Riwayat Lahir
Suhaemi, dilahirkan di Kampung Bolang Pulo Desa Bolang Carenang ( kini Lebak Wangi ) pada 18 Juli 1945 dari ayah bernama Ki Khamsidin dan ibu Hj. Sundari, berasal dari Laes Ciagel Kibin. Suhaemi adalah putera pertama dari 3 bersaudara, yaitu Suhaemi, Syur’ah dan Murdanah.
Ayahnya adalah seorang petani kaya raya, puluhan hektar sawah, hingga puluhan ternak kerbau dan kambing, sementara ibunya pedagang kain keliling, karena kesehariannya bekerja dagang kain dari rumah ke rumah, kombinasi petani dan pedagang.
Masa Kecil
Suhaemi kecil, dididik oleh seorang kiai bernama Kiai Hasan ( ayah dari KH. Sihabudin Bolang ), terutama ngaji Qur’an dan rerukunan, dan paginya bersekolah di sekolah Ongko Loro, kebetulan gurunya yaitu Pak Nuriman adalah kakak ipar misan. Sosok guru yang zaman Jepang pernah jadi Sudanco, karena itu beliau ini pasih bahasa Jepang.
Kiai Hasan, ngajari baca Qur’an pada Suhaemi ini begitu mudahnya, cepat nangkap dan lisannya fasihat. Sisi pribadi Suhaemi kecil yang disayang gurunya karena termasuk anak yang ulet, rajin dan fokus ngaji.
Pendidikan
Setamat sekolah Ongko Loro, Suhaemi remaja pergi mesantren ke daerah Cadasari Pandeglang, dan ngaji pada seorang ulama besar kala itu yaitu Abuya Icot, orang sekitar memanggil gurunya dengan panggilan itu karena tidak yang mengetahui nama aslinya.
Abuya Icot, adalah ulama besar hidup di era tahun 50-an yang masyhur di Kabupaten Pandeglang, terutama Cadasari dan Baros. Lewat tangan dinginnya Abuya Icot mengkader Suhaemi remaja untuk ngaji ilmu alat ( nahwu dan sharaf), titik tekannya terhadap ilmu sharaf. Dari Abuya Icot inilah, Suhaemi remaja jatuh hati pada ilmu sharaf, melebihi kecintaannya atas ilmu-ilmu lainnya.
Sanad Ilmu
Era tahun 60-an tersiar kabar yang diterima oleh Ki Khamsidin yaitu telah tampil kiai muda yang alim, pemberani, sakti, dan tabahhur ilmunya karena termasuk mutafannin yakni al-Alim al-Allamah al-Arif Billah KH. Syanwani yang tengah giat mengasuh santri di pesantrennya yaitu Ashhabul Maimanah di Kampung Sampang Susukan Tirtayasa Serang.
Begitu masyhurnya hingga orang tua Suhaemi tertarik untuk mengantarkan puteranya itu kepada KH. Syanwani agar dididik ngaji dengan harapan puteranya menjadi hamba yang soleh dan bermanfaat.
Pada 1964, Suhaemi muda pergi mesantren di pondok pesantren Ashhabul Maimanah di Kampung Sampang Desa Susukan Tirtayasa Serang, dibawah bimbingan dan pengajaran langsung gurunya yaitu KH. Syanwani.
Seluruh bidang ilmu agama dipelajari, mulai dari fiqh, tauhid, ushul fiqh, tafsir, hadits hingga tasawuf dan tidak ketinggalan ilmu nahwu dan sharaf yang kelak di kemudian hari Suhaemi muda lebih fokus pada ilmu sharaf.
Semua bidang ilmu agama Islam itu sanadnya langsung dari KH. Syanwani, sementara KH. Syanwani berguru kepada santri-santri Syaikh Nawawi al-Bantani di Mekkah, antara lain Mama KH. TB. Bakri atau Mama Sempur Purwakarta, Abuya KH. Siddiq Combong Baros, Abuya KH. Abdul Halim Kadu Peusing Pandeglang, dan Ajengan KH. Abdullah Mubarok Singaparna Tasikmalaya ayahnya Abah Anom.
Perhatian Pada Sharaf
Sejak mesantren di Cadasari Pandeglang, hingga ke Sampang Susukan Tirtayasa Serang di hati Suhaemi muda telah tertanam rasa ingin fokus menggeluti bidang sharat ini, atau istiqaq. Sering saya dengar langsung bila ngaji di depan beliau yang sering diucapkan begini ” tengeti shorofe ” ( fokus pada perubahan huruf dalam lafad Arab ).
Saya pernah mendengar dari sahabat mondoknya yaitu KH. Marzuki, Sindang Asih bahwa Suhaemi muda adalah bintangnya dalam hal Sharaf. Begitupun murid-muridnya antara lain Ust. Mukhlis bilang ke saya saat ia masih hidup ” Abahmu itu sangat detil jika membahas sharaf “.
Pergi Haji
Tahun 1968, Suhaemi muda dinikahkan oleh gurunya yaitu KH. Syanwani dengan puterinya yaitu Afifah Alawiyah, puteri dari hasil pernikahannya dengan Hj. Fatimah binti KH. Abdul Haq Tanara.
Pada Juni 1975, Suhaemi diberangkatkan oleh mertuanya pergi haji tanpa dengan istrinya, karena istrinya baru melahirkan putera keempatnya, jadi Haji Suhaemi berangkat bersama sahabat dekatnya H. Markawi dan istrinya Hj. Fathonah binti KH Syanwani.
Sanad Tarekat
Sejak 1966 setelah lulus dari PGAN 6 tahun, dan masih mengaji kepada KH. Syanwani diperbantukan untuk mengajar di pesantren mertuanya hingga 1996, cukup panjang hidmat KH. Suhaemi di pesantren Ashhabul Maimanah Sampang Susukan, membantu mertuanya.
Pada 1998, KH. Suhaemi setelah hijrah dari Sampang pasca wafat mendiang mertuanya yakni KH Syanwani, mendirikan pesantren di Desa Bolang ( masih Carenang ) yang ia namakan Yayasan Pesantren Darul Hikmah.
Di sela kesibukannya mengajar ngaji dan masyarakat, KH. Suhaemi masuk dan istiqomah dalam amaliah ajaran tasawuf dengan mengambil sanad tarekat kepada Abah KH. TB Khisni, menantu dari Abah KH. TB. Ahmad Sukamandi Kasemen ( mertua Abuya Muhtadi Cidahu ) yaitu Tarekat Qodriyah Naqsyabandiyah.
Awal dekade 2000, KH. Suhaemi hingga wafatnya di tahun 2021, beliau istiqomah di jalur tasawuf dengan intensitas dzikir yang rutin sesuai tingkatan jumlah dzikir yang ditentukan sang mursyid yakni Abah KH. TB. Khisni. Sementara sanad tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah KH. TB Khisni berasal dari mertuanya yakni KH. TB. Ahmad dan KH TB Ahmad berasal dari murid-murid Syaikh Abdul Karim Lempuyang.
Hidmat di NU
Saat PCNU Kabupaten Serang diketuai oleh Drs. KH. Markawi, menantu KH. Syanwani yang juga pengasuh Pesantren Ma’had Tarbiyah Ashhabul Maimanah Sidayu, Ayahanda KH. Suhaemi diminta untuk aktif di NU dan diamanatkan sebagai mustasyar PCNU Kabupaten Serang priode 2007-2013.
Ketika saya pun aktif di NU melalui GP Ansor, ayahanda KH Suhaemi selalu mengingatkan ” aja jaluk-jaluk jabatan ng NU, wis ikhlas hidmat be ” dan alhamdulillah amanat itu saya pertahankan.
Wafat
Ayahanda KH. Suhaemi tutup usia pada Selasa siang pukul 11. 15 Wib, 9 Maret 2021 atau 25 Rajab 1442 H, dan telah meninggalkan putera puterinya berjumlah 9 orang, yaitu.
Dra. Hj. Khaeriyah
Ust. Ali Imron, S.Ag
Ust. M. Furqon, S.Ag
Hamdan Suhaemi
Asep Syukron
Ust. Subhan, M.Pd
Ust. Iwan Ridwan, S.Pd
Umu mutamimah, SE
Inah Mutmainah,S. Pd
KH. Suhaemi, adalah figur kiai kampung yang sederhana, dan natural. Pahamnya akan ilmu sharaf hingga detil ” wadlo’ Arab ” ini, maka telah mengantarkan sebutan kepada beliau yaitu kiai yang ahli ilmu sharaf, sekaligus pencinta ilmu sharaf sepanjang hayat.
Serang 24 Juni 2023
Oleh: Hamdan Suhaemi
Penulis, putera keempat.