Oleh : M. Hamdan Suhaemi
Hanya di Indonesia, Wahabisme menjadi berkembang biak, bukan berkembang baik. Paham itu menginginkan Islam sebagai agama yang dipraktikkan harus sama dan sesuai di zaman Nabi, bahwa apa yang tidak dilakukan oleh Nabi SAW adalah perbuatan bid’ah. Bid’ah yang dilontarkan mereka adalah sesat, pengamal bid’ah divonis masuk neraka tanpa proses. Risalah Islam yang suci, itu kini tengah dikotori oleh ajaran-ajaran dan fatwa-fatwa keblinger dari mereka-mereka yang belajar agama melalui hafalan dan terjemahan, satu ayat yang dihafal dianggap senjata untuk menghukumi muslim lainnya yang sudah paham agama. Satu hadis yang dihafal, mereka menganggap paling sunnah dari muslim lainnya yang sudah rajin ibadah.
Mereka, agen-agen Wahabisme merangsek masuk di ruang publik melalui jejaring medsos yang dianggap ampuh untuk membelokan umat, sebagai alat propaganda untuk memisahkan Islam dari adabnya, memisahkan Islam dari ilmu dan pengamalannya. Mereka pun giat dan militan dalam upaya membunuh karakter ulama ahlu sunnah wal jama’ah, terutama kepada kiai-kiai NU. Dengan cara menulis dan memotong setiap video yang kontennya ceramah agama, dan kajian keislaman. Mereka ini di luar adabnya sebagai muslim telah memfitnah, melecehkan, mengadu domba sesama kiai, menghina secara verbal, bahkan telah banyak tindakan membunuh karakter para ulama kita (ulama Nusantara), baik yang sudah lama meninggal hingga seringnya kepada yang masih hidup.
Wahabisme, paham agama yang mendasarkan pada pemikiran Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, dengan jargon anti TBC (tahayul, bidngah, churafat), pemurnian ajaran Islam, trilogi tauhid, dan selogan kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah. Pada point terakhir, titik tekannya lebih kuat. Seolah urusan agama hanya bersumber pada 2 pedoman itu. Padahal Nabi sendiri memerintahkan kepada umat Islam agar menguatkan sunnahnya dan sunnah para sahabatnya. Lalu kenapa ada hadits yang berisi perintah menguatkan ajaran Islam, tidak jauh-jauh dari sumbernya Nabi dan sahabatnya. Mereka dengan enteng bilang, sahabat Nabi itu tidak maksum. Sangat kontradiktif ketika mereka memperlakukan al-Bani, Utsaimin dan Bin Baz begitu mulia, terhormat bahkan cenderung dianggap benar, soleh dan maksum.
Belum berhenti di soal doktrin, mereka cepat masuk pada pembunuhan karakter orang alim, kiai yang sudah allamah mereka menjustifikasi dengan sesat dan munafik. Dukungan ulama atas negara dianggap sebagai penghianatan, dan pelecehan atas muslim yang menghendaki tegaknya syariat Islam. Syariat Islam, bagi pandangan “petoak-petoak” Wahabi adalah melegalisasi negara dengan syari’at Islam, hukum negara adalah hukum Allah, ya hukum Allah dalam racikan mereka tentunya. Bahwa tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Mulut berkoar hukum Allah, tapi hati kejam bin bengis ketika berlaku pada yang lain, dan tidak pada dirinya. Mereka teriak takbir, ketika hukum Allah diterapkan dengan cara pancung, gorok leher, tembak dan memotong tangan, namun tanpa adanya peradilan. Karena memang tidak ada sistem peradilan, hukum Allah itu jadi pegangan untuk membunuh siapapun yang menentang libido sex dan berkuasanya atas negeri.
Pendakwah Wahabi, ibarat musang berbulu ayam. Biar kata umat, dakwahnya sejuk, enak didengar, mudah dipahami karena yang disampaikan satu hingga tiga ayat dan hadits. Tetapi ketika yang difatwakan oleh mereka itu keliru dan ngawur, wujud musang tampak jelas yakni memangsa dan menerkam kesucian ajaran Islam, mencabik-cabik kesempurnaan ajaran Islam.
Dimanakah kita ini (muslim Nusantara)?, suatu pertanyaan besar dan ideologis tentunya. Apakah hanya dengan diam, tenang-tenang saja baah, kalem, pasrah, ataukah apa?. Ketika mereka telah menguasai jagad Medsos, opini tentang Islam seolah-olah hanya representasi Wahabi. Tingkat bahayanya jauh lebih dahsyat dari pada bom atom. Sebab Wahabisme adalah bom waktu, juga ” meriam basoka ” yang akan menghancurkan ajaran Islam dari dalam. Dakwah mereka disokong oleh kapitalis-kapitalis yang punya kepentingan untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia, sehingga kita selalu dikagetkan oleh fatwa-fatwa konyol bin goblok bin tolol bin sesat dari lidah-lidah mereka yang tak mengerti sama sekali atas ilmu agama Islam.
Suatu keniscayaan bagi kita untuk meluruskan, untuk pula menyelamatkan paham keliru dari sebagai umat Islam atas dakwah-dakwah ngawur mereka. Keterpanggilan atas pembelaan tersebut adalah panggilan abadi seorang muslim untuk tidak bersekongkol atas kesesatan. Sementara Wahabisme adalah kesesatan an sich.
Melawan paham Wahabisme, adalah perjuangan tak bersyarat, murni dan konsisten. Demi tegaknya Islam yang benar, Islam yang lurus, Islam yang suci, Islam yang mulia, dan tentunya Islam yang sempurna. Maka sikap kita adalah sikap yang rahmatan lil alamin.
Citangkil, 6-10-21
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten