Kota Serang, RMI-NU Banten
Ini, tentang batin kita yang banyak menyimpan cita-cita yang tersimpan, harapan yang tumbuh, tekad yang mendasari sikap, prinsip memilih antara benar dan salah, buruk dan baik, kemudian di batin pula terdapat luasnya makna manusia. Batin, sebenarnya yang dimaksud jati diri manusia itu, jauh atau dekatnya dengan dzat yang maha agung. Lihat dan tengoklah kedalaman dan keluasan batin.
Ini, tentang batin kita yang banyak menyimpan cita-cita yang tersimpan, harapan yang tumbuh, tekad yang mendasari sikap, prinsip memilih antara benar dan salah, buruk dan baik, kemudian di batin pula terdapat luasnya makna manusia. Batin, sebenarnya yang dimaksud jati diri manusia itu, jauh atau dekatnya dengan dzat yang maha agung. Lihat dan tengoklah kedalaman dan keluasan batin.
Imam Ghazali dalam kitabnya Al-Arbain fi Ushulid Dîn menjelaskan, ada tiga kriteria yang perlu dipenuhi seseorang sehingga mereka bisa mendapatkan keindahan paras batin, yaitu ilmu, kemampuan, dan kebersihan hati dari aneka cacat.
Pertama, ilmu. Maksudnya, orang yang ingin mendapatkan keindahan paras batin perlu mempunyai keilmuan yang cukup tentang Allah, malaikat, rasul, kitab Allah, keajaiban-keajaiban kerajaan Allah dan ilmu-ilmu yang dibawakan oleh Nabi secara detail.
Kedua, kemampuan. Seseorang harus mampu mengalahkan diri sendiri dengan memecahkan syahwat, keinginan-keinginan nafsunya, lalu membawanya ke jalan lurus, juga mampu membawa hamba-hamba yang berada di sekitarnya dengan trik jitu sehingga mereka menapakai jalan yang lurus.
Ketiga, kebersihan hati. Paras hati menjadi indah jika didukung dengan kebersihan jiwa dari kebodohan, pelit, dengki, dan sifat-sifat buruk sejenis. Kemampuan menggabungkan antara kesempurnaan ilmu, kemampuan, dengan dibarengi akhlak yang baik, merupakan kunci keindahan paras batin. Tiga kriteria tersebut merupakan sesuatu yang tidak dimiliki oleh hewan.
Jiwa, terkadang sepi, sunya, hening bahkan sering kesal, berontak melawan yang tak jelas, dan atau maju terdepan membela agama. Disamping manusia memilki karakter tersebut terdapat pula panca Indra sebagai sisi utama yakni “thabi’iyah ” .
Rabi’ah Al-Adawiah yang diyakini sebagai tokoh yang mengubah asketisme yang suram menjadi mistisisme cinta kasih yang murni. Pencapaian spiritual Rabi’ah itu tampak dalam sebuah cerita yang dikisahkan bahwa Rabi’ah sebagai tokoh asketik yang saleha pernah berlari melintasi Basrah dengan seember air di satu tangan dan obor menyala di tangan lainnya.
Kemudian ketika ditanya alasan perbuatannya tersebut, dia menjawab “Aku ingin menuangkan air ke dalam neraka dan mengobarkan api di surga, sehingga kedua selubung ini lenyap, dan tak seorang pun akan menyembah Tuhan karena takut akan neraka atau mengharapkan surga, melainkan semata-mata demi keindahan-Nya yang abadi.”
Yang kita tangkap dari kesan mendalam dari sufi agung satu ini adalah menyembah Tuhan bukan karena takut api neraka, tapi karena hilangnya ridlo Tuhan. Jiwa-jiwa kaum sufi adalah keluasan bak samudera, menghampiri sekaligus belajar membedah jiwa.
Oleh : KH. Hamdan Suhaemi