Oleh: Hamdan Suhaemi
Menarik untuk menanggapi soal tambang yang disudutkan hanya kepada NU, seolah tambang jadi barang haram bagi NU, dan tidak boleh didekati apalagi mengelolanya. Memang agak ” ngaget ” lihat potongan berita yang dishare oleh Tempo ( Tempo kini ) yang lebih memilih diksi berita tambang hanya, sekali lagi hanya dengan kata Nahdlatul Ulama. Padahal ormas keagamaan lainnya pun ditawarkan sebagai calon pengelola tambang. Menteri Bahlil mengatakan dalam berita harian, cetak maupun online bahwa NU akan diberi izin kelola tambang sebagai cita-cita dia ketika mengenali ibunya sebagai kader NU (mungkin muslimat NU), sebagai upaya tabungan akhirat. Ini kata-kata yang unik, kelola tambang adalah tabungan akhirat.
Pemerintah pusat dalam penilaian husnudzon saya, bahwa ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persis dan lainnya begitu berjasa atas perannya ikut membangun negeri, terutama urusan sumberdaya manusia. Karena itu jika negara tidak dikuatkan oleh civil society seperti ormas keagamaan, mungkin negara menjelma menjadi negara sekuler dan bisa terjadi otoritarianisme negara atas rakyatnya, akibat tidak ada penyeimbang civil society dalam pola pengawasan, atau kontrol atas terselenggaranya suatu negara.
NU itu civil society yang menguatkan NKRI sejak era kemerdekaan, dalam perjalanan panjangnya sebagai mitra pemerintah, sebagai penjaga negara, NU sama sekali tidak minta-minta pada negara, tidak pula “ngambek ” jika tidak ada perhatian negara. Sepanjang sejarahnya NU mandiri secara ekonomi, mandiri dalam soal pendidikan agama di seluruh pesantren yang dikelola NU, bahkan NU sebagai pendiri Republik Indonesia di era orde Baru terkonfirmasi ” dianaktirikan ” bahkan tokoh-tokoh NU banyak dipenjara akibat tidak sejalan dengan kepentingan politik Presiden Soeharto, karena mereka pasang badan di PPP.
Lalu kenapa? ketika NU dekat dengan pemerintahan Presiden Jokowi kemudian dikritik sebagai bagi-bagi kue kekuasaan? bancakan kekuasaan karena mendukung capres 02. Hello warga bangsa, NU itu dikasih kue alhamdulillah, tidak dikasih kue pun tetap ngeriung. NU tidak makmur dengan aset 400 triliunan, tetapi NU makmur secara keilmuan, spiritualitas, dan makmur barokahnya. Tidak ada orang NU mati karena kelaparan, tidak ada orang NU memberontak negara, tidak ada orang NU ngambek pada pemerintah, tidak ada orang NU mengkhianati negara. Orang NU itu patuh pada pemerintah, karena diajarkan oleh kiainya agar nurut pada Ulil Amri, sebab Ulil Amri itu pemerintah.
Miris, banyak kader NU justru ikut ” nyinggung-nyinggung ” NU dengan gaya sentilannya, emangnya apa sudah dirugikan oleh NU, apakah PBNU sudah merugikan orang, kan tidak. Lalu kenapa ikut-ikutan melecehkan NU terkait tambang, ngarti juga tidak. Hanya ikut-ikutan postingan media Tempo ( Tempo kini ) dan mengomentari begitu galaknya. Kalau pun NU meminta jatah pada negara pun itu sangat sangat wajar, karena tokoh-tokoh NU adalah pendiri negara, bahkan jamaah NU itu sejak dulu adalah barisan para pejuang kemerdekaan Indonesia, dan mereka pula yang ikut menyelamatkan negara dari rongrongan PKI serta para begundal- begundalnya.
Aneh bin ajaib, lagi-lagi hanya NU yang digiring sebagai hanya satu-satunya penerima kelola tambang, dan diframing sebagai organisasi rakus katanya, dan masuk jebakan Betmen, entah Betmen atau Superman saya tidak tahu menahu soal itu.
Yang jelas sudah saatnya negara memberikan terbaik untuk ormas keagamaan, khususnya pada NU. Bukan sebaliknya NU diframing sebagai penjilat pemerintah, ingat negara ini tegak dan jaya jika ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persis dan lainnya dilibatkan dalam pembangunan negara. Karena isi negara juga adalah warga NU, warga Muhammadiyah, warga Persis, warga Al-Irsyad, warga Perti, PUI dan lainnya.
Dengan demikian, saya mendukung NU untuk kelola tambang, bukti negara telah berpihak pada yang punya jasa, daripada kelola tambang diberikan kepada perusahaan bermental korup, bermental rakus, bermental imperialis. Maka sudahi menggunjingkan NU karena NU adalah organisasi berkeramat sekaligus malati.
Bin Dawood, 8 Juni 2024