Peresensi: Endi Biaro (Pegiat Literasi Tangerang)
Berasal dari Kota Serang, berkelana Menuntut ilmu sampai ujung Jawa, menemukan cinta di sebuah kampus Jakarta, Naila. Cantik. Cerdas. Pekerti baik. Keturunan Sultan Banten. Cintanya membentur tembok!
Kehidupan dara belia ini sesungguhnya nyaris sempurna. Memiliki segala hal untuk hidup nyaman, lahir batin, dalam iman dan amal. Namun hidup memang penuh benturan. Keimanannya diuji.
Goncangan datang dari pojok tak terduga. Persis saat seorang jejaka tampan, mapan, dan berpendidikan bagus, datang mendekat. Hati keduanya terpaut.
Inilah penggalan awal di sebuah novel berjudul: Dari Banten Kusebut Namamu. Karya fiksi ini ditulis seorang Ulama muda asal Kreasek, Tangerang, Banten.
Tuturan berlanjut. Sang pria muda yang mencuri hari Naila (bernama Farid), wajib merebut hati dan simpati keluarga Naila, terkhusus Bapak dan Kakanya. Musababnya, di keluarga Naila ada tradisi menikahkan para anak perempuan dengan sesama trah Banten. Dan Farid berada di luar garis itu.
Jalan terjal menghadang. Meski terjadi beberapa peluang untuk memperoleh restu keluarga, namun justru kandas. Pedihnya, kegagalan mereka untuk menikah sama sekali di luar kendali.
Padahal, Farid adalah seorang pejuang tulen. Mau berkorban. Punya modal materi berlimpah. Seraya terbukti tulus mencintai. Pria ini malah rela menemani Naila, di saat sang pujaan terjerat kasus hukum.
“Riwayat” cinta keduanya lantas bergulir dari satu konflik ke konflik lain. Melibatkan bahkan mengorbankan banyak pihak. Di kubu Naila, salah satu sohib kentalnya, bernama Syarifah, bahkan harus wafat.
Tak selesai di situ. Di bagian lain novel ini, terjadi banyak plot mengejutkan, tak terduga. Meski Novel ini bergenre romantika berbalut sejarah Banten, namun cukup kaya dengan sisipan informasi khas Banten . Baik dari sisi tradisi, keislaman, keagungan masa lalu, maupun penggambaran watak dan karakter Sosial di Banten.
Membaca Novel ini jelas berfaedah banyak.
Utamanya jika kita mau jujur, bahwa karya fiksi justru jauh lebih menghunjam impresi dan sensasinya, dalam menceritakan sejarah dan akar budaya sebuah daerah. Karya sastra justru melecut imajinasi.
Semisal dalam memperkenalkan lanskap sosio historis Banten, akan jauh lebih merangsang andai dirajut dalam kisah-kisah imajinasi, seperti di novel ini.
Balik lagi ke Naila dan Farid.
Penulis novel ini cukup mampu menggambarkan sosok mereka secara paripurna. Naila dan Farid, mewakili person generasi milenial, yang terdidik, berprofesi baik, namun memiliki ghirah Islam yang kuat. Fenomena seperti ini terasa lazim di dunia nyata. Pun di Banten.
Berikutnya, masuk ke pusaran puncak dalam isi novel ini. Yakni saat Naila (terpaksa) menikah dengan orang lain. Namun jangan dibayangkan bahwa si gadis direbut paksa oleh semacam Datuk Maringgih (yang hanya mengandalkan kekuatan materi).
Justru uniknya, pelamar Naila yang disetujui orangtuanya, tak kurang bagusnya dengan Farid. Seorang lelaki dari keluarga terpandang, politisi hebat, dan bermoral teguh. Farid tersingkir.
Babak kekalahan Farid begitu pilu. Persis saat ia berada di puncak Menara Masjid Agung Banten, ia melihat iring-iringan mempelai pria wanita (dan si wanita adalah Naila). Sontak Farid meradang, namun langkahnya terhenti oleh pukulan telak dari Kakak Naila, bernama Habib.
Tiang iman Farid runtuh. Begitu kecewa karena gagal menikahi pujaannya. Padahal dia siap segala hal. Termasuk bermunajat khusyu di depan Ka’bah. Tak tahan dengan rundungan hebat ini, Farid runtuh. Ia menjadi gila.
Sudah tamat? Belum…
Di novel ini sisipan pesan moral Islami terkemas manis. Tidak menceramahi terbuka. Melainkan dengan alur permainan psikologis.
Lihat: saat Farid gila, seolah ia lelaki payah, tak terima takdir. Padahal justru sebalinya, pria ini memegang keyakinan setegar karang. Mirip-mirip cinta Julaikha kepada Nabi Yusuf.
Di ujung novel, pembaca kemudian tersadarkan, bahwa takdir bukan seperti air pancuran yang sekaligus turun. Melainkan via proses pontang-panting.
Naila telah bahagia, sementara Farid gila. Tapi endingnya menjadi lain. Dan silahkan untuk mengehtahui tuntas, baca Novel bagus ini.
Info Detil Buku:
- Judul: Dari Banten Kusebut Namamu
- Penulis: Imaduddin Utsman Al Bantani
- Penerbit: Deep Publishing
- Tebal: 196 halaman.