• Tentang Kami
    • Pengurus
  • Kontak
  • Beranda
  • Berita
  • Opini
  • Ulama
    • Fiqih
      • KH Imaduddin al Bantani
    • Karomah
    • Kisah
  • Biografi
  • Pesantren
    • Santri
      • Hikmah
      • Syair
      • Humor
    • Pustaka
      • Kitab
      • Karya Sastra
      • Manuskrip
      • Download
  • Download
  • Web RMI
    • RMI PBNU
    • RMI PWNU Banten
    • RMI PWNU DKI
    • RMI PWNU Sumsel
No Result
View All Result
RMI PWNU Banten
  • Beranda
  • Berita
  • Opini
  • Ulama
    • Fiqih
      • KH Imaduddin al Bantani
    • Karomah
    • Kisah
  • Biografi
  • Pesantren
    • Santri
      • Hikmah
      • Syair
      • Humor
    • Pustaka
      • Kitab
      • Karya Sastra
      • Manuskrip
      • Download
  • Download
  • Web RMI
    • RMI PBNU
    • RMI PWNU Banten
    • RMI PWNU DKI
    • RMI PWNU Sumsel
No Result
View All Result
RMI PWNU Banten
No Result
View All Result
Home Ulama Fiqih

Tentang Puasa Rajab

Menurut Sayyid Abu Bakar Syattha’ dalam I'anah al-Thalibin bahwa ‘Rajab’ sendiri diambil dari kata at-tarjib yang berarti memuliakan, karena masyarakat Arab dulu lebih memuliakannya dibanding bulan lainnya. Rajab disebut juga al-ashabb yang berarti mengucur, karena kebaikan pada bulan ini mengucur deras. Juga dinamakan rajam yang berarti melempari, karena pada bulan ini para musuh dan setan dilempari sehingga tidak bisa lagi mengganggu para wali Allah dan orang-orang shalih.

Admin by Admin
3 Februari 2022
in Fiqih
4 min read
0
0
SHARES
235
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Jika sudah datang bulan Rajab, kebiasaan kita adalah puasa. Saat di pesantren puasanya hingga satu bulan penuh, seperti halnya di bulan Ramadhan. Disamping manut pada kiai, itu pun karena sudah jadi tradisi amaliah ulama terdahulu. Kita tidak sekali-kali menanyakan apa dalilnya?. Kalau ulama sudah mengamalkan puasa sunah di bulan Rajab itu artinya ulama kita sudah tahu dalilnya. Lalu untuk apa menanyakan kesahihan hadits dalam menghukumi suatu fadilah (keutamaan) dalam ibadah, seperti puasa ini. Jika pun itu dloif, tetap matannya dari sabda Kanjeng Nabi SAW meski sanad dan rawinya lemah.

Baca Juga

ما هو اسهل شروح لجمع الجوامع وما هو افضلها واحسنها؟

Hukum Kafir Bagi Orang Yang Mengaku Mi’raj Seperti Faqih Muqoddam Ba’Alwi

Menjawab Tuduhan Hanif Dkk Terhadap Tesis Penulis

Menanggapi Kata Pengantar Muhammad Najih Sarang di Buku Resmi Rabitah Alwiyyah

Merujuk pada kitab Alfiyah al-Hadits karya Syaikh Abi Al-Fadlol Zaenudin Abdi Rahim al-Iroqi (hlm: 11), kitab yang menjelaskan tentang ilmu musthalahul hadits yang disusun secara nadham jumlah 1000 bait, kebetulan saya pernah ngaji kitab ini.

وان تصل بسند منقولا # فسمه متصلا موصولا
سواء الموقوف و المرفوع # ولم يروا ان يدخل المقطوع
وسم بالموقوف ما قصرته # بصاحب وصلت او قطعته
وبعض اهل الفقه سماه الأثر # وان تقف بغيره قيد تبر

Dalam bait ini, Syaikh Zaenudin al-Iroqi telah memetakan posisi hadits dloif tidak melulu ditolak untuk dijadikan dalil, sebab baginya status dloif hanya tidak sampai pada derajat Hasan, apalagi shoheh (mutawatir). Jika itu basath (luas artinya) maka boleh baghyun (diambil). Bait di atas tersebut dijelaskan bahwa sebagian ahli fiqih menamakan hadits mauquf (bagian dari dloif) sebagai al-Atsar (qoul Sahabat Nabi) kalaupun itu berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh kanjeng Nabi, maka bagus diambil sebagai hujjah. Apalagi berkait dengan fadlailul amal (keutamaan-keutamaan amal ibadah).

Sementara itu kita mengenali Rajab termasuk dalam bulan yang dimuliakan (al-asyhur al-hurum) karena beberapa kemuliaan yang terkandung di dalamnya, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT berikut:

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌۗ .

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. (QS At-Taubah : 36)”

Merujuk pada kitab tafsir Tanwiru al-Miqbasi (hlm : 122), Ibnu Abbas RA telah menafsirkan bahwa lafadz أربعة حرام itu adalah yang dimaksud bulan Rajab, Dzulqoidah, Dzulhijjah, dan bulan Muharam.

Demikian juga bulan Rajab. Menurut Sayyid Abu Bakar Syattha’ dalam I’anah al-Thalibin bahwa ‘Rajab’ sendiri diambil dari kata at-tarjib yang berarti memuliakan, karena masyarakat Arab dulu lebih memuliakannya dibanding bulan lainnya. Rajab disebut juga al-ashabb yang berarti mengucur, karena kebaikan pada bulan ini mengucur deras. Dinamakan pula al-‘ashamm yang berarti tuli, karena pada bulan tersebut tidak terdengar gemrincing senjata untuk berkelahi. Juga dinamakan rajam yang berarti melempari, karena pada bulan ini para musuh dan setan dilempari sehingga tidak bisa lagi mengganggu para wali Allah dan orang-orang shalih.

Salah satu amalan yang disunahkan dalam bulan Rajab adalah berpuasa. Menurut Imam al-Ghazali (w. 1111 M), kesunahan berpuasa lebih ditekankan pada hari-hari yang memiliki kemuliaan. Momen memperoleh kemuliaan tersebut adakalanya dalam setiap tahun, setiap bulan, ataupun setiap pekan. Dalam kategori tahunan terdapat pada bulan Dzulhijjah, Muharram, Rajab, dan Sya’ban (Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, juz 3, hlm: 431).

Menurut Hujjatul Islam melaksanaan puasa Rajab dilakukan hanya beberapa hari saja. Tidak diperkenankan selama satu bulan penuh. Sebagian sahabat Nabi, lanjut al-Ghazali, memakruhkan puasa Rajab selama satu bulan penuh karena dianggap menyerupai puasa bulan Ramadhan. Sebagai saran, puasa Rajab baiknya dilakukan saat bertepatan hari-hari utama agar pahalanya lebih besar. Seperti pada ayyamul bidh (tanggal 13, 14, dan 15), hari Senin, hari Kamis, dan hari Jumat (al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, juz 3, hlm : 432).

Adalah Imam Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib (juz 16, hlm : 54) dengan mengambil landasan salah satu hadits terkait keutamaan puasa di bulan Rajab, meskipun pelaksanaan puasa berbeda-beda pendapat ada yang di awal, ada yang pertengahan bahkan ada yang hingga satu bulan penuh. Imam al-Razi mengambil dalil terkait puasa sunnah di bulan Rajab yaitu hadits Rosulullah SAW, yaitu.

مَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ أَشْهُرِ اللّٰهِ الْحُرُمِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ ثَلَاثُونَ يَوْمًا

Artinya: “Barang siapa yang berpuasa satu hari pada bulan-bulan yang dimuliakan (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), maka ia akan mendapat pahala puasa 30 hari”.

Imam al-Nawawi dalam kitabnya Syarah Muslim (hlm: 167) telah menjelaskan.

وفي سنن ابي داود ان رسول الله ندب الى الصيام من الاشهر الحرم و رجب احدها

Artinya : “dan didalam riwayat Abu Dawud bahwa Rosulullah menganjurkan puasa pada bulan-bulan mulia dan salah satunya bulan Rajab”.

Dalam kitab Fathul Mu’in (hlm : 59) Syaikh Zaenudin al-Malaibari menerangkan keutamaan bulan setelah Ramdhan untuk berpuasa Sunnah, beliau menjelaskan.

افضل الشهور للصوم بعد رمضان الاشهر الحرم و افضلها المحرم ثم رجب ثم الحجة ثم القعدة ثم شهر شعبان

Artinya: keutamaan bulan untuk puasa setelah bulan suci Ramadhan adalah bulan-bulan yang dimuliakan, dan yang lebih utama yaitu bulan Muharram, kemudian bulan Rajab, kemudian bulan Dzulhijjah, kemudian bulan Dzulqoidah kemudian bulan Sya’ban.

Dengan demikian, kita muslim tidak harus ragu pada soal-soal ibadah, pada soal-soal keutamaan ibadah, karena sebelum kita mencari-cari dalil sekalipun, para kiai, ulama kita sudah mentradisikan puasa Rajab sejak dulu, jika ditanya apa ulama kita tidak berdasarkan dalil, jawabnya jelas pakai dalil. Lalu kenapa penceramah belakangan ini tiba-tiba menggugat kesahihan hadits puasa Rajab. Ini seperti anak TK ngajarin Abjad pada Sarjana yang bergelar Doktor.

Referensi :

  • Al-Quran al-Karim
  • Tafsir Tanwiru al-Miqbas Ibnu Abbas
  • Alfiyah Hadits
  • Ihya Ulumuddin
  • Mafatih al-Ghoib
  • Fathul Mu’in

Serang, 02-02-22

Oleh : Kiai Hamdan Suhaemi
(Wakil Ketua PW GP Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banten)

Editor: Kang Diens

Next Post

Mengenang Syekh Nawawi Banten Dari Kampung Kelahirannya

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Paling Banyak Dilihat

Berita

Hasil Seminar Nasab Internasional di Brebes, Nasab Walisongo Bukan Ba’alwi

by Admin
19 Mei 2025
0

Naqobah Ansab Auliya Tis'ah (NAAT) menggelar seminar internasional nasab Walisongo di Ponpes Al Hasaniyah Kedawon, Desa Rengaspendawa, Kecamatan Larangan, Kabupaten...

Read more
Load More
  • All
  • Berita
  • Opini
  • Pustaka
  • Santri
  • Ulama
  • Pesantren

Hasil Seminar Nasab Internasional di Brebes, Nasab Walisongo Bukan Ba’alwi

ATHG Terhadap Ideologi Pancasila: Masa Kini dan Masa Depan

Peran KH Imaduddin Utsman al-Bantani Dalam Menyuarakan Reformasi Pemahaman Keislaman

التاكد من تعرف لطفي بن يحيى باعلوي

ما هو اسهل شروح لجمع الجوامع وما هو افضلها واحسنها؟

Raudlatul Jami’ Syarah Jam’ul Jawami’, Kitab Ushul Fikih Karya KH. Imaduddin Utsman Al-Bantani

Load More

Baca Juga

Nasab Ba Alawi Tidak Masuk Akal

by Admin
8 April 2025
0

Menjawab Ludfi Rochman Tentang Terputusnya Nasab Habib

by Admin
3 April 2024
0

Seputar Penelitian Ilmiah KH. Imaduddin Utsman Tentang Nasab Habib (1)

by Admin
8 April 2025
0

  • Opini
  • Berita
  • Pustaka
  • Ulama
  • Santri
  • Pesantren
Follow Us

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Opini
  • Ulama
    • Fiqih
      • KH Imaduddin al Bantani
    • Karomah
    • Kisah
  • Biografi
  • Pesantren
    • Santri
      • Hikmah
      • Syair
      • Humor
    • Pustaka
      • Kitab
      • Karya Sastra
      • Manuskrip
      • Download
  • Download
  • Web RMI
    • RMI PBNU
    • RMI PWNU Banten
    • RMI PWNU DKI
    • RMI PWNU Sumsel

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

Depo 25 Bonus 25