhnya pada selain dirinya. Sementara Iftiqor diuraikan Mama Nawawi, yaitu sifat yang menunjukan butuhnya selaian Allah kepada adanya Allah Swt.
Masih berkait dengan sifat-sifat Allah yang ada dalam bagian Ma’ani ( معاني ) ada beberapa ta’alluqot (keterkaitan didalamnya) yaitu shuluhi qodim ( صلوحي قديم ), Qobdoh ( قبضه ), tanjizi hadis ( تنجيزي حادث ) dan tanjizi qodim ( تنجيزي قديم ). Semua ta’alluqot ini berlaku juga terhadap bagian-bagian dari sifat-sifat Allah yang sudah disebutkan di atas.
Kalimat Tauhid
Sakralitas kalimat tauhid ( لااله الا الله محمد رسول الله ) dalam berbagai pendapat ulama tidak sekedar melafalkan melalui dzikir semata namun kalimat itu harus menjadi helaan nafas, menjadi aliran darah, hingga menjadi dagingnya dalam daging, serta harus menjadi isi dalam hati.
Kalimat “La ilaha illa Allah” adalah Qothrotun minhu ( قطرة منه ) sedangkan kalimat ” Muhammadun Rosulullah ” adalah bahrun muhit ( بحر محيط ). Artinya kalimat bukan lagi yang profan tapi sudah termasuk pada yang sakral, sebab makna kalimat tauhid adalah makna ilahiyat yang dasarnya adalah tashdiq ( meyakini ), dan secara makna jabarut kalimat tauhid adalah manifestasi waktu yaitu 24 jam, karena huruf dalam kalimat tauhid berjumlah 24 huruf.
Sikap Mukmin
Dalam kitab Risalah Cempaka Wiraga, ditutup dengan pandangan sufistik untuk melengkapi sikap seorang mukmin dalam mengamalkan prinsip-prinsip tauhid tersebut yaitu sikap خاشعا (khusyu, tenang), متواضعا (merendah), خاءفا (takut pada Allah), زاهدا (berlaku zuhud), قانعا (merasa cukup), منفقا (memberi), ناصحا (saling nasihati), رحيما (welas asih), امرا (melakukan perntah Allah ), ناهيا (meninggalkan larangan), مسارعا (cepat melakukan amal), ملازما (menetapkan rutinitas ibadah), دالا (memberi petunjuk ke jalan yang benar), داعيا (mengajak kepada kebaikan dan kebenaran), ذو صمت (diam), ذا سكينة (tenang), حسن الظن (baik sangka), طلقا (sikap budiman), واسعا (jembar jiwa dan hati), لينا (menolong), متذللا (merasa hina di hadapan Allah SWT).
Penutup
Kitab risalah Cempaka Wiraga, menjadi penanda bahwa ada ulama Nusantara kita yang sudah sanggup dan mampu mengurai secara detil soal-soal Teologi Islam secara komprehensif.
Serang, 12 Juli 2021
Ketua PW Rijalul Ansor Prov Banten