Di zaman kekuasaan Fir’aun yang tirani terdapat seorang tokoh yang bernama Bal’am Ba’ura. Ia seorang ulama yang berwawasan luas dan mendalam pada bidang ilmu agama. Pernyataan-pernyataan yang dikemukakannya memukau banyak orang. Tidak sedikit orang berdatangan kepadanya meminta fatwa dan petunjuk. Pada mulanya ia dikenal lurus dan jujur.
Tiba-tiba namanya tercoreng dan tak berharga lagi setelah ia menerima rayuan sejumlah materi dari penguasa Fir’aun. Sang penguasa saat itu membayar Bal’am Ba’ura supaya dengan doanya dapat memusnahkan Nabi Musa dan pengikutnya, yang bermaksud mengganti kekuasaannya dengan pemerintahan yang adil.
Doa Bal’am Ba’ura, memang, senantiasa mengena sasaran (maqbul). Tapi kali ini doa yang merupakan profesinya itu tidak lagi mempan. Nama dan perilakunya menjadi hancur bersama kekuasaan Fir’aun oleh kekuatan perlawanan Musa.
Kisah diatas mengingatkan betapa di zaman reformasi ini bermunculan para tokoh –pejabat, politisi, ekonom, mahasiswa, hingga mantan pejabat. Mereka bersuara bagai katak di musim hujan dengan menggelar pikiran dan pandangan. Bahkan di antara tokoh itu pun sempat memberikan kritik pada penguasa. Ada kalanya kritik yang diberikan bersifat membangun, ada pula yang bernada mengancam.
Di satu sisi, kritik atau pandangan para tokoh itu sangat bermanfaat, karena dapat menyambut era keterbukaan dan dengan demikian kekuasaan dapat dikontrol. Namun, ironisnya di antara mereka justru saling mencerca dan mengklaim pendapatnya paling diterima oleh rakyat. Bahkan, tokoh yang dulunya bersembunyi di ketiak kekuasaan, kini tampil dengan suara lantang menghentak kekuasaan dengan Bahasa-bahasa “sok pahlawan”. Lebih bahaya lagi adalah tokoh yang di era reformasi berteriak keras menentang ketidakadilan, kini ia diam seribu Bahasa setelah yang bersangkutan menempati posisi penting. Sementara bahaya yang amat tragis, dijumpai tokoh yang mendapat kesempatan posisi strategis pun kerap berwatak arogan karena merasa tersanjung dan dielu-elukan rakyat masal. Tak pelak lgi watak arogannya makin menjadi tak karuan dengan membuat kebijakan mega proyek demi menguntungkn komplotan konglemerat. Setelah kebijakan itu mendapat keritik tajam dan diketahui cacat hukum serta menggerus kaum lemah. Ia pun mencak-mencak menyerang para pengeritiknya dengan bahasa angkuh dan kasar.
Siapakah diantara tokoh tadi yang misi perjuangannya diterima oleh masyarakat? Jawabannya terpulang pada seberapa jauh konsistensi tokoh dalam menyuarakan keadilan. bila misi perjuangan mereka di permukaan demikian indah, tapi di belakang kenyataannya mereka bermain munafik dengan membuat kekacauan dan memeras rakyat, reputasi mereka pasti akan jatuh dan ditelan oleh ketidakpercayaan rakyatnya.
Inilah yang dimaksud denagn firman Allah: Dan bacakanlah pada mereka berita seorang (tokoh) yang telah kami berikan ayat-ayat kami, lalu ia membuangnya. Setan kemudian menjadikan ia pengikutnya dan jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat (QS. Al-A’raf [7]: 175).
Kejatuhan sang tokoh sebagaimana diisyaratkan al-Qur’an, di negeri kita menunjukkan gelagatnya. Tokoh yang pada mulanya dielu-elukan menjadi penengah umat, kini kehilangna pengikutnya karena sikapnya berubah eksklusif. Demi suatu materi atau posisi yan ditawarkan, ia lebih nyaman membela kekuasaan dan kelompoknya.
Oleh karena itu, dalam kondisi bangsa yang belum menentu hendaknya para tokoh selain bersikap konsisten dalam menyuarakan hati rakyat, karena sedikit saja tertimpa noda, mereka akan kehilangan ketokohannya. Kalua sudah demikian, kehadiran tokoh Bal’an Ba’ura seperti dikisahkan di atas akan menjadi kenyataan di bumi tercinta ini. Na’udzubillah.
Publikasi 500 Muslim Paling Berpengaruh Di Dunia Tahun 2025, Proyek Klan Ba’Alwi?
Setiap tahun kita disuguhkan publikasi “The Muslim 500: The World's 500 Most Influential Muslims” (500 tokoh muslim paling berpengaruh di...
Read more