Tangerang–Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang fasilitasi pesantren di Provinsi Banten masih terus digodok. Hal demikian lebih mempunyai titik terang disetujui Gubernur Banten menyusul pernytaannya dalam acara Webinar yang diselenggarakan RMI PWNU Banten (1/52021).
Dalam Webinar tersebut Gubernur Banten, Wahidin Halim, menyatakan ketika ia belum menerima raperda itu jangan disimpulkan ia menolak. Peran pesantren dan kiayi di Banten ini sangat besar. Pada prinsipnya ia mendukung sepenuhnya terbitnya raperda ini.
“Pondok pesantren itu lekat dan dekat dengan masyarakat, malah jadi teladan dan contoh dengan kiainya yang sangat dihormati, Bahkan Kiai sebagai tokoh informal lebih dihormati dan diikuti oleh masyarakat atau publik ketimbang pemimpin formal lainnya, yang kedua memang perlu diatur dalam undang-undang untuk memberikan fasilitasi dan ruang sebagai bentuk kehadiran pemerintah, jadi pada prinsipnya kami mendukung sepenuhnya (raperda ini, red.).”, tegasnya.
Dalam webinar yang diikuti juga oleh Ketua Pansus Raperda Fasilitasi Pesantren Agus Supriyatna itu Gubernur juga mengingatkan tentang fungsi Perda.
“Perda itu untuk menjaga ketertiban agar terciptanya masyarakat yang harmonis dan bertanggungjawab bersama dan berakhlakul karimah. Itu tidak hanya bentuk regulasi tapi juga fasilitasi,” sambungnya.
Sementara Ketua RMI PWNU Banten, K.H. Imaduddin Utsman, dalam sambutannya menyatakan bahwa perda ini sangat wajar ada di Provinsi Banten karena dalam sejarahnya Kesultanan Islam di Banten didirikan oleh para santri seperti Sulthan Maulana Hasanuddin dan sulthan-sulthan berikutnya. Bahkan, menurutnya, peran-peran kesultanan Banten setelah kesultanan dihancurkan penjajah di lanjutkan oleh para Kiai.
“Setelah kesultanan dihancurkan penjajah, para kiayi dan santrilah yang melanjutkan dalam mengayomi dan memimpin masyarakat dalam menuntut hak dari ketidak-adilan penjajah”.
Dalm waktu terpisah Kiayi Imad pula mengaku telah memberikan usulan -usulan yang diperlukan terkait raperda ini kepada Ketua Pansus Raperda Pesantren. Menurutnya, Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) yang merupakan asosiasi pondok pesantren NU, dimana hampir seratus persen pesantren yang ada di Banten ini berafiliasi kepada NU, memiliki tanggung jawab untuk mengawal perda ini dan mengusulkan poin-poin yang berbingkai ke-NU-an.
“RMI PWNU Banten telah memberikan poin-poin usulan tentang raperda ini. Diantaranya adalah tentang kata Islam dalam raperda ini, kami mengusulkan ditambahi dengan kalimat ahlusssunnah waljama’ah yang rahmatan lil ‘alamin,” terangnya.
Selain itu, menurutnya RMI pula mengusulkan masuknya kalimat “kitab kuning Syekh Nawawi al-Bantani dan ulama lainnya, setelah sebelumnya hanya kitab kuning saja. ini penting, menurutnya, sebagai akomodasi terhadap penghormatan terhadap ulama putra daerah yang menjadi kebanggaan Banten.
Selain dua hal itu, lanjutnya, RMI juga mengusulkan penambahan kalimat dalam definisi Kiai, dalam Raperda itu Kiai didefinisikan sebagai seorang pendidik yang memiliki ilmu pengetahuan agama. RMI mengusulkan penambahan kalimat menjadi; Kiai adalah seorang pendidik lulusan pondok pesantren yang memiliki ilmu pengetahuan agama.
“Jangan sampai orang yang bukan lulusan pesantren menjadi Kiai dan pengasuh pesantren, bisa berantakan lulusan pesantren ke depan”. tutupnya.