Oleh: Akhmad Basuni, M.A.
Banten nama fenomenal dalam percaturan sejarah dunia, juga pergerakan melawam penjajah. Dalam sejarah dunia Banten tercatat sebagai kerajaan yang berdaulat penuh. Karangantu sebagai bandar pelabuhan internasional tempat bersandar kapal-kapal negara asing untuk mengangkut rempah-rempah yang melimpah ruah di Banten.
Masih dalam catatan sejarah dunia, Banten memiliki panorama alam nan eksotik bahkan konon pantainya melebihi moleknya pantai Paris di Eropa. Gugusan kemolekan pantai itu kini masih tersisa di daerah pantai Tanjung Lesung hingga Ujung Kulon.
Gugusan pantai itu nan eksotik sebelum terjadi letusan gunung krakatau yang goncangannya sampai terasa ke negeri Donald Trump.
Dibalik kemolekan Banten ternyata menyimpan marabahaya yang maha dasyat, karena diselat Sunda bertengger Gunung anak Krakatau yang setiap waktu bisa marah.Banten tempo dulu merupakan negeri “Pucuk Umun” yang diwarnai kental mistik.
Pasca para penyebar Islam datang lambat laun keyakinan orang Banten beralih ke Islam, Sultan Hasanudin mampu menguasai Banten setelah perang tanding menang melawan “Pucuk Umun”.
Islam dan kebantenan saling mempengaruhi dalam tradisi dan budaya. Islam tak menegasikan budaya pun kebantenan tak menolak islam. Kawin budaya ini menjelma dalam perayaan maulid nabi ada “pajang mulud”, juga kebatinan “debus”. Disamping tradisi membaca manakib dan dalail khairat.
Banten berjuluk kota santri sekaligus gudang ulama disamping ada jawara. Banten masyhur karena ada ulama kelahiran Tanara yang mendunia. Dikenal sebagai saidul ulama Hijaz. Beliau adalah Syekh Nawawi al-Bantani. Penulis kitab tafsir “Tafsir Munir” disamping puluhan kitab-kitab lain mengkaji berbagai disiplin ilmu.
Syekh Nawawi merupakan ulama generalis dalam arti mempuni dalam berbagai disiplin keilmuan. Dari itu ketika membahas tema fiqh pun terkadang ditinjau dari ragam aspek juga kontek masyarakat. Dari itu kental nuansa antropologi begitu kata ahli Nawawi.
Syekh Nawawi secara spesifik tak menulis kitab tentang pendidikan, namun dalam berbagai kitab yang ditulis Syekh Nawawi menyelipkan tema pendidikan.
Konsepsi pendidikan Syekh Nawawi merupakan teosentris dari konsep tauhid, uluhiyah, rububiyah dan asma sifah. Namun demikian pendidikan Nawawiah tak melulu dogmatisme, melainkan ada ruang proporsional empirisme.
Muara pendidikan menurut Syekh Nawawi adalah mardhatillah yang diaktualisasikan dengan rasa syukur. Rasa syukur menycangkup koghnitif (pengetahuan), afektif (sikap religious spiritual), dan psikomotor (amaliah) atau pengamalan daripada menghilangkan belenggu-belenggu kebodohan atau selaras apa yang dipetakan oleh Poule Freire dengan pendidikan yang membebaskan.
Dampak terburuk dari penjajahan memunculkan dekolonisasi ilmu yaitu menjauhkan cendikawan anak negeri tak mengenal nilai adi luhung warisan bijak bestari dan ulama pribumi.
Padahal di Banten ada ulama yang generalis dalam artian menguasai berbagai disiplin keilmuan. Dan merupakan salah satu sanad jejaring ulama nusantara, Asia juga Africa terkenal sebagai pensyarah (review) berbagai kitab. Padahal sesungguhnya tidak hanya menyarahi tetapi membuat juga konklusi teori yang dibangun berdasarkan konstruksi ilmu para pendahulunya. Sehingga menimbulkan nuansa berbeda, karena situasi dan kondisi juga berbeda.
Ulama-ulama Sunny Asy’ariah sesungguhnya mereka dinamis dalam mencerna teks-teks suci terkait hukum, begitu juga Nawawi al-Bantani.
Sebagai contoh dibolehkan taklid tetap melaksanakan salat jum’at kurang dari 40 jama’ah. Sebagaimana Abu Hanifah cukup 4 orang salah satunya sebagai imam. Sementara Imam Malik membolehkan antara 10-30 orang. Dengan ketentuan jika taklid harus tetap mengikuti syarat dan ketentuan imam yang ditaklidi (ikuti).
Terus mana pendapat Syeikh Nawawinya?. Syeikh Nawawi menganjurkan setelah salat jum’at melaksanakan salat Dzuhur sebagai ikhtiat (kehati-hatian).
“wa yusanu lahum fi’lu al-adzuhri… wa hua al-akhwatu khurujan min al-khilafi” (lihat kitab Kasifatu as-Saja bab penjelasan syarat syah Jum’at). Ini mengenai fiqh ibadah.
Dalam konsep pendidikan, jika diselaraskan dengan teori pendidikan modern, maka teori pendidikan Syekh Nawawi merupakan perpaduan teori nativisme dan empirisme.
Pendidikan Syeikh Nawawi merupakan integrasi idealis juga realis. Idealis terkait dogmatisme ubudiyah sehingga peserta didik tetap dalam koridor religius spiritualis. sedangkan realistis yaitu kehidupan riil duniawi. Yaitu pembebasan dari belenggu kebodohan. Memerangi kebodohan jelas menggunakan pendekatan empirisme sesuai situasi dan kondisi. Dari perpaduan idealis-realistis melahirkan output peserta didik transformatif.
Maka wajar santri-santri syekh Nawawi sepulang dari Makkah menjadi tokoh ulama sekaligus tokoh penggerak perjuangan bangsa. Karena semangat pendidikanya adalah semangat pembebasan.
Dalam hal pendidikan, Syekh Nawawi sangat menentang komersialisasi pendidikan. Menurut Syekh Nawawi pendidikan merupakan tanggung jawab sosial dalam skala besar. Semisal dalam konteks bernegara.
Kurikulum Pendidikan Nawawiah yang utama pengenalan akan Tuhan, selanjutnya tatacara ibadah, etika dan sains semisal kedokteran, ilmu hitung dan sosial lainya.
Metode pengajaran Syekh Nawawi dari yang mudah bertahap ke yang sulit sesuai psikologis peserta didik. Dalam pengajaran pendekatannya egaliter, sehingga antara guru dan murid ada ikatan emosional, bahkan Syekh Nawawi menganjurkan untuk mendoakan peserta didik agar dimudahkan dalam menuntut ilmu.
Karena dalam pandangan Syekh Nawawi sumber ilmu itu dari Rabb insan hanya berusaha dengan segala potensi yang dimiliki. Dari itu peserta didik tidak dianjurkan sombong dan takabur.
Demikian sekilas konsepsi pendidikan Syekh Nawawi.