• Tentang Kami
    • Pengurus
  • Kontak
  • Beranda
  • Berita
  • Opini
  • Ulama
    • Fiqih
      • Syaikh Imaduddin al Bantani
    • Karamah
    • Kisah
  • Pesantren
    • Santri
      • Hikmah
      • Syair
      • Humor
    • Pustaka
      • Kitab
      • Karya Sastra
      • Manuskrip
  • Web RMI
    • RMI PBNU
    • RMI PWNU Banten
    • RMI PWNU DKI
    • RMI PWNU Sumsel
No Result
View All Result
RMI PWNU Banten
  • Beranda
  • Berita
  • Opini
  • Ulama
    • Fiqih
      • Syaikh Imaduddin al Bantani
    • Karamah
    • Kisah
  • Pesantren
    • Santri
      • Hikmah
      • Syair
      • Humor
    • Pustaka
      • Kitab
      • Karya Sastra
      • Manuskrip
  • Web RMI
    • RMI PBNU
    • RMI PWNU Banten
    • RMI PWNU DKI
    • RMI PWNU Sumsel
No Result
View All Result
RMI PWNU Banten
No Result
View All Result
Home Opini

Memaknai Ritual Sa’i: Tirakat Laku Hidup Suami Dan Istri

Sikap terpuji muncul dari cinta kasih dan kerahmatan, sehingga apapun yang berhubungan denganku akan selalu aku puji. Jika aku hanya melihat sisi negatif dari makhluk sekitar, maka hal itu akan sangat menguras pikiran dan tenaga.

Admin by Admin
9 Oktober 2022
in Opini
3 min read
0
0
SHARES
96
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Dr. KH. Mohamad Mahrusillah, MA
Khadim Ma’had Al-Hasaniyah Bani Zarkasyi Rawalini Teluknaga Tangerang, Ketua RMI PCNU Kab. Tangerang

Dari rangkaian sejarah peristiwa dalam ibadah haji membuatku berpikir tentang bagaimana aku menyikapi setiap peristiwa dalam kehidupanku. Setiap peristiwa kesemestaan yang menjadi bagianku akan senantiasa menginspirasiku jika aku menginsafinya, atau bisa saja menguras tenagaku jika aku meratapinya. Semua itu adalah tirakatku..!

Baca Juga

Sumber-sumber Belanda Tentang Sejarah Banten Abad 19 Masehi

Tadarus Jiwa Dalam Perspektif Filsafat Idealisme

Ketua Komisi Fatwa MUI Banten Himbau Instansi Pemerintah Adakan Acara Di Hotel Dengan Resto Yang Bersertifikat Halal

Meditasi Mina Muzdalifah: Aku Lempar Batu Batu Itu


Aku harus amati, dan sikapi semua peristiwa laku hidup secara baik, sebagaimana Nabi Ibrahim bersama istri dan anaknya mengamati dan menerima setiap peristiwa laku hidupnya meskipun secara akal terasa pahit. Mereka tetap berada pada aturan sistem yang diperintahkan Dzat Pemilik semesta.

Kisah tirakat laku hidup Nabi Ibrahim dan keluarganya diabadikan Tuhan menjadi satu ritual yang hanya memiliki rukun qalbi dn rukun tindakan, yaitu ibadah haji.

Langkah untuk mentirakati laku hidupku agar aku dapat mengakses kecerdasan semesatku yang selaras dengan tata kelola semesta, yaitu aku harus melihat sisi positif dan memandang hal yang terpuji dari setiap tindak lampah makhluk semesta, meskipun sisi tidak terpuji dari makhluk sangat jelas dipelupuk mata.

Misalnya; aku menggauli istriku dan mendidik anak-anaku dengan atas dasar titah aturan semesta, yaitu aku menyikapi, merahmati, memandang mitra mua’malahku dengan sifat terpuji, aku memperlakukan mereka dengan cinta kasih. Meskipun di sisi mereka ada hal-hal yang tidak terpuji.

Sikap terpuji muncul dari cinta kasih dan kerahmatan, sehingga apapun yang berhubungan denganku akan selalu aku puji. Jika aku hanya melihat sisi negatif dari makhluk sekitar, maka hal itu akan sangat menguras pikiran dan tenaga.

Tingkatan terpuji adalah aku yang tidak pernah berkomentar buruk kepada apapun termasuk kepada orang-orang memusuhiku, menggodaku, dan kepada orang-orang yang belum diberi hidayah oleh Allah swt, aku selalu tenang dan damai dengan balutan cinta kasih kepada mahkluk semesta. Inilah yang aku maksud jalan menuju hakikat laku hidup.

Aku yang memiliki sikap terpuji akan selalu menikmati dan menerima peristiwa apapun yang menjadi bagianku. Bahkan yang menurut pandangan banyak orang adalah sebuah kegagalan, aku akan selalu melihat sisi lain hari kejadian itu yang didalamnya terdapat sapaan Tuhan untukku.

Aku belajar dari kisah tirakat laku hidup Nabi Ibrahim yang rela meninggalkan Siti Hajar dan anak bayinya (Ismali) di tengah tanah tandus. Hal itu dilakukannya atas dasar tugas kehidupan yang diperintahkan Tuhan.

Jika peristiwa itu terjadi padaku, maka harus mentirakati medan naluri dan sentra pikiran agar netral untuk menerima titah itu.

Siti Hajar yang ditinggalkan suami untuk bertugas adalah tirakat laku hidup yang sungguh sangat istimewa. Ia dan suaminya menerima apapun yang menjadi titah Tuhan.

Di tengah padang tandus, Siti Hajar terus memohon kepada Allah agar diberi pertolongan yang diiringi kegigihannya dalam percarian sumber air dengan mengitari bukit Shafa hingga Marwah sambil memantau bayinya bernama Isma’il dari kejauhan.

Tiba-tiba ia melihat tanah yang terkena pukulan kaki sang bayi memancarkan mata air. Lalu sang wanita tangguh ini membendung mata itu sambil mengatakan zam-zam, yang artinya “kumpul-kumpul.”

Aku mengambil ibrah dari peristiwa ini bahwa aku tidak boleh berputus asa dalam situasi apapun dan dalam kondisi bagaimanapun. Itulah tirakat laku hidupku. Aku harus mampu menghadapi berbagai gejolak kehidupan dengan tabah dan optimis dengan berikhtiar dalam setiap keadaan apapun, dan selalu memohon pertolongan-Nya. Dialah Dzat Yang Maha Pemberi Rezeki kepada hamba-Nya.

Jiwa-jiwa tenang akan selalu menerima posisi apapun yang diamanatkan Tuhan kepadanya, sebagaimana Nabi Ibrahim yang menerima tugas apapun yang diperintahkan oleh-Nya. Aku meyakini bahwa tugas yang dilakukan dengan dasar kerahmatan dipastikan akan muncul penemuan besar dibidangnya.

Aku menyebutnya dengan bahasa keramat yang menjadi fasilitas yang diberikan Tuhan kepadanya. Aku harus bertugas dengan dasar kerahmatan, dan jadikan makhluk selain aku sebagai sahabatku.

Next Post

Saweran Itu Budaya

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Paling Banyak Dilihat

Opini

Sumber-sumber Belanda Tentang Sejarah Banten Abad 19 Masehi

by Admin
29 Desember 2022
0

Dari 1723 berkas/bundel arsip Directie der Cultures ini ternyata baru 3 (tiga) berkas yang sudah jelas berkenaan dengan Banten yaitu:...

Read more
Load More
  • All
  • Berita
  • Opini
  • Pustaka
  • Santri
  • Ulama
  • Pesantren

Sumber-sumber Belanda Tentang Sejarah Banten Abad 19 Masehi

Mengkaji Kitab Lawaqihu al-Anwari al-Qudsiyati

PWNU Banten, KH Bunyamin: Kami Siap Sukseskan Porseni NU 2023 Di Kota Solo

Tadarus Jiwa Dalam Perspektif Filsafat Idealisme

RMI PCNU Kab. Serang Peringati Hari Santri Nasional 2022 Dengan Bedah Kitab Dan Ijazah Sanad 19 Kitab

HSN 2022 RMI Kab. Serang Selenggarakan Bedah Kitab Dan Ijazah Kitab Kuning

Load More

Baca Juga

MUI Banten Keluarkan Fatwa Haram Membaca Al-Quran Di Atas Trotoar

by Admin
22 April 2022
0

45 Ulama Nusantara Penulis Kitab Kuning Berbahasa Arab Sepanjang Masa

by Admin
27 Februari 2022
2

Sebut Ma’had Al Abqory Terkait HTI, RMI Rekomendasikan Hapus Dari Program PUPR, Kecuali…

by Admin
19 Juli 2021
0

  • Opini
  • Berita
  • Pustaka
  • Ulama
  • Santri
  • Pesantren
Follow Us

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Opini
  • Ulama
    • Fiqih
      • Syaikh Imaduddin al Bantani
    • Karamah
    • Kisah
  • Pesantren
    • Santri
      • Hikmah
      • Syair
      • Humor
    • Pustaka
      • Kitab
      • Karya Sastra
      • Manuskrip
  • Web RMI
    • RMI PBNU
    • RMI PWNU Banten
    • RMI PWNU DKI
    • RMI PWNU Sumsel

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist