Oleh: Hisam Husaeni
Satu dari sekian banyak ulama dunia yang memiliki karaktereristik luar biasa dalam karya tulis yang menarik untuk dipelajari ialah Al-alim as-Syaikh Imaduddin Utsman al Bantani.
Sosok ulama muda ini sepanjang harinya beliau abdikan untuk mengajarkan para santrinya berbagai disiplin ilmu agar kelak mereka dapat meneruskan perjuangan beliau dalam menghidupkan dan menegakan panji-panji agama Islam yang berlandaskan aqidah Ahlu Sunnah waljamaah dengan di dasari ilmu dan akhlakul karimah yang luhur.
Kita patut bersyukur dan bangga atas dedikasi intlektual para ulama yang telah mencurahkan berbagai macam ilmu yang beliau miliki. Keikhlasan serta keridhoan mereka dalam menyampaikan dakwah patut kita pelajari dengan sebenar-benarnya. Berkat dakwah merekalah kita dapat beragama tanpa ada paksaan, kita diajarkan saling menghormati tanpa harus membedakan ras, agama, dan warna kulit. Bagi kita mereka bagaikan pelita dalam gulitnya zaman, mendoakan tanpa harus diminta, bahkan dengan kelapangan dadanya, mereka selalu menerima keluh kesah problematika yang sedang kita alami dengan sikap terbuka.
Diantara karya tulis yang dapat kita baca dan perlu kita pelajari ialah fiqih kontemporer yang membahas tentang problematika umat mengenai pengeras suara (speaker) dengan judul kitab “al-Qowl al Mufid fi hukmi mukabbiri shout fi al masajid”.
Ia adalah salah satu karya tulis yang tertuang dalam bentuk natsar (prosa) di bidang ilmu fiqih dengan dilengkapi referensi dari berbagai kitab-kitab klasik para ulama.
Menurut keterangan yang terdapat didalam kitab al-Qawl al Mufid bahwasanya Kitab ini selesai ditulis pada waktu duha hari kamis tanggal 18 bulan dzulhijjah pada tahun 1439 H di Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum cempaka kresek Tangerang Banten.
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang santri yang dididik dipondok pesantren tidak akan terlepas dengan kajian kitab klasik karya para ulama yang membahas berbagai macam ilmu baik tentang fiqih, nahwu, dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin meningkat, para santri mulai kesulitan untuk menjawab setiap problematika mengenai pengeras suara (speaker) yang dialami masyarakat. Kemudian terciptalah sebuah karya tulis yang berjudul al-Qawl al Mufid fi hukmi mukabbiri al Shout fi al masajid. Salah satu karya tulis ulama muda dari tanah banten yaitu Syaikh Imaduddin Utsman al Bantani, ia adalah pengasuh Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum, dengan tujuan agar para santri dapat membantu menyelesaikan problematika umat yang sedang mereka alami mengenai pengeras suara.
Dalam kitab tersebut penulis menjelaskan tentang berbagai macam hukum menggunakan pengeras suara (speaker) yang berdasarkan ijtihad ulama. Kitab ini memiliki 14 fashol, diantara yang dibahas dalam kitab ininadalah tentang disunnahkan adzan menggunakan pengeras suara (speaker) pada masjid jami’ (masjid yg biasa digunakan shalat jum’at), tetapi jika jarak masjid jami’ itu jauh maka diperbolehkan adzan menggunakan speaker di masjid setempat.
Selain itu dijelaskan pula bahwa jika adzan dari masjid jami’ dengan menggunakan pengeras suara tidak dapat terdengar sedangkan dari masjid tetangga adzan menggunakan pengeras suara dapat terdengar maka tidak disunahkan adzan menggunakan pengeras suara dari masjid itu.
Didalam kitab itu dijelaskan pula sunah adzan menggunakan pengeras suara bagi kafilah (rombongan berkendaraan unta di padang pasir) yang berada di padang pasir.
Tidak diperbolehkan adzan menggunakan pengeras suara (speaker) ketika jama’ah dari masjid jami’ telah melaksanakan shalat berjamaah dan telah keluar dari masjid jami’ itu. Karena dikhawatirkan adanya sangkaan bahwa adzan dari pengeras suara itu penanda dari datangnya waktu shalat yang baru.
Tidak diperbolehkan adzan menggunakan pengeras suara bagi kaum perempuan.
Menggunakan pengeras suara (speaker) luar masjid tidak semestinya digunakan pada waktu shalat kecuali shalat jum’at dikarenakan shalat jum’at merupakan syiar.
Menggunakan pengeras suara(speaker) hendaknya pada bagian dalam masjid pada waktu shalat ketika imam mempunyai ma’mum yang cukup banyak.
Tidak dimakruhkan membaca al-Qur’an didalam masjid dengan menggunakan pengeras suara (speaker) pada bagian dalam masjid. Dengan catatan bacaan itu tidak menggangu jama’ah yang berada didalamnya, ketika jama’ah merasa terganggu maka hukumnya makruh.
Tidak diperbolehkan membaca al-Qur’an pada waktu malam hari dengan menggunakan pengeras suara (speaker) luar setelah tsulusul lail awal sampai datangnya waktu shubuh.
Tidak diperbolehkan meletakan pesawat radio atau semacamnya untuk menyiarkan qur’an dengan suara yang tinggi didalam masjid pada hari jum’at sebelum datangnya imam.
Membaca al-qur’an menggunakan pengeras suara (speaker) pada bagian luar masjid itu bukanlah menghormati atau mengagungkan al-Qur’an. Dikarenakan banyak manusia yang tidak mendengarkan ketika suara al-qur’an itu keluar, bahkan lebih parah lagi ketika banyak yang masih berbincang-bincang tatkala al-qur’an itu dilantunkan.
Diperbolehkan mengajar dengan menggunakan pengeras suara (speaker) pada bagian dalam masjid selain pada waktu shalat.
Tidak diperbolehkan mengumumkan atau mencari barang yang hilang dengan menggunakan pengeras suara masjid.
Diperbolehkan mengumumkan kematian seseorang dengan menggunakan pengeras suara (speaker) didalam masjid.
Itulah beberapa hal yang dibahas dalam kita al Qawl al Mufid fi Hukm Mukabbir al Shaut fi al Masajid.
Dari berbagai macam karya tulis Syaikh Imaduddin Utsman yang menarik kita pelajari diantaranya ialah kitab al-Qowl al mufid ini, dikarenakan kitab ini banyak sekali menerangkan tata cara menggunakan pengeras suara dengan semestinya agar tidak mengganggu kenyamanan dan ketentraman bersama. Untuk mencapai hidup yang lebih baik.
Kitab al-Qawl al mufid ini merupakan salah satu kitab yang mencerminkan kepada kita semua bahwa kemashlatan bersama harus lebih kita dahulukan daripada kepentingan pribadi.
Clan Branding Habib Baalwi Pemecah Belah Bangsa Indonesia: Segregasi Cucu Nabi Vs Non Cucu Nabi
Penulis: Kgm. Rifky ZulkarnaenKlan Habib mendoktrin absolutisme di pikiran dan keyakinan masyarakat bahwa Klan Habib adalah Gusti Allah itu sendiri;...
Read more