Oleh: Kyai M. Hamdan Suhaemi
Semua agama mengajarkan kebaikan, menganjurkan kebenaran, sebab watak agama sebagai penuntun. Tidak ada agama manapun yang ajarkan kekerasan, jahat dan anti pada nilai kemanusiaan. Ini saya kira semua sepakat atas narasi tersebut.
Islam, satu diantara agama yang titik tujuannya hanyalah totalitas penghambaan (ibadah), seperti firman Allah SWT:
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون
Artinya: “dan tidaklah kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku“.
Ini, jadi tolak ukur kehidupan muslim di dunia, betapapun kehidupan di dunia dengan segala kompleksitas permasalahannya, ibadah adalah pondasi beragama sekaligus berhidup. Iman (keyakinan) tidak cukup untuk disebut muslim menjadi selamat karena perlu amaliyah, dan amaliyah sekalipun taat jika tanpa iman itu artinya nol besar. Tegasnya iman dan amal harus terus digerakan untuk kemudian menjadi prinsip hidup dan laku hidup.
لا تحاسدوا و لا تناجشوا و لا تباغضوا و لا تدابروا ولا يبع بعضكم على بيع بعض و كونوا عباد الله اخوانا ( رواه مسلم )
Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita untuk menghindari kerusakan hubungan sesama manusia ( حبل من الناس ) dengan sabdanya :
Artinya: “Jangan kamu saling dengki saling menjerumuskan, saling bermusuhan, saling membenci, dan jangan sebagian kamu menjual atas kerugian jualan sebagian lain dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara“.
Dalam kitab Mawa’idz, Hadrotusyaikh Hasyim Asyari telah memberi arahan kepada kita terkait sikap beragama kita.
ايها المسلمون, اتقوا الله وارجعوا الى كتاب ربكم واعملوا على سنة نبيكم واقتدوا باسلافكم الصالحين , تفلحوا كما فلحوا و تسعدوا كما سعدوا , اتقوا الله واصلحوا ذات بينكم , وتعاونوا على البر والتقوى و لا تعاونوا على الاثم والعدوان , يشملكم الله برحمته و يعمكم باحسانه , ولا تكونوا كالذين قالوا سمعنا و هم لا يسمعون.
Artinya: “Wahai umat Islam, bertaqwalah kepada Allah, kembalilah kepada kitab Allah, berbuatlah sesusi sunnah Rosulullah Saw, dan ikutilah ulama salafussolihin, maka kalian akan beruntung seperti mereka, bertaqwalah kepada Allah dan damaikanlah orang-orang yang bertikai diantara kalian, saling tolong menolonglah dalam urusan kebaikan dan ketaqwaan, dan jangan bertolong menolong dalam urusan dosa dan permusuhan, maka Allah akan menghujani kalian dengan rahmat dan kebaikannya, dan jangan kalian menjadi seperti orang orang yang katanya mendengar tapi sebenarnya tidak mendengar”.
Pitutur Mbah Hasyim diatas lebih menitikberatkan pada sikap beragamanya seorang muslim dan penghargaannya pada kemanusiaan. Sikap yang diperintahkan untuk menjauhi kekerasan, pertikaian sebagai substansi penghargaan atas manusia.
Dalam Syiir Arab
انما الامة الوحيدة كالجسم – وافرادها كالاعضاء
كل عضو له وظيفة صنع – لا ترى الجسم عنه في استغناء
Artinya: “Suatu umat bagai jasad yang satu, orang-orangnya ibarat anggota-anggota tubuhnya, setiap anggota punya tugad dan perannya, jangan kau anggap tubuh tidak membutuhkannya”.
Perilaku Nabi SAW adalah cermin (uswah) betapa penghargaan atas manusia begitu tingginya, meski tidak sama sekali mengikuti ajarannya. Sikap menyuapi pengemis buta yang kebetulan beragama Yahudi di setiap pagi hari adalah juga sisi manusiawinya seorang Nabi dan itu dilakukan hingga sampai wafatnya Nabi SAW. Begitu memulyakannya atas manusia meski dengan keyakinan agama yang berbeda. Yang dilihat oleh Nabi atas orang Yahudi itu adalah manusianya.
Apa yang dibanggakan dalam hidup jika dalam kehidupan tanpa ada harmoni sesama manusia. Kebenaran disampaikan dari hati dan akan tersampaikan hingga masuk hati. Namun keyakinan punya jalannya sendiri kepada Tuhannya.
Wa Allahu a’lam bi al-Showabi
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten