Kiai Hannan merilis sebuah manuskrip walisongo yang didalamnya terdapat silsilah keluarga Al Haddad Ba Alawi. Dalam manuskrip tersebut, keluarga Alawi ditulis tidak bin Ubaidillah bin Ahmad, tetapi ditulis Alawi bin Isa Arrumi bin Muhammad Al Azraq bin Isa bin Muhammad Annaqib bin Ali Al Uraidi.
Penemuan Kiai Hanan ini, memperkuat tesis penulis bahwa nasab Ba Alawi ini memang adalah nasab problematik. problematika nasab ini terjadi dari berbagai sudut: historis, geografis-antroplogis dan susunan amudunasab (nama-nama dalam silsilah nasab).
Bahkan, dalam penyusunan biografi tokoh-tokoh amudunnasab itu, terindikasi adanya dugaan “lied on purpose” dengan beberapa kasus tulisan yang berupa kitab atau artikel pendek tentang biografi mereka yang tanpa referensi.
Sebagai contoh lihat kitab-kitab yang mengulas tokoh Ahmad bin Isa dan Ubaidillah, apakah penulisnya, ketika menuliskan peristiwa-peristiwa sejarah dalam bukunya itu, berupa tahun kejadian, lokasi perpindahan, si fulan mempunyai saudara si fulan dan sebagainya, berdasarkan kepada sumber tertulis atau tidak?
Sekarang ditemukan “kakek baru” bagi Ba Alawi, ia bukan Ahmad bin Isa tapi Muhammad Al Azroq bin Isa. Dan Alwi bukan anak Ubaidillah bin Ahmad, tetapi anak Isa Arrumi bin Muhammad Al Azraq.
Pergantian amudunnasab, jika berdasarkan sumber berupa manuskrip yang terpercaya dan kuat, tidak bermasalah. Koreksi sebuah manuskrip yang lebih valid terhadap manuskrip lainnya memungkinkan menurut standar ilmiyah. Masalahnya, bagaimana Ba Alawi sendiri menyikapi temuan ini?
Selain itu harus diperhatikan pula kompleksnya konsekwensi yang menyertai ganti kakek tersebut. Seperti bagaimana tentang sejarah yang selama ini dibangun tentang hijrahnya Ahmad bin Isa ke Hadramaut; tentang kitab yang telah disusun tentang sejarah hidupnya dan anaknya, Ubaidillah; tentang makam Ahmad dan Ubaidillah yang selama ini sudah diziarahi; tentang sinar cahaya yang memancar dari makamnya dan lain sebagainya.
Jika “ganti kakek” ini terjadi, kemana semua hal yang disebut itu akan diletakan?
Penulis: Imaduddin Utsman Al Bantani