“Diatas Politik, Ada Kemanusiaaan !”
(Gus Dur, Sang Guru Bangsa)
Memang benar, Pemilihan Umum atau Pesta Demokrasi, sejatinya bukan untuk memilih yang terbaik, namun mencegah yang terburuk berkuasa. Juga sangat benar, dalam memilih pemimpin, selain dilihat dari kapasitas pribadinya, juga harus dilihat dari siapa yang ada dalam barisannya.
Namun mutlak tak terbantahkan dan tanpa keraguan, bahwa sikap kenegarawan harus didahulukan diatas sekedar kepentingan sesaat. Bahwa dalam kebebasan ruang publik demokrasi tetap harus ada nilai-nilai yang dikedepankan. Politik Kekuasaan adalah menang-kalah. Siapa dapat apa, kapam dan pada posisi dimana. Semua harus terkalkulasi dengan jelas. Mainstreamnya hanya untung rugi.
Politikus macam beginilah yang mudah untuk menggadaikan bangsanya, bahkan meminum darah rakyatnya hanya demi nafsu berkuasa. Politik ala Kurawa, hamba angkara murka.
Nusantara dan seluruh masa depannya, sangat murah harganya bila hanya untuk dipertaruhkan demi sekedar Politik Kekuasaan. Dengarlah wahai para Politikus, ini peringatan dari seluruh anak-bangsa yang masih mencintai negeri ini. Tidak ada politik yang layak diperjuangkan bila mengingkari nilai-nilai Kebangsaan. Pilar Kebangsaan adalah Pancasila, UUD’45, NKRI Harga Mati dan Bhinneka Tunggal Ika. Memilih pemimpin harus jelas dan tegas keberpihakannya. Siapa yang berdiri dalam situasi gamang dan ragu-ragu akan dinilai oleh segenap anak-bangsa. Dan pastinya akan terseleseksi dalam sejarah.
Keluarga Trah Walisongo dan Kesultanan Nusantara dengan bangga dan totalitas, akan mendukung siapapun calon Presiden yang setia kepada Pilar Kebangsaan diatas. Namun bila hanya demi politik semata, hanya untuk meraih kue manis kekuasaan. Ini tak ubahnya seperti Macchiavelli yang menghalalkan segala cara untuk dapat berkuasa. Jiwa Nusantara pasti menolak dan muntah dengan politisi semacam itu.
Ingatlah, bagaimana Guru Bangsa bersabda: “Diatas Politik, ada Kemanusiaan!”
Mereka yang mencampakkan nilai-nilai kemanusiaan, hanya demi Politik Kekuasaan, adalah manifestasi sengkuni abad Millenial. Demikian juga, diatas Politik Kekuasaan ada Nilai-Nilai Luhur yang harus dipertahankan dengan segenap jiwa dan raga.
Ideologi Bangsa Pancasila jangan digadaikan dengan paham radikal dan intoleransi.
Konstitusi kita sebagai prasasti Luhur Bangsa jangan ditukar dengan ideologi sesat Khilafah Palsu yang sejatinya hanya proxy ideologi asing yang tidak jelas sanad keilmuan dan kesejarahannya. Demikian juga NKRI dan Kebhinnekaan, yang menjadi manifestasi Luhur pengikat seluruh etnis dan agama di negeri ini. Janganlah dicabik-cabik hanya untuk kepentingan 5 tahunan.
Anda sejatinya sedang meniti jalan sesat mengkhianati para Pendiri Bangsa dan Leluhur Nusantara.
Kesalahan sebuah Rejim di masa silam terkait HAM, karena dalam situasi genting atau suasana perang, masih layak diperdebatkan substansi kebenarannya. Pertanggungjawabannya jelas, dalam koridor hati nurani maupun hukum positif Kebangsaan.
Akrobat Politik dengan dalih Pelanggaran Etika atas hukum dan aturan main pemilihan, adalah jelas cacat demokrasi. Namun semua masih bisa diperdebatkan dalam ranah Hukum dan Konstitusi. Medan pertanggungjawabannya jelas dan publik layak menilainya dengan transparan.
Namun, pengkhianatan kepada Pancasila, Konstitusi, NKRI maupun Kebhinnekan adalah tak termaafkan dan harus divonis dalam Sejarah Bangsa ini. Jangan pernah bermain-main dengan pusaka Bangsa ini, atau anda harus siap terhujam dan tercoreng menanggung malu selamanya. Terkubur menjadi fosil dan Mummy kehinaan.
Kesimpulannya:
Jangan sampai nanti ada Kadal Gurun Berkepala Sapi!
Wassalamu’alaikum wr.wb, Salam Sejahtera, Rahayu Nusantaraku!
Bumi Plered, 15 Januari 2024
Penulis: KRT. Faqih Wirahadiningrat