Oleh: Imaduddin Utsman al-Bantani
Sunan Gunung Jati lahir di Makkah al-Mukarromah dengan nama Syarif Hidayatullah tahun 1448 Masehi. Ibunya bernama Nyai Rara Santang binti Prabu Siliwangi. Nyai Rara Santang pergi haji ke Makkah bersama kakaknya Pangeran Cakrabuana. Selama tinggal di Makkah ia nyantri di Syaikh Bayanullah, adik Syaikh Datuk Kahfi. Syaikh Datuk Kahfi adalah ulama asal Makkah yang menyebarkan Islam di Cirebon. Nyai Rara Santang dan Kakaknya berguru kepadanya, dan gurunya tersebut yang memerintahkannya untuk segera menunaikan ibadah haji ke Makkah bersama kakaknya, Pangeran Cakrabuana.
Di Makkah, Nyai Rara Santang menikah dengan Syarif Abdullah al-Hasyimi yang kemudian setelah menjadi sultan bergelar Sultan Maulana Mahmud al-Hasyimi. Ia menguasai wilayah Bani Ismail di Mesir dan Bani israil di Palestina. Nyai Rara Santang kemudian mendapat nama baru Syarifah Muda’im dan tinggal di Mesir bersama suami dan anaknya.
Ketika berumur duapuluh tahun, Syarif Hidayatullah pergi ke Makkah dan nyantri di ulama-ulama Makkah. Setelah itu ia pergi ke Nusantara. Ia mampir di Gujarat, lalu ke Kerajaan Samudra Pasai. Di Pasai ia nyantri di Sayyid Maulana Ishak. Dari Pasai ia berlayar menuju Banten. Dari Banten kemudian menuju Surabaya untuk nyantri di Sunan Ampel. Setelah beberapa lama barulah ia diperintahkan menemani pamannya di Cirebon untuk menyebarkan agama Islam. Ia membangun pesantren di daerah Gunung Jati. Kemudian ia dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
Tiga paragrap di atas, adalah kisah Sunan Gunung Jati yang penulis ambil dari manuskrip Carita Purwaka Caruban Nagari dari mulai pupuh duabelas sampai tujuhbelas. Manuskrip Carita Purawaka Caruban nagari adalah sebah kitab yang ditulis Pangeran Arya Cirebon tahun 1720. Dalam manuskrip tersebut pula tercantum salah satu versi silsilah Sunan Gunung Jati.
SILSILAH SUNAN GUNG JATI
Telah dilaksanakan pertemuan musyawarah keturunan Sunan Gunung Jati di Pesantren Benda Kerep Cirebon Hari Ahad tanggal 30 Juli 2023. Dalam musyawarah itu dibahas tentang silsilah Sunan Gunung Jati. Setelah diskusi dari mulai pagi sampai adzan magrib, ditetapkanlah bahwa Sunan Gunung Jati bersilsilah kepada Nabi Muhammad Saw melalui jalur Sayyid Musa al-Kadzim.
Pertemuan itu dihadiri oleh perwakilan keturunan Sunan Gunung Jati dari Banten dan Cirebon juga para pengurus dari Naqobah Ansab Awliya Tis’ah (NAAT). Selain penulis (H. Imaduddin Utsman al-Bantani), diantara yang hadir adalah: KH. Muayyad (Benda Kerep), KH. Abdurrahman (Benda Kerep), KH. Muhammad (Benda Kerep), KH. Ahmad Hassan (Benda Kerep), Tb. Mogy Nurfadil Satya (Banten), R. Noval Saefullah (Benda Kerep), Farihin (Pustakawan Kanoman), P. Fahri Mertasinga, Gus Alizein (Benda Kerep), KH. Ilzamuddin (Ketua NAAT), KH. Abdul Hannan (NAAT), K. Zabidi (NAAT), Gus Islah (NAAT), P. Panji Yasin (trah Hamengkubuwono), KRT. Fakih Wirahadiningrat (trah Hamengkubowono), H. Erwin (Forsil Walisongo), Tengku Muda Qori (Aceh), dan sebagainya. Peserta yang hadir diperkirakan lebih dari seratus orang.
Ada beberapa peserta yang hadir namun tidak disebutkan karena tidak mengikuti acara musyawarah sampai selesai, baik dari Banten maupun Cirebon, sehingga tidak ikut dalam pengambilan keputusan.
Dalam musyawarah di Benda Kerep tersebut, masing-masing peserta memperlihatkan manuskrip yang dimiliki untuk mendukung pendapatnya. Sebagian mereka menyatakan berdasarkan manuskrip yang dimiliki bahwa silsilah Sunan Gunung Jati adalah melalui Sayyid Musa al-Kadzim. Sebagian lagi, menyatakan versi Ba Alawi melalui Ali al-Uraidi. Setelah diadakan muqobalah antar manuskrip, maka dinyatakan bahwa silsilah Sunan Gunung Jati yang kuat adalah melalui Sayyid Musa al-Kadzim. Sedang versi melalui Ba Alawi adalah lemah. Keputusan itu dibacakan oleh KH. Ahmad Hassan dari Benda Kerep.
Dalam pertemuan itu, karena keterbatasan waktu, belum disusun kronik silsilah Sunan Gunung Jati berdasarkan manuskrip yang ditemukan. Maka penulis dan Tb. Mogy Nurfadil berinisiasi mengumpulkan kembali para keturunan Sunan Gunung Jati untuk menginvertarisir berbagai manuskrip yang waktu musyawarah itu dijadikan bahan referensi. Maka disepakatilah tempat di Bekasi, agar dari Banten dan Cirebon tidak terlalu jauh.
Pada hari Ahad 3 September 2023 diadakan pertemuan di rumah KH. Rohimuddin Nawawi dihadiri oleh: penulis (imaduddin Utsman al-Bantani), KH. Rohimuddin Nawawi (tuan rumah), KH. Ahmad Hasan (Benda Kerep), KH.Tobari Sazili (Banten), Tb. Mogy Nurfadil (Banten), Tb. Imamuddin (Banten), TB. Imam Ibrahim (Banten), Tb. Soleh (Banten), Noval Saefullah (Benda Kerep), Tengku Muda Qori (Aceh), Lutfi Abdul Gani (Banten), Kang Gina (Banten), R. Suprio (Banten), Abdurrahman (Bekasi) dan lain-lain.
Dalam pertemuan itu, penulis memimpin inventarisir manuskrip per-manuskrip, masing-masing menunjukan manuskripnya. Dan terkumpul 7 manuskrip. Satu manuskrip dieliminir karena hanya menceritakan tentang Sunan Giri. Enam lainnya yang menyatakan bahwa Sunan Gunung Jati adalah keturunan Nabi Muhammad Saw melalui jalur Sayyid Musa al-Kadzim. Dari salah satu manuskrip itu ada 6 riwayat yang disebutkan. Jadi seluruh riwayat Musa al-Kadzim menjadi sebelas riwayat. Adapun ke-enam manuskrip itu adalah:
- Manuskrip Bangkalan (tahun 1624M)
Manuskrip bangkalan ini selesai ditulis hari kamis 12 Dzulhijjah 1033 H atau 24 September 1624. Didalamnya ada silsilah Sunan Bonang sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Sunan Bonang adalah putra dari Sunan Ampel. Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati sama-sama keturunan Seh Jumadil Kubro. Dalam manuskrip Bangkalan ini disebutkan silsilah Sunan Bonang sampai Rasulullah melalui Sayidina Husain. Disebut pula nama-nama yang menunjukan bahwa silsilah ini melalui jalur Sayyid Musa al-kadzim seperti nama Ali al-Naqiy, al-Rido. Sama dengan kebiasaan manuskrip nusantra lainnya, dalam menulis silsilah, manuskrip Bangkalan ini tidak lengkap secara berurut. Tetapi kadang kala di loncat-loncat seperti menyebut anak langsung ke kakek tanpa menyebut ayah.
- Manuskrip Tapal Kuda tahun 1650
Manuskrip Tapal Kuda ini menjelaskan tentang silsilah isteri dari Syekh Ibrohim Asmoro melalui Syekh Jumadil Kubro. Dijelaskan bahwa silsilah Syekh Jumadil Kubro adalah dari Zainal Abidin, dari Ja’far Shadiq yang berputra Musa. Terus dilanjut secara tidak tertib silsilah sampai kepada Syaikh Jumadil Kubro dan isteri Syaikh Ibrahim Asmoro. Silsilah dalam manuskrip ini tidak tertib seperti yang seharusnya dikenal dalam kitab-kitab nasab mu’tabaroh. Yang demikian itu kebiasaan manuskrip-manuskrip nusantara dalam menulis silsilah. Kemungkinan besar adanya salah penempatan antara nama dan gelar; terbalik antara nama ayah dan anak-pun sering terjadi. Namun manuskrip ini telah tegas menyebut silsilah Jumadil Kubro kepada Sayyid Musa al-kadzim.
- Manuskrp Pamekasan (Tahun 1700 M)
Manuskrip Pamekasan tahun 1700 Masehi ini nampaknya adalah salinan dari manuskrip Tapal Kuda tahun 1650 M. Menjelaskan tentang silsilah isteri dari Syekh Ibrohim Asmoro melalui Syekh Jumadil Kubro. Dijelaskan bahwa silsilah Syekh Jumadil Kubro adalah dari Zainal Abidin, dari Ja’far Shadiq yang berputra Musa.
- Manuskrip Syekh Hasan Muhyi (1787 M)
Manuskrip Syekh Hasan Muhyi tahun 1787 M ini menerangkan tentang silsilah Nabi Muhammad Saw dari Nabi Muhammad Saw melalui Sayyid Musa al-Kadzim. Dalam manuskrip itu terjadi distorsi ketika Kadzim disebut sebagai anak dari Musa, padahal al-Kadzim adalah merupakan gelar dari Musa. Juga terjadi distorsi ketika menyebut nama Muhammad Mubarak, seharusnya Muhammad al-Baqir. Namun dengan itu semua, manuskrip ini mtegas menyebut silsilah Sunan Gunung Jati. Walau nama Sunan Gunung Jati tidak disebut lengkap, hanya ditulis Kangjeng Sunan, tetapi dapat diketahui bahwa yang dimaksud itu adalah Sunan Gunung Jati Karena ada nama Ratu bani Israil dan raja Mesir. Dimana dapat dikonfirmasi dari sumber lain bahwa silsilah Sunan Gunung Jati ke atas ada dua nama tersebut.
- Asal-Usul Kesultanan Cirebon (1809 M)
Dalam manuskrip ini disebutkan silsilah Sunan Gunung Jati melalui Musa al-Kadzim. Dalam manuskrip ini disebutkan nama Sunan Gunung Jati sebagai Kangjeng Sinuhun Carbon.
- Tinjauan Kritis Sajarah Banten (1913 M)
Tinjauan Kritis Sejarah Banten, adalah buku yang berasal dari desertasi Prof. Husein Djayadiningrat. Dalam buku ini disebutkan enam versi silsilah Sunan Gunug Jati yang diambil dari sumber-sumber tua diantaranya: Daftar Raja-raja banten dari Priangan, Sejarah Banten Rante-Rante, Abdulkahar, Sejarah Para Wali (Jawa), Sejarah Para Wali (Sunda) dan Wawacan Sunan Gunung Jati. Dari enam versi itu lima menyebut Jumadil Kubro, dan satu tidak. Menariknya, yang tidak menyebut Jumadil Kubro justru menyebut nama Musa al-kadzim. Namun dari enam versi itu terkonfirmasi semuanya melalui jalur Musa al-Kadzim, karena dalam manuskrip tertua tahun 1624 yaitu manuskrip Bangkalan, dan manuskrip tapal kuda tahun 1650 yang telah disebutkan di atas, Jumadil Kubro adalah keturunan Musa al-kadzim.
Enam manuskrip di atas, sangat kuat menunjukan bahwa Sunan Gunung Jati merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw dari jalur Musa al-kadzim. Sedangkan silsilah Nabi Muhammad Saw melalui jalur Ba Alawi terdapat dalam manuskrip Negara Kertabumi yang ditemukan tahun 1970. Manuskrip itu berangka penulisan tahun 1698 M, tetapi para ahli filologi meragukannya. Para ahli memperkirakan bahwa naskah ini palsu dan ditulis baru pada tahun 1960 M. Kertas manuskrip ini diolah sedemikian rupa sehingga nampak tua, namun ketika disentuh dengan jari berludah dan ditekan, warna ketuaannya luntur dan kertas ini ternyata ditulis di atas kertas manila, yaitu kertas yang hari ini diproduksi.
Manuskrip kedua yang mengkesankan bahwa silsilah Sunan Gunung Jati ke Ba Alawi adalah manuskrip Carita Purwaka Caruban Nagari. Naskah ini ditulis tahun 1720 M. Dalam naskah itu terdapat silsilah Sunan Gunung Jati melalui Ja’far al-Shadiq. Dari Ja’far al-Shadiq ke bawah ada yang aneh, yaitu ketika disebut anak Ja’far adalah Kasim al-Malik, atau ada yang membaca Kasim al-Manik. Nama ini jelas bukan Ali al-Uraidi bin Ja’far Shadiq sebagaimana silsilah Ba Alawi diakui keluarga Ba Alawi. Nama Kasim al-Malik, lebih dekat ke Musa al-Kadzim bin Ja’far al-Shadiq. Namun, di bawah nama Kasim al-Malik ada dua nama yang tidak masuk daftar lazimnya silsilah Musa al-Kadzim juga tidak masuk lazimnya silsilah Ba Alawi yaitu: Idris dan Al-Bakir. Selanjutnya ada nama Ahmad sebagai anak al-Bakir dan Ahmad mempunyai anak Baidillah. Dua nama ini memang mirip sebagaimana pengakuan Ba Alawi bahwa Ubaidillah anak Ahmad. Kemudian Baidillah mempunyai anak Muhammad. Ini tidak sama dengan silsilah Ba Alawi di mana Ubaidillah mempunyai anak bernama Alawi. Justru nama Alwi kemudian disebut setelah Muhammad.
Dari sini, Naskah Carita ini tidak bisa dijadikan dalil bahwa Sunan Gunung jati keturunan Ba Alawi, karena dalam naskah ini disebut nama Kasim al-Malik yang lebih mirip dengan nama Musa al-Kadzim daripada Ali al-Uraidi. Bahkan tokoh nasab kalangan Ba Alawi-pun, seperti Alidin Assegaf, menolak nasab Sunan Gunung Jati dan Wali Songo lainnya, dan menganggapnya sebagai nasab yang hanya ditulis sejarawan, bukan ahli nasab.
Dari semua penjelasan itu, kekuatan silsilah Sunan Gunung Jati melalui jalur Musa al-Kadzim diperkuat oleh sebelas riwayat silsilah mulai dari tahun 1624-1913 M. sementara versi Ba Alawi ditulis dalam dua naskah bermasalah: yang pertama dianggap palsu oleh para pakar sejarah; yang kedua naskah yang ambigu antara ke Musa al-Kadzim dan Ba Alawi. Jika dihitung, maka perbandingannya adalah sebelas setengah riwayat melawan hanya setengah riwayat saja. Dilihat dari sisi umur manuskrip, manuskrip versi Musa al-Kadzim lebih tua dari Versi ambigu sekalipun. Manuskrip itu sekarang salinannya ada di penulis. Jika suatu hari dibutuhkan manuskrip itu dapat ditampilkan.
Editor: Didin Syahbudin