Menarasikan menyeluruh pada sesuatu yang tidak termasuk bagiannya, seperti memaksakan berucap bohong ketika jujur sudah jadi prinsip, menuduh mencuri pada seseorang yang tidak sama sekali berbuat itu. Bagaimana sikapnya jika mengalami demikian?, tentu menolak atau membantahnya. Soal keyakinan agama yang berbeda-beda di kita, yang perlu itu saling menghargai dan saling pengertiannya. Bukan mengambil posisi layaknya hakim yang menentukan salah dan benar suatu perkara hukum, dan agama tidak bisa dihakimi manusia. Semua berawal dari pandangan, ijtihad hingga kita diberi petunjuk dari manhaj dan syariat yang bersumber dari Kalam Allah.
Setiap pemeluk agama pasti meyakini bahwa agamanya yang benar, terkadang terhadap agama yang lainya dianggap salah, jahat dan kejam padahal masih apriori. Yang tidak benar adalah hubungan perilaku pemeluk agama yang jahat, kejam, sadis, berutal, barbar itu dipengaruhi ajaran agamanya. Ini perlu diluruskan. Jika sumbernya langsung dari ajaran agama, apapun agamanya itu pasti tidak ada hal itu. Lalu fenomena pemeluk agama ada yang sikap berutal, kejam, radikal dan kasar itu sumbernya dari apa kalau bukan dari ajaran agama, tentu ada faktor yang merubahnya bukan ajaran an sich tetapi faktor politis, faktor ekonomis, dan faktor pemahaman yang keliru.
Ini, saya ingin mengatakan bahwa Islam sebagai ajaran Rasulullah SAW, sebagai syari’at Allah yang tersempurnakan, semua aspek kehidupan manusia diberikan petunjuknya dengan Islam. Kalau fakta ajarannya seperti ini jangan lantas dianggap sebagai ajaran barbar, sesat dan radikal. Jauh sekali jika disandingkan seperti itu. Mari sama-sama kita telaah, kita timbang-timbang, kita analisa dimana letaknya orang beragama diduga cenderung keras, kejam, bar-bar atau macamnya radikalisme. Titik fokus macam beragama seperti yang dijelaskan model keras dan radikal itu adalah paham agama yang berlebihan (ekstrim), paham yang dangkal, paham yang dicampuri unsur agnostisisme, paham klaim paling benar, paling suci, paling baik dan ke yang lain adalah salah, bid’ah, sesat dan murtad. Sekali lagi ini soal paham dari sekian pemeluk Islam yang ekstrim, bukan inti ajaran Islam yang sudah benar, lengkap dan sempurna itu.
Akibat dari paham yang ekstrim, dan akibat dari paham yang radikal inilah pemicu kekerasan dalam beragama. Pemeluk yang model begini sudah merasa menjadi eksekutor atas nama agama, padahal tidak sama sekali ajaran Islam mengajarkan pemaksaan atas orang lain. Kepada soal pelanggaran syariat pun tidak ada ajaran Islam mengajarkan pemeluknya untuk mengeksekusi saudaranya yang bersalah dengan tindakan sendiri (main hakim sendiri) tapi ada aturan al-qadla (peradilan), ada al-mahkamah (pengambil keputusan hukum), ada al-syahidain (kesaksian), dan ada istifta, fatwa, dan mufti, Ini semua dijelaskan oleh ilmu fiqih.
Maka bedakan antara Islam sebagai risalah Allah (agama Allah) dengan paham pemeluk Islamnya. Karena ada yang ikut madzhab (kodifikasi ijtihad dan manhaj), ada pula yang secara teks ayat-ayat yang langsung diartikan sendiri tanpa instrumen ilmu, tanpa sanad, tanpa pemahaman atas qiyas. Ini pemicu paham dan pengamalan agama yang sempit, karena dianggap yang tidak ada di zaman Nabi adalah bid’ah, haram dan dicap kafir. Pokoknya adalah tidak mengambil ijtihad sahabat Rasulullah, tidak menerima ijtihad tabi’in, tidak juga mengambil ijtihadnya ulama tabi’tabi’in, padahal sudah jelas Nabi telah menegaskan bahwa “wajib bagi kalian untuk ikut sunnahku dan sunnahnya para sahabat setelahku”. Seolah bahwa cara mereka belajar pada teks ayat langsung sudah mengganggap posisinya sejajar dengan para sahabat Rasulullah sebagai murid yang belajar langsung pada Rosulullah. Hingga kita dengar kata-kata mereka ikut Rosulullah atau ikut Ulama. Bahkan yang sontoloyo adalah pengakuan sebagai murid langsung Rasulullah, hanya karena menerima hadits dari buku terjemahan.
Bedakan pula antara Islam yang diperuntukkan bagi semesta raya (rahmatan lil ‘alamin) dengan paham Wahabisme yang dicetuskan akhir abad 18 M di Nejd (Hijaz), kalau ini Wahabisme dikatakan sebagai paham gurun, mungkin ada benarnya. Tapi agama gurun itu dialamatkan pada Islam jelas salah, bahkan tuduhan keji. Bagaimana Wahyu Allah diidentikan berasal dari gurun sementara Gusti Allah tidak bertempat dan tidak dibatasi waktu. Wahyu adalah Kalam Allah yang qadim (jumeneng kang wis dimin ing zat Allah), dari Wahyu Allah itulah Islam bersumber. Karena Islam adalah risalah Allah yang disampaikan untuk semesta raya, dan ditafshili (dengan hadits) oleh Kanjeng Rosul hingga bisa dipahami secara benar dan detil oleh umatnya. Maka itu tidak bisa diklaim bahwa menerima Islam langsung dari Kanjeng Rasul, tetapi penyampaian Islam yang sudah ditafshili oleh Kanjeng Rosul kemudian disampaikan oleh para sahabatnya, para tabi’in hingga generasi tabi’it tabi’in secara ketat dan istiqomah yang kuat tersampaikan secara bersambung (sanad) hingga sekarang dan sampai yaumil qiyamat (hari akhir).
Wa Allahu a’lam bi al-Showwabi
Petir, 17-5-2022
Oleh: Hamdan Suhaemi
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten
Editor: Kang Diens