Gus Rumail dalam tulisannya yang berjudul “Syarif, Alawi, dan al-Hasani-al-Husaini: benarkah memiliki Makna Genealogi?” menjadikan sebuah “sanad hadits” sebagai hujjah bahwa sosok Abdullah adalah sosok historis.
Perhatikan sanad Gus Rumail berikut ini:
حدثنا الحسن بن محمد العلال قال حدثنا جدي ابو الحسن علي بن محمد بن احمد بن عيسى العلال العلوى بالبصرة قال حدثنا عمي عبد الله بن احمد الابح بن عيسى العلوي نزيل اليمن قال حدثنا الحسين بن محمد بن عبيد بن العسكري ببغداد قال أنبأنا ابو جعفر محمد بن الحسبن الدقاق قال انبأنا القاسم بن بشر قال انبأنا الوليد بن مسلم قال حدثنا الاوزعي قال حدثني عبد الرحمن بن القاسم وحدثني القاسم بن محمد عن عائشة
Sanad itu terbukti palsu karena hanya merupakan sanad tiruan dari sanad asli yang terdapat dalam kitab Tarikh Bagdad (keterangan lengkap lihat tulisan penulis sebelumnya: Membongkar Manuskrip Sanad Wayang Gus Rumail).
Lalu Gus Rumail menjawab:
“Ditambah, rijal-hadits hadits yang saya temukan itu disahihkan (bahkan disebut mutawatir) oleh Musnid al-Dunya Syaikh Yasin al-Fadani dan beberapa ulama hadits kontemporer, seperti Syaikh Usamah al-Azhari (supervisor penelitian saya)”.
Sekarang pembaca telah melihat sanadnya di atas, dan telah membaca jawabanya di bawah. Katanya sanad yang menyebut nama Abdullah bin Ahmad bin Isa itu telah disahihkan oleh Syaikh Yasin Padang.
Untuk menguji kejujuran Gus Rumail, penulis tantang ia untuk menyebutkan kitab apa yang menyebutkan bahwa Syekh Yasin Padang mensahihkan sanad hadits yang memyebut abdullah “bin Ahmad bin Isa” itu: juz berapa, halaman berapa?
Jika ia tidak berdusta, maka ia akan menyebutkan kitabnya, juz berapa, halaman berapa? Jika menjawab muter-muter lagi, maka pembaca bisa menilai sendiri.
Prediksi penulis, ia akan berkelit begini, “lihat judul tulisan saya, saya hanya berbicara tentang sanad yang saya bahas bersama santri gunung….bukan sanad yang dimaksud Kiai asal Banten itu”, kira kira demikianlah ia akan berkelit.
Kita lihat saja. Apakah ia mengakui sanad di atas palsu atau tidak. kenapa ia berani menyuguhkan sanad palsu semacam sanad di atas tersebut. Kitab apa yang menyebut, juz berapa, halaman berapa. jangan berkelit lagi, jangan muter-muter lagi. tulis ulang sanad di atas, kemudian terangkan pengambilannya dari mana. Katanya seh Yasin Padang telah menyebut, silahkan tampilkan dalam kitab apa, ibarohnya mana?
Ini sudah serius. Zaman dahulu, ketika antar satu madzhab dan madzhab lain saling berkompetisi tidak sehat, hal hal manipulatif pun dilakukan. seperti memalsukan hadits.
begitu pula antar satu daerah dengan daerah lain, keduanya membuat hadits palsu sebagai legitimasi bahwa daerahnya lebih baik dari daerah lainnya. Hari ini terulang, tetapi, bukan untuk madzhab atau daerah, ia hanya untuk nasab.
wajib bagi siapapun membongkar nasab palsu apalagi sanad hadits palsu. Para al-Muhadditsun (para pakar hadits) ketika menemukan sebuah nama perawi yang dinilai ahistoris, mereka akan mengatakan “majhul al- ain” (perawi ini tidak dikenal sosoknya; ia fiktif).
Perkataan para pakar hadits semacam itu bukan fitnah terhadap perawi itu, tetapi untuk mengatakan kepada umat, bahwa hadits itu tidak dapat diterima sebagai hujjah dan dalil, karena di dalam susunan nama-nama perawinya, ada seorang yang dianggap fiktif, yaitu seseorang yang sama sekali tidak disebutkan dalam referensi manapun sebagai sosok historis.
Terakhir, sampai saat ini, RA, Gus Rumail, atau siapapun, belum ada yang mampu menjawab duabelas pertanyaan pokok terputusnya nasab Ba Alwi, itu menunjukan suatu kesimpulan yang sangat jelas dan terang benderang, bahwa Ba Alwi ini bukanlah keturunan Nabi Muhammad Saw.
Penulis: Imaduddin Utsman al-Bantani