Habib Hanif Al-Athos (selanjutnya disebut Hanif), di Banten, menganulir hipotesanya tentang nama-nama keluarga Ba Alawi Bani Jadid yang ada dalam kitab Al-Suluk karya Al-Janadi (w.732 H). Menurut Hanif, hipotesanya, yang termuat dalam tulisannya “Bingkisan Lebaran Untuk Imaduddin Utsman”, mengenai nama-nama yang ada dalam kitab Al-Suluk, salah. Sebelum penulis melanjutkan penjelasan, penulis akan terangkan kronologisnya terlebih dahulu.
Ceritanya begini: ada nama Abdullah disebut dalam kitab sejarah terpercaya, yaitu kitab Al-Suluk, karya Al-Janadi (w.732 H). Menurut keluarga habib, Abdullah itu tidak lain adalah leluhurnya yang bernama Ubaid. Dan, Abu Hasan Ali yang berasal dari keluarga Abu Alwi yang disebut sebagai keturunan Abdullah bin Ahmad bin Isa dalam kitab itu, adalah bagian dari keluarga para habib sekarang ini, karena keluarga mereka disebut Ba Alwi juga. Lalu, nama-nama ulama dari keluarga Abu Alwi yang disebut dalam kitab Al-Suluk itu, menurut para habib, tidak lain adalah nama keluarga para habib juga. Menurut penulis, Abdullah itu bukanlah Ubaid leluhur para habib; Abu Alwi itu bukanlah Ba Alawi para habib; dan nama-nama ulama dari Abu Alwi itu, bukanlah nama-nama keluarga Ba Alawi para habib.
Nama-nama ulama yang disebut dalam Al-Suluk itu itu adalah: pertama, Hasan bin Muhammad bin Ali Ba Alwi, seorang fakih yang hafal kitab Al-Wajiz karya Al-Ghazali, ia punya paman bernama Abdurrahman. Hanif tidak menyinggung nama Hasan. Dalam tulisannya yang berjudul “Bingkisan Lebaran Untuk Imaduddin Utsman”, Ia hanya mengatakan Muhammad bin Ali yang di maksud adalah Fakih Muqoddam. Benarkah Fakih Muqoddam mempunyai anak bernama Hasan dan punya saudara bernama Abdurrahman. Tidak. Dalam kitab nasab para Habib (Syamsudzahirah) Fakih Muqoddam tidak punya anak bernama Hasan dan tidak punya saudara bernama Abdurrahman (lihat kitab Syamsudzahirah halaman 77 dan 78). Ada dua lagi nama Muhammad bin Ali dari keluarga para habib, yaitu: Muhammad bin Ali (Sohib Mirbat) dan Muhammad bin Ali (Maula Dawilah), tetapi kedua-duanya, tidak punya anak bernama Hasan. Kok bisa? Ya tentu. Karena nama-nama itu bukan keluarga para habib.
Nama kedua yang disebut adalah Ali bin Ba Alwi yang apabila solat ia mengulang kalimat “Assalamualaika ayyuhannabiy…”, punya anak namanya Muhammad, punya sepupu (anak paman) namanya Ali bin Ba Alwi. Dalam tulisan “Bingkisan Lebaran Untuk Imaduddin Utsman”, Hanif mengatakan itu adalah Ali Khali Qisam. Penulis bantah, bahwa Ali bin Ba Alwi yang dimaksud Al-Suluk itu bukanlah Ali Khali Qisam, karena Ali Khali qosam pamannya tidak punya anak, bagaimana ia punya anak paman (sepupu) jika pamannya tidak punya anak. (lihat Syamsudzahirah halaman 70).
Di Banten, Hanif mengakui hipotesanya salah, ia mengatakan akan memperbaiki tulisannya itu. Menurut guru nasabnya, katanya, yang dimaksud Ali bin Ba Alwi yang ada di Al-Suluk itu adalah Ali bin Alwi bin Fakih Muqoddam, bukan Ali Khali Qisam. Baiklah mari kita uji secara data-data yang ada dari keluarga habaib sendiri. Karena memang hanya dari kalangan merekalah kita bisa dapatkan biografi secara luas keluarga mereka yang dikatakan sebagai ulama sebelum abad 9 H.
Habib Ali Alsakran (w. 895 H) mengatakan bahwa Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Abdullah (Ali Khali Qisam), jika tasyahud dalam solat selalu mengulang kalimat “Assalamualaika ayyuhannabiy…”. (lihat kitab Al-Burqoh Al Musyiqoh: halaman 48 dan 151 ). Kisah ini mirip kan? Disebut sampai dua kali oleh Habib Ali Al-Sakran . Walau Habib Ali Al-Sakran tidak menyebut kisah itu di petik dari Al-Suluk, tetapi karena Al-Sakran telah jelas mengutip Al-Suluk mengenai nasabnya, penulis yakin, ia mengutipnya dari Al-Suluk. Jadi menurut Habib Ali Al-Sakran, Ali bin Ba Alwi yang ada di Al-Suluk itu adalah Ali Khali Qisam, bukan Ali bin Alwi bin Fakih Muqoddam, seperti kata Hanif di Banten.
Dengan ini, Hanif yakin, bahwa hipotesa Habib Ali Al-Sakran tidak benar. Bahwa Ali bin Ba Alwi yang disebut Al-Suluk itu tidak sebagaimana yang difahami Al-Sakran. Artinya pula, Al-Sakran bisa juga salah dalam hipotesa lainnya, termasuk hipotesa bahwa Abdullah yang ada di Al-Suluk itu adalah leluhurnya yang bernama Ubaid. Dengan demikian, nasab para habib ini dipertaruhkan oleh Hanif.
Kitab Al-Gurar karya Habib Muhammad A-Khirid (w. 960 H) –pun menyebut, bahwa Ali bin Alwi yang ketika solat membaca “Assalamualaika ayyuhannabiy…” adalah Ali Khali Qisam, bukan sebagaimana Hanif dan gurunya, bahwa Ali yang dimaksud itu adalah Ali bin Alwi bin Fakih Muqoddam. (lihat Al-Gurar halaman 103).
Dari kontradiksi ini kita fahami. Jika pendapat Ali Al- Sakran yang dipegang, bahwa Ali itu adalah Ali Khali Qisam, maka ia tertolak oleh kenyataan bahwa Ali Khali Qisam tidak punya sepupu bernama Ali, bagaimana ia punya sepupu jika pamannya tidak punya anak. Kalau Ali itu adalah Ali bin Alwi bin faqih Muqoddam sebagaimana pendapat baru Hanif, berarti membatalkan hipotesa Habib Ali Al-Sakran yang berkonsekwensi membatalkan pula klaim atau hipotesa Al-Sakran bahwa Abdullah adalah Ubaid. Lalu bagaimana?
Menurut penulis, kedua-duanya hanya cocokologi. Nama-nama yang disebut Al-Suluk itu bukanlah keluarga para habib, dan Ba Alawi itu bukanlah klan habib sekarang. Secara tekstual, nama keluarga habib disebut Ba Alawi baru ditemukan abad Sembilan, sebagaimana penisbahan mereka sebagai keturunan Ahmad bin Isa-pun, baru di abad Sembilan itu, sebelumnya tidak pernah ada yang menyebutnya. Di Banten ada yang berlogika, tidak ditemukan bukan berarti tidak ada. Itu betul, tapi, sesuatu yang betul-betul tidak pernah ada, maka mustahil akan pernah ditemukan.
Penulis: Imaduddin Utsman Al-Bantani
Editor: Didin Syahbudin
RESIKO PERNIKAHAN SEDARAH DARI KLAN HABIB BA’ALWI DITINJAU DARI SISI GENETIKA
"Saya seorang Muslim dan agama saya membuat saya menentang segala bentuk rasisme. Itu membuat saya tidak menilai pria mana pun...
Read more