Oleh : Hamdan Suhaemi
Setelah pamit dari Kanjeng Sunan Gresik, tujuan seterusnya adalah maqbaroh Kanjeng Sunan Giri masih wilayah Gresik. Pukul 17:00 kami tiba di Giri Kedaton. Kesan pertama, adalah takjub, luar biasa dan romantik, sisi perbedaan dari maqbaroh para wali lainnya. Makam Sunan Giri atau Syaikh Ainul Yaqin, atau Prabu Satmata terletak di atas puncak bukit Giri. Menuju ke atas tentu harus menaiki tangga yang sudah ada, jika dihitung jumlah tangga lantai itu kira-kira 150 anak tangga, mungkin dari bawah bukit (tempat parkiran) ke atas berjarak 600 meter.
Dengan niat ikhlas bi ridloillah, kami menaiki anak tangga menuju pusara Kanjeng Sunan. Hati pasrah, mununduk kepala, menghadap Kanjeng Syaikh Ainul Yaqin. Ta’dhim saya kepada beliau tumbuh dari kesadaran betapa berjasanya beliau telah mendakwahkan risalah Islam ke seluruh penduduk Nusantara, hingga hari ini kita merasakan nikmat iman dan Islam berkat perjuangan para wali Allah dulu abad 15-16 M, terutama jasa besar Kanjeng Syaikh Ainul Yaqin ini.
Memasuki gapura pertama, serasa bahagia sekali. Bertahun-tahun untuk bisa menziarahi makamnya baru ini terlaksana, seperti anak yang merindukan orang tuanya yang lama terpisah. Saya ucapakan salam ” assalamualaikum ya Kanjeng Sunan, assalamualaikum daro qoumi Kanjeng Syaikh Ainul Yaqin “. Bersimpuh kami membacakan fatihah, surat al-Ikhlas, al-Falaq, al-Naas dan al-baqarah, diteruskan dzikir kalimat tauhid hingga tak terasa tenggelam dalam ruang kedamaian, ketenangan batin yang begitu manisnya, terasa begitu indahnya, bahkan ingin lama dalama suasana tersebut. Saya baru nyadar ternyata doa ziarah selesai, dan suara para penziarah lainnya telah membangunkan, peziarah datang dan duduk di posisi dekat saya samping kiri. Kami pamit undur diri dari maqbaroh Kanjeng Sunan Giri dengan perasaan rindu yang masih tersimpan. Dalam benak, suatu ketika nanti saya ingin kembali menziarahi beliau.
Sunan Giri, adalah salah satu dari majlis Wali Songo yang berdakwah dan mengajarkan ilmu agama Islam ke penduduk Nusantara dengan basis penguatan pesantren. Giri adalah pesantren sekaligus pusat spiritualitas sufistik (tarekat Syattariyah) kelanjutan dari sanad Syaikh Maulana Malik Ibrahim, dan sanad dari Syaikh Sayyid Ali Rahmatullah.
Saat lahir, Kanjeng Sunan Giri bernama Raden Paku yang lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya (seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu) ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak, saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga istrinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat di mana Raden Patah juga belajar agama Islam. Sunan Giri muda sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, dia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan, Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka beliau dijuluki Sunan Giri (Kastolani : 2020).
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Maka pesantren itu pun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.
Jasa besar Kanjeng Sunan Giri dalam penyebaran dan pengajaran Islam dengan wasath dan tasammuh ini menjadi seperti telaga tenang yang mengkanalisasi hidmat dan ghirah kepada kita. Meski kadar kita tipis dan sedikit namun semangat itu masih harus kita tuntaskan demi keajegan Islam sebagai ajaran yang rahmatan lil alamin untuk selama-lamanya.
Raden Paku, atau Jaka Samudera, atau Syaikh Ainul Yaqin, atau Prabu Satmata, atau Sultan Abdul Faqih nama lain dari kanjeng Sunan Giri, tutup usia pada malam Jumat, 24 Rabiul Awal tahun 913 Hijriah atau 1506 Masehi dalam usia 63 tahun.
Sidomukti, 26-11-21
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten