Terpaksa kalimat “Tarekat” dalam judul penulis bubuhi dua tanda kutip. Hal itu karena memang diksi “Tarekat Alawiyah” itu tidak jelas. Karena akan banyak pertanyaan yang akan sulit dijawab oleh para pemerhati tarekat, seperti: Apakah benar Klan Ba’alwi mempunyai tarekat, jika ada siapa pendirinya? Apakah benar tarekatnya bernama “Tarekat Alawiyah”? Bagaimana sanad “Tarekat” Alawiyah sampai kepada Rasulullah SAW? Apa wiridan khusus “Tarekat” Alawiyah? Siapa hari ini Mursyid “Tarekat” Alawiyyah dan kepada siapa ia bertalqin dan berbaiat? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu akan sulit untuk dijawab oleh para pemerhati dunia tarekat.
Pertanyaan pertama yaitu apakah benar Klan Ba’alwi mempunyai tarekat dan siapa pendirinya akan bisa dijawab, jika pertanyaan-pertanyaan selanjutnya bisa dijawab terlebih dahulu. Contoh pertanyaan tentang siapa mursyid “Tarekat” Alawiyah sekarang dan kepada siapa ia bertalqin dan berbaiat akan sulit dijawab. Tidak pernah ada Klan Ba’alwi kita dengar menasbihkan diri sebagai mursyid “Tarekat” Alawiyah. Seorang Ba’alwi, Lutfi bin Yahya (LBY), yang pernah menjadi ketua Jamaah Ahli Tarekat Mutabarah al-Nahdliyyah (Jatman) pun malah mengaku dirinya bertarekat Al-Syadziliyah yang katanya ia bertalqin kepada Mbah Abdul Malik Banyumas. Yang kemudian para pemerhati tarekat menganggap sanad “Tarekat Al-Syadziliyah” LBY kepada Mbah Malik juga bermasalah karena Mbah Abdul Malik lebih dikenal sebagai Mursyid Tarikat Naqsyabandiyah Kholidiyah, bukan Syadziliyah. Kejanggalan kedua adalah nasab Mbah Abdul Malik yang merupakan keturunan Raden Dipowongso cicit dari Pangeran Diponegoro kemudian ditulis oleh Tim Kanzushalawat pimpinan LBY sebagai keturunan Bin Yahya Ba’alwi.
Kembali kepada masalah “Tarikat” Alawiyah. Setiap tarekat biasanya mempunyai wiridan khusus setiap ba’da sholat atau di waktu-waktu tertentu dalam suluk, seperti Tarekat Qadiriyah yang mewajibkan para jamaahnya yang telah bertalqin dan berbaiat untuk membaca kalimat tauhid sebanyak 165 kali. Lalu Tarekat Alawiyah apa wiridan khususnya?
Pertanyaan lain seperti tentang nama misalnya juga akan sulit dijawab. Sejak kapan nama Tarekat Alawiyah dikenal dan siapa yang mendirikan?
Jika mereka menjawab: dalam kitab Syarhul ‘Ainiyyah dikatakan bahwa Tarekat Alawiyah didirikan oleh Faqih Muqoddam yang ia dapatkan dari ayahnya terus ke kakeknya, dari anak ke ayah sampai ke Ubaidillah dan terus ke Ahmad bin Isa sampai kepada Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah tarekat yang diwariskan keturunan Nabi secara turun temurun (h.165).
Penulis menjawab: Faqih Muqoddam tidak terbukti sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, bagaimana bisa dikatakan “Tarekat” Alawiyah sebagai tarekat yang diwariskan keturunan Nabi secara turun temurun; nama Ubaidillah tidak terbukti sebagai anak Ahmad bin Isa, dan nama-nama seperti Sahib Mirbat, Ali Khali Qasam, Alwi kedua, Muhammad, Alwi pertama dan Ubaidillah adalah nama-nama yang tidak terbukti sebagai sosok historis, nama-nama itu tercipta di abad sembilan dalam kitab Ali al-Sakran. Bagaimana sebuah tarekat bisa dipercaya sanadnya tersambung kepada Rasulullah SAW, jika nama-nama dalam sanad itu tidak pernah disebut oleh para ahli tasawuf, ahli tarekat, ahli nasab dan ahli sejarah?
Jika mereka berkata, bahwa menurut kitab Syarhul ‘Ainiyyah Fakih Muqoddam mendapatkan sanad tarekat bukan hanya dari ayahnya tetapi juga dari Syekh Abdullah bin Ali al-Shalih lalu ia dari gurunya Abdurrahman Al-Maq’ad lalu ia dari gurunya Syekh Syuaib Abi Madyan (w.594 H.) (h. 165). Abu Madyan lahir di Sevila Spanyol dan wafat di Tilmisan Al-Jazair. Ia adalah pendiri “Tarekat Madyaniyah” yang berkembang di Maroko dan Spanyol. Nama Abu Madyan juga disebutkan oleh Ali al Sakran dalam Al-Burqat al-Musyiqah (h.49).
Penulis menjawab, Kalau begitu, tarekat itu bukan “Tarekat Alawiyah” tapi “Tarekat Madyaniyah”, dan bersanad bukan kepada keturunan Nabi Muhammad SAW, karena Abdullah al-Shalih dan Abdurrahman al-Maq’ad bukan keturunan Nabi. Berarti “Tarekat” Alawiyah adalah tarekat yang sanadnya bersambung kepada seorang “Akhwal” dan “Ajam” bukan keturunan Nabi.
Jika Faqih Muqoddam bertarekat Madyaniyyah , pertanyaan selanjutnya: kenapa sekarang namanya menjadi “Tarekat” Alawiyah? Sejak kapan nama Tarekat Alawiyah itu dikenal? Kenapa para Ba’alwi sekarang tidak mempopularkan nama “Tarekat Madyaniyah”? kenapa Ba’alwi sekarang tidak membesarkan nama dan menghauli Syekh Abu Madyan? Apakah karena Klan Ba’alwi ragu Faqih Muqoddam mendapatkan ijajah yang terputus dari Abu Madyan?
Klaim-klaim kitab-kitab internal Ba’alwi yang menyebut Faqih Muqoddam mendapat sanad tarekat dari Abu Madyan jelas meragukan. Karena nama Abdurrahman al-Maq’ad yang katanya disebut sebagai murid Abu Madyan namanya majhul di kalangan ulama tarekat. Murid-murid Abu Madyan yang terkenal membawa ajaran Abu Madyan adalah Ja’far bin Sidbunah al-Khuza’I dan Abdurrazaq al-Jazuli. Sedangkan nama Abdurrahman al-Maq’ad yang katanya mempunyai murid bernama Abdullah al-Shalih kemudian ia mempunyai murid Faqih Muqaddam adalah sosok yang tidak dikenal.
Kisah tentang baiat Faqih Muqoddam terhadap Tarekat Madyaniyah pun janggal. Biasanya seorang murid tarekat mendatangi gurunya untuk berbaiat, tetapi untuk kasus Faqih Muqoddam, katanya, gurunya, Abdullah Shalih, sengaja datang ke Tarim untuk membaiat Faqih Muqoddam.
Ditulis dalam sumber-sumber Klan Ba’alwi, sebuah drama pembaiatan Faqih Muqoddam kepada tarekat Abu Madyan. Dikisahkan bahwa Abu Madyan memerintahkan muridnya, Abdurrahman al-Maq’ad untuk datang ke Hadramaut agar membaiat warga Hadramaut, dan Abu Madyan menyatakan bahwa Al-Maq’ad akan mati ditengah jalan, kemudian Al-Maq’ad akan mengutus muridnya untuk membaiat warga Hadramaut. Lalu benarlah terjadi apa yang dikatakan oleh Abu Madyan, Al-Maq’ad wafat di Makkah, lalu ia mengutus muridnya yang bernama Abdullah Shalih untuk pergi ke Tarim. Sebelum wafat, ia berwasiat kepada muridnya itu agar ia ke Tarim untuk menemui Faqih Muqoddam. Dalam wasiatnya itu ia menyatakan bahwa muridnya ini akan menemui Faqih Muqoddam ketika ia sedang bersama Bamarwan membawa pedang yang diletakan di atas kedua kakinya. Ketika Abdullah Shalih bertemu Faqih Muqoddam ia menemuinya dalam keadaan seperti yang dikatakan gurunya itu (lihat Syarhul ‘Ainiyyah h. 167).
Kisah dramatis pembaiatan Faqih Muqoddam terhadap Tarikat Madyaniyah itu mencurigakan. Seperti sudah penulis sampaikan bahwa nama Abdurrahman al-Maq’ad disebut sebagai murid dari Abu Madyan hanya ada dalam kitab-kitab internal Ba’alwi, bahkan sosoknya saja tidak dikenal dalam sejarah. Nama Abdurrahman al-Maq’ad muncul pertama kali dalam kitab Al-Burqat karya Ali al Sakran setelah 301 tahun wafatnya Abu Madyan tanpa dapat diverifikasi oleh kitab apapun sebelumnya.
Kesimpulan tulisan tentang “Tarekat” Alawiyah ini adalah: “Tarekat” Alawiyah hari ini tidak definitive disebut tarekat. Ia tidak mempunyai mursyid, ia tidak mempunyai wirid khusus sebagaimana tarekat lainnya, sanad yang pertama terputus dan sanad yang kedua tidak terkonfirmasi dan tidak terverifikasi. Maka, “Tarekat” Alawiyah ini tidak memenuhi syarat untuk dimasukan ke dalam kategori tarekat muktabarah dalam kalangan Nahdlatul Ulama.
Penulis: Imaduddin Utsman Al-Bantani