Oleh: Kyai Hamdan Suhaemi
Setiap yang mengajak ke jalan benar itu termasuk dakwah yang baik. Tapi tidak semua dakwah itu didasari baik jika sudah ada niatan sesuatu selain tujuan dakwah an sich. Jalan yang Tuhan ridlai, tentu adalah tujuannya. Terutama untuk kebenaran, kesalamatan, dan kebahagiaan manusia. Lalu apa cara keras masih disebut dakwah, ketika targetnya harus mengakui dan mengikuti dengan terpaksa. Ini mungkin dakwah didasari nafsu, terkesan keliru dan salah arah.
Pengertian dakwah menurut bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab yakni دعى- يدعو – دعوة (da’a – yad’u – da’watan). Kata dakwah tersebut merupakan ism masdar dari kata da’a yang dalam Ensiklopedia Islam diartikan sebagai ajakan kepada Islam.
Kata da’a dalam al-Quran, terulang sebanyak 5 kali, sedangkan kata yad’u terulang sebanyak 8 kali dan kata dakwah terulang sebanyak 4 kali. Kata da’a pertama kali dipakai dalam al-Quran dengan arti mengadu (meminta pertolongan kepada Allah) yang pernah dilakukan oleh kanjeng Nabi Nuh as. Lalu kata ini berarti memohon pertolongann kepada Tuhan yang pelakunya adalah manusia (dalam arti umum).
Sedangkan kata dakwah atau da’watan sendiri, pertama kali digunakan dalam al-Quran dengan arti seruan yang dilakukan oleh para Rasul Allah itu tidak berkenan kepada obyeknya. Namun kemudian kata itu berarti panggilan yang juga disertai bentuk fi’il (da’akum) dan kali ini panggilan akan terwujud karena Tuhan yang memanggil. Lalu kata itu berarti permohonan yang digunakan dalam bentuk doa kepada Tuhan dan Dia menjanjikan akan mengabulkannya (Muslihin : 2012).
Dakwah ke orang lain itu adalah biasa karena orang butuh atas penjelasan dari ajakan tersebut, tapi menjadi yang berbeda ketika kita hendak mendakwahi diri. Objeknya pribadi sendiri. Lantas bagaimana yang dimaksud mendakwahi diri, ini yang sering kita dengar istilahnya ibda’ bi nafsik, atau cara muhasabah. Menengok kehidupan orang lain tampak jelas, begitu berbeda menengok ke dalam diri. Yang ada tentu penyakit jiwa, penyakit hati. Ini kalau sudah ada kemampuan khulush (murni), dan takhallush (kosong dari niatan kepentingan), maka itu kemudian ikhlas. Dasar tengokan inilah yang kita harapkan menjadi suluh bagi para pendakwah dalam rutinnya berdakwah.
Medan dakwah, itu luas tapi mudah dijangkau meski daerah 3 T (tertinggal, terbelakang, dan terpencil). Sangat terjal, seperti rupa jalan yang dilalui. Tapi menjadi spirit kuat jika dasarnya ikhlas. Pendakwah yang benar adalah pendakwah yang sudah selesai dengan dirinya. Cara dakwah dengan cara ma’ruf, lembut, beradab, moderat jauh lebih mengena dibanding dakwah tanpa cara. Keras berdakwah itu dan berdakwah yang keras bukan tipikal bangsa, dalam keadaan itu mereka pasti menolak. Bahkan cenderung lebih ingin mendengar yang humor, dan candaan. Ini perlu diakui sebagai metode dakwah yang juga termasuk efektif.
Oleh karena itu, demi tercapainya keberhasilan dakwah, supaya pesan dakwah dapat diterima dan dipraktekkan oleh objek dakwah diperlukan seni, metode, dan pendekatan yang benar, pendekatan yang sangat bagus serta persuasif, yaitu dengan hikmah, mauidzah hasanah, dan diskusi atau dialog dengan cara yang lebih baik. Metode ini digali dari Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125.
KH Ahmad Shiddiq mengutip dari tafsir Al-Khazin menerangkan lebih detail tiga metode di atas. Mengajak dengan hikmah, artinya memberi keterangan yang mantap, kokoh, dan benar. Atau menggunakan dalil-dalil yang benar yang mengungkapkan kebenaran dan menghilangkan keragu-raguan.
Mauidzah hasanah artinya memberi petunjuk yang menggairahkan kepada kebenaran serta menunjukkan bahaya atau akibat perbuatan buruk, yang mengesankan rasa kasih sayangnya perawat bagi pasiennya. Metode dialog atau debat yang lebih baik artinya menggunakan pendekatan yang lemah lembut.
Syeikh Ali Mahfudh dalam kitabnya Hidayah al-Mursyidin, telah memberikan pandangannya bahwa berdakwah adalah ”mendorong (memotivasi) untuk berbuat baik, mengikuti petunjuk Allah, menyuruh orang mengerjakan kebaikan, melarang mengerjakan kejelekan, agar dia bahagia di dunia dan akhirat”.
Akhirnya, saya tutup pitutur tentang dakwah ini dengan mengajak agar terlebih dulu menengok ke diri terlebih dulu, sebelum dakwah untuk orang lain.
Qubika, 19-11-21