Forum Siltarahmi Pondok Pesantren (FSPP) awalnya bernama FSPPM singkatan dari Forum silaturahmi Pondok Pesantren Modern. Didirikan oleh para alumni Pesantren Modern Gontor yang terafiliasi ke dalam Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Gontor.
Pada tahun 2002, FSPP berekspansi dengan mendeklarasikan diri sebagai forum pesantren yang terbuka, tidak hanya sebagai asosiasi pondok modern tetapi juga Pondok Pesantren Salafiyah (PPS). Dengan merekrut para tokoh pesantren salafiyah yang berasosiasi di Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI), yaitu asosiasi pesantren Nahdlatul Ulama (NU), FSPP bergerak membangun sinergitas dengan berbagai elemen masyarakat.
Selain merekrut kalangan pesantren salafiyah, FSPP pula merekrut stakeholder dari kalangan luar pesantren untuk masuk dalam kepengurusan, baik dari akademisi, pejabat, pengusaha dan aktifis. Hal ini mungkin sebagai akselerasi usaha-usaha FSPP dalam menjalankan organisasi.
Dalam pergumulan berbagai elemen yang ada ditubuh FSPP ini, akhirnya merubah citra FSPP bukan lagi hanya sebagai sebuah forum pesantren, tetapi bermetamorfosa menjadi seperti laiknya Organisasi Masyarakat (Ormas) yang juga memberikan respon terhadap berbagai wacana dan peristiwa sosial-politik. Sayangnya berbagai wacana dan respon dari FSPP ini lebih mengarah diametral dengan filosofi dan ide dasar dari mayoritas pesantren yang di klaim sebagai anggotanya, yaitu pesantren salafiyah yang berfaham NU. Bahkan dalam berbagai macam wacana sosial-politik FSPP sangat diametral dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Hal yang demikian semakin nampak terang-benderang ketika Ali Mustofa dan Bukhari Arsyad, dua aktifis HTI, masuk dalam jajaran pengurus FSPP. Bahkan, Ali Mushtofa, pentolan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Banten itu, tahun 2014 menjadi Sekeretais FSPP. seorang Ali Mustofa, yang merupakan ketua lajnah fa’aliyyah (komite otoritas) HTI Banten, yang masuk kepengurusan FSPP mulai 2009 sebagai wakil sekretaris, dengan lihai mampu membawa warna lagu FSPP menjadi sesuai dengan irama doktrin HTI, khususnya dalam merespon berbagai isu-isu sosial-politik nasional.
Pada tahun 2016, FSPP membuat pernyataan yang berisi tentang seruan pemboikotan terhadap salah satu stasiun TV, Metrotv, dan mendesak pemerintah agar memeriksa dengan serius proporsionalitas dan profesionalisme pemberitaannya. Selain tentang pemboikotan salah satu stasiun tv, dalam pernyataan itu pula dituangkan penolakan terhadap Yayasan peduli pesantren (YPP) yang diketuai oleh Hari Tanoe; pemboikotan sari roti; kriminalisasi setiap aspirasi umat Islam; juga seruan agar belanja di warung muslim dan mengesampingkan warung non muslim. (Suaramuhammadiyah, 11/12/2016).
Pernyataan sikap FSPP diatas terjadi pasca aksi 212. Untuk kasus pemboikotan sari roti dikarenakan sari roti mengkonfirmasi bahwa roti yang dibagi di aksi 212 itu sebelumnya sudah dibeli oleh seseorang untuk dibagi ke peserta aksi, jadi bukan sari roti menggeratiskan dan mendukung aksi. Sementara untuk kasus Metrotv, stasiun tv itu dianggap tidak berimbang dalam pemberitaan aksi 212.
Pada tahun 2017, seperti diberitakan Media Umat (11/8/2017), Ali Mustofa mengatasnamakan diri sebagai Sekretaris FSPP, ikut dalam aksi tolak Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas yang akan menjadi dasar pembubaran HTI. Aksi yang mengatasnamakan Aliansi Ormas Islam Banten itu mengklaim diikuti oleh 45 Ormas. Dalam aksi itu, pendemo diterima anggota DPRD FPKS, Sanuji Pentamarta. Dalam kesempatan itu Bukhari Arsyad, pengurus FSPP, meminta semua pihak termasuk anggota dewan untuk menolak Perppu.
Sementara, Fathoni dari Forum Aswaja, mengatakan “Ulama ditangkap. Ormas Islam dibubarkan. Ini dzalim. Khianat. Takbir!,” Ali Musthofa, yang membawa nama FSPP, mengatakan “FSPP menilai Perppu tersebut lahir melanggar HAM serta membuka ruang otoriter. Karena itu Perppu itu harus dibatalkan.”
Dari kasus diatas, apakah benar FSPP secara organisatoris menolak Perppu pembubaran HTI? Apakah pernyataannya itu berdasarkan rapat Presidium pimpinan FSPP? Wallahu a’lam, yang jelas tidak ada bantahan dari Presidium FSPP.
Selain kasus tentang pembubaran HTI di atas, Ali Musthofa, kerap membawa nama FSPP dalam berbagai aksi protes dan demonstrasi bersama Forum Persatuan Umat Islam Banten (FPUIB). FPUIB adalah sebuah forum yang di bentuk sekitar pasca 212 yang menjadi wadah faham Islam minoritas non nahdliyyin. FPUIB diketuai oleh Enting Abdul Karim, Presidium FSPP dan penasihat FPI Kota Serang, (Suarabanten.id, 24 & 26/12/2020) Enting Abdul Karim namanya mencuat tahun lalu ketika seorang teroris bernama Novero mengaku mengenal JAD dari Pesantren Al Islam milik Enting. Menurut Novero ia pertama kali mengaji dan bertemu Abu Bakar Ba’asyir di Pesantren Al Islam tahun 2009 (Detiknews, 7/8/2020).
Pada April 2018, Ali Mustofa atasnama FSPP hadir bersama FPUIB dalam demo menuntut penegakan hukum terhadap Sukmawati. (Banten Expres, 7/4/2018).
Pada 16 juni 2020 beredar video ditengah masyarakat melalui media sosial yang berisi bahwa FSPP Kota Serang menolak dilakukannya rapid test terhadap santri dan kiai di Kota Serang. Menurut Enting Abdul karim, Presidium FSPP Kota Serang, bahwa penolakan itu sudah merupakan keputusan semua kiai. (Rmol Banten, 16/7/2020).
Pada 11 Oktober 2020 Enting Abdul Karim, dengan mengatasnamakan FSPP mendatangi anggota FPKS DPR RI, Jazuli Juwaini, untuk menolak UU Omnibuslaw. Enting Abdul Karim menyatakan pihaknya akan berusaha menggagalkan UU Omnibus Law yang sudah disahkan 5 oktober lalu. (fakta Banten, 11/10/2020)
Kemudian pada 19 nopember 2020, Enting Abdul karim menyatakan bahwa warga Banten sudah rindu kepada Muhammad Riziq Syihab (MRS). (Kabarbanten.com.,19/11/2020)
Dari hal-hal diatas kita bisa membaca bahwa memang pernah ada relasi baik langsung maupun tidak langsung antara FSPP, HTI dan gerakan non-moderat di Banten. Ini yang harus menjadi evaluasi bersama. Jangan sampai pesantren yang diklaim FSPP sebagai anggota itu sebenarnya tidak tahu-menahu namanya dicatut untuk kepentingan ideologi tertentu yang diametral secara fikrah dengan ajaran pesantren itu sendiri. Wallau a’lam.
K.H. Imaduddin Utsman (Ketua RMI PWNU Banten)