Penulis bermaksud menyajikan tulisan untuk menaggapi lora Muhammad Ismael Al Kholilie yang bersikukuh menetapkan nasab ba alwiy dengan metode Syuhroh Istifadloh (Populer/ketenaran dan Viral) dan menolak Itsbat nasab dengan tes DNA. Khawatir tulisan terlalu panjang untuk dibaca, maka kami membaginya menjadi dua. Dan kali ini bagian pertama.
Nasab ba alwiy yang selama ini ditetapkan oleh mereka menggunakan metode Syuhroh Istifadloh adalah metode yang salah dan tidak relevan, mengingat yang menjadi persoalan adalah nama Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al Abah an Naffat.
Para habaib serta para muhibbin (seperti beliau lora Ismael Kholil, yang paling alim Ust. Muhammad Idrus Ramli Real dan lain-lain) dan juga seluruh para pakar nasab seperti Syekh Mahdi ar Roja’iy, para mufti dan yang sekelas dengan mereka, TELAH SALAH MEMILIH METODE PENETAPAN NASAB BA ALWIY. Karena metode ini hanya bisa menggunakan pendengaran dan kita tidak mungkin mendengarkan kabar orang yang hidup 1.100 tahun lalu.
Berikut kami sertakan 7 metode penetapan nasab (5 dari ahli nasab, 2 tambahan dari ahli fiqhi). dalam kitab Rosa’il fi Ilmil Ansab halaman 101-105 :
ثبوت النسب عند علماء النسب
ويثبت النسب بالعلامات الواضحات , وبالبيات الثابتات , ولا يثبت بالشّبهات , لما يترتب من حقوق , واستحقاقات , ومعاملات , وقد عدّ علماء النّسب خمس طرائق لثبوته:
الطريقا الأول : استفاضة النسب وشهرته في بلده , شهرة تثمر علماً , واستفاضة بين عدد من النّاس يقع العلم بخبرهم أو الظّن القوي , ويؤمن توافقهم على الكذب , مع عدم المُعارض , والاستفاضة تعني التسامع , وهي من أظهر البينات ,وتتوفر الدواعي الى نقلها , وانما خصوها بالتسامع , لأن النسب أمر لا مدخل للرؤية فيه .
Artinya : “Cara yang pertama: Viral nasab dan kepopuleran di negaranya, ketenaran yang menghasilkan pengetahuan, merupakan viral di antara sejumlah orang yang menjadi dasar informasi atau prasangka kuat, serta menjamin kesepakatan mereka untuk tidak berbohong, tanpa ada pertentangan. Viral ini bermakna viral pendengaran, sehingga itu termasuk bukti/dalil yang paling jelas, tentu saja ada alasan untuk menyampaikannya, tetapi mereka terbatas pada pendengaran, karena silsilah nasab adalah masalah yang tidak bisa dikaitkan dengan pengelihatan.”
وصورتها في التحمل , أن يسمع الشاهد أن فلانا ينتسب الى الشخص أو القبيلة , وأنه قد استفاض بين الناس , وأن الناس ينسبونه الى ذلك , وان ذلك امتد مدة يغلب على الظن صحته . فيكتفى بالانتساب , ونسبة الناس.
Artinya : “Bentuk toleransi viral/gambaran implementasi dalam viral yaitu : seorang saksi mendengar bahwa si fulan itu bernasab pada seseorang atau terhadap suatu suku, hal ini tersebar luas di kalangan masyarakat, dan orang-orang menerima hal itu, kejadian ini berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama sehingga menjadi peluang untuk dibenarkan. pada akhirnya kesaksian itu cukup menjadi afiliasi dan penisbatan orang.”
ويجب التنبه الى أن الاستفاضة يجب أن تكون في بلدته أو قبيلته , لا تلك المزعومة والتي تكون في مهجره , بلدة أم قبيلة , أو أن يفتعل الشهرةَ شخصٌ في الأسرة دون أن تكون الشهرة لأسرته من قبل ! , وهذه الصورة لأخيرة شايعة في هذه الأزمان مع النسب النبوي الشريف , حفظه الله . فالحاصل أن للشهرة ضوابط وليس الحديث فيها مرسلا.
Artinya : “Perlu dicatat bahwa viral harus terjadi di kota atau sukunya sendiri, bukan di diaspora (tempat penyebaran orang antar negara, kota atau suku lain/disebut pula sebagai tempat hijrah) atau bahwa seseorang dalam keluarga menciptakan kepopuleran/syuhroh, yang mana kepopuleran itu tidak ada dalam keluarga sebelumnya! Gambaran yang terakhir ini umum terjadi pada silsilah Nabi yang mulia, semoga Alloh melindunginya. Intinya ketenaran ada batasan dan hadnya, dan cerita yang berkaitan di dalamnya bukanlah mursal.”
وانما ذكروا الشهرة بالاستفاضة دون الشهرة بالتواتر , لأنهاالبداية التي يثبت بها النكاح , والولادة ,والنسب , والموت , أماالتواتر فاشتراطه عسير جدا , وهو يعني أن ينتشر الخبر في الأصقاع والأقاليم كافة , وهذا انما يحصل مخفورا بالاعجاز , كمولد نبي الله المسيح عيس بن مريم عليهما البسلام , فالاستفاضة عامة , والتواتر يكون في بعض الحالات , ولو اشترط التواتر لما كان بالامكان اثبات نسب أحد , ثم لا مانع في أن تقوى الاستفاضة حتى تصل الى حد التواتر , كما تواتر أن ابراهيم عليهما السلام قد ولد الأمتين العَرَبية والعِبْرية , وأن الحسين بن علي ملك الحجاز , شريفٌ حسنيٌّ . والرسول محمد صلى الله عليه واله وسلّم كان مولده مُستفيضًا بين قومه وأهل بلدته , وصَاحَبَ مولدَه خوارقٌ , وسبقه إرهاصاتٌ , وتواتر لدى أهل الأرض أن أمرا عظيما قد حصل , أومولودا صحاب شأن قد وُلِدَ , ولكن الله غمّ على الناس أمره , حفظا له , إلا أنه قدجعل للناس علامات في ذلك اليوم لاينسونها , فتذكّرها لماصدع بالرسالة .
فحاصل ضوابط هذه الطريقة هي :
- الاستفاضة في السّماع , استفاضةً تورث علما أو ظنّا قويا.
- انتفاء المعارضة في العموم (18) والخصوص (19) , أو في الوثائق البينات.
- قدم النّسبة والشهرة .
- أن تكون الشهرة في قبيلته , أوفي البلد الأصلي , لافي بلد هجرته .
Artinya : Aturan/batasan dari metode ini (viral dan populer) adalah: - Populer dalam pendengaran (panca indra pendengaran), kepopuleran yang dapat melahirkan pengetahuan atau Prasangka yang kuat.
- Tidak adanya bantahan secara umum dan secara khusus, atau (juga tidak ada) bantahan berupa dokumen/data (catatan atau kitab) yang sah (yang bisa menjadi dalil pembatal kepopuleran).
- Menyajikan garis keturunan serta popularitas.
- Satatus kepopuleran itu ada pada sukunya, atau pada negara asalnya, bukan pada negara imigrasinya (hijrahnya)
الطريق الثاني : كتب النّسابين الأبدال ,العلماء الثقات , المحققين الأ ثبات ,التي لم تلحقها أيدي الهواة العابثين , والضعفاء المتروكين , والوضاع الكاذبين , لاسيما إن كانت مشهورة منتشرة , أما إن كنت مخطوطة فيحب التثبت من الخطوط , ومقابلة النسخ المخطوطة , ومتى عرف خط النسابة المحقق الثقة فإنه يعمل به , ويكون مستندا شرعيّا , وعليه العمل في القديم والحديث , وكذا لعمل بالوِجادات . ولذا فإن شجرة النسب التي عليها تقريرات النّسابين الثقات الأثبات , المؤرخة , المضبوطة , تعدّ وثيقة معتبرة , ولاعبرة بتقريرات من ليس من أهل الدراية بالنسب .
قال في شرح المجلة: قد أخذ في هذا الزّمن العمل بالكتابة والخطّ أهميّة عظمى , فقد قصر إثبات كثير من الحقوق , ولا سيّما السندات والمقاولات على الخطّ , فلذلك لايجوز عدّ كلّ خطّ معمولا به , ومدارا للثّبوت , كما أنّه لا يجوز ألاّ يُعْمَل بالخطّ , إذ يؤدّى إلى إبطال الحقوق , فلذلك قد اتّخذ طريق متوسّط , وبيان الأصلين الآتيين…(20)
الطريق الثالث: قيام البيّنة الشرعية , والبيّنة هي الشهادة , فيشهد رجلان عدلان معروفا بعدالتهما على صدق الدعوى , أماالأعمى ففي شهادته اختلاف , وقيل يشهد في ما شأنه الاستفاضة كالموت والنسب , فيقولون في الشهدة : أشهد أني لم أزل أسمع من الثّقات وغيرهم , أن فلانا يكون نسبه كذا , أوأن نسبته تكون كذا.
الطريق الربع : أن تعترف القبيلة وتقر , لفرد أو جماعة ,بصدق النّسب وصحته , ومقصودنا بالجامعة أي إحدى طبقات النسب , واعتراف القبيلة وإقرارها يكون كذلك لأجل الاستفاضة فيها , ولا قيمة للشهادات الشاذة ,كما لا قيمة لشهادة زعيم القبيلة منفردا لاسيما إن كان جاهلا بالأنساب والأخبار .
الطريق الخامس : أن يعترف رجل عاقل ويُقِرّ ,أن فلانا يكون ابنه , ويكون المدّعِي ممّن يُوْلَدُ مثلُه لمثل الداعي , وانتفت الموانع , والموانع كثيرة , نحو ألا يكون التفاوت في العمر بينها نحو عشر سنين , بل لابد أن يكون أكثر , ونحو كونهما من أهل بلد واحد . لأنّ ثبوت النّسب يعتمد التّصوُّر.
وأقرّ الفقهاء طرئقَ النسابين , وزادواعليها:
الطريق السادس: القرعة .
الطريق السابع: قيافةالبشر, وهي: إلحاق الابن بالأب بالصفات المتماثلة,والحكم بثبوت النّسب بدلائل الأعضاء,شأن البينة العادلة . والقيافة قيافتان , قيافة البشر , وقيافةالأثر , ولابد من أن يكون القائف مجرّبا ممتحنا , والفقهاء يثبتون بها النسب إلا فقهاء الأحناف . والحيث في هذا واسع ومبسوط في كتب الفقه والأقضية والقوانين .
Dari pemaparan di atas dan dikaitkan dengan status nama Ubaidillah (383 H), serta fakta ilmiyah menunjukkan bahwa Viral dan populer sama sekali tidak kita temukan selama 550 tahun bahkan lebih, sejak diakui nama Ubaidillah oleh ba alwiy (abad 4) sampai akhir abad 9, mengakibatkan tidak semerta-merta bisa menetapkan nasab ba alwiy dengan metode viral dan populer (syuhroh istifadloh).
Dari ketujuh metode yang ada, hanya metode kedua yang terbuka untuk nasab ba alwiy. Metode Syuhroh Istifadloh sudah tidak mungkin lagi diterima.
Namun yang bisa diterima adalah informasi yang menunjukkan terjadinya syuhroh istifadloh di masa-masa tersebut (abad 4, 5, 6, 7, 8 dan 9), itu artiya informasi tersebut dituangkan dalam catatan-catatan/kitab dan bukan lagi disebut syuhroh istifadloh, tapi tergolong metode kedua yaitu :
كتب النّسابين الأبدال ,العلماء الثقات , المحققين الأ ثبات
(kitab sezaman atau yang mendekatinya dari ahli nasab) Itupun kalau ada, sedangkan fakta berkata lain.
Begini penjelasannya :
KEMUNCULAN NAMA ABDULLAH DI AKHIR ABAD 9 H.
Nama Ubaidillah belum muncul di pertengahan abad Sembilan, tetapi ada nama baru yang disebutkan oleh kitab An-Nafhah al-Anbariyah karya Muhammad Kadzim bin Abil Futuh al-Yamani al-Musawi (w. 880) nama itu adalah Abdullah bin Ahmad. Agaknya, kitab An-Nafhah ini menukil dari kitab al-Jundi (w. 730 H.).
Dari situ kita melihat bahwa nama Abdullah tidak tercatat oleh ahli nasab selama 543 tahun, dihitung dari wafatnya Ahmad bin Isa.
Dari kitab yang mulai mencatat nama Ahmad bin Isa minimal ada tujuh kitab mulai abad kelima sampai kesembilan yang tidak menyebutkan nama Abdullah sebagai nama anak dari Ahmad bin Isa.
Kitab an-Nafhah al-Anbariyah, Syekh Muhammad Kadzim, ia sendirian tanpa referensi dari kitab nasab yang telah disebutkan:
- ia sendirian ia sendirian tentang pindahnya Ahmad ke Hadramaut, tidak ada ahli nasab dalam kitabnya menyebutkan seperti itu.
- ia sendirian tentang nama Abdullah sebagai anak Ahmad bin Isa, nampaknya, ia melihat kitab al-Suluk dan mengambil referensi darinya.
Satu catatan penting, bahwa Banu Abu Alawi yang disebut oleh Syekh Muhammad Kadzim tersebut bukanlah Ba Alawi para habib yang menurunkan al-Faqih al Muqoddam, tetapi Banu Abu Alwi dari keluarga Jadid,
Sebagaimana ia tegaskan dengan kalimat: “Maka dari keturunan al-Jadid ini adalah Bani Abu Alawi, yaitu Abu Alawi bin Abul Jadid bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid bin Ali bin Muhammad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin Isa.” Perhatikan! Banu Abu Alawi adalah Abu Alawi bin Abul Jadid, generasi ke delapan dari Jadid bin Abdullah.
HABIB ALI AL-SAKRAN ORANG YANG PERTAMA MENYEBUT NAMA UBAIDILLAH SEBAGAI ANAK AHMAD
Menurut Habib Ali al-Sakran leluhur mereka (Para Habib Ba Alawi) ditulis secara berkesinambungan sebagai Ubaid bin Ahmad bin Isa.
Lalu ia berijtihad (berasumsi) bahwa Ubaid ini adalah sama dengan Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib, seperti yang disebut dalam kitab Al-Suluk karya al-jundi (w. 730. H).
Habib Ali al-Sakran menulis sebuah kitab yang diberi nama Al-Burqatul Musyiqoh (selanjutnya disebut al-Burqah). Dalam kitab itu, untuk pertama kali nama Ubaidillah disebut sebagai Anak Ahmad bin Isa dengan argument bahwa Ubaidillah ini adalah nama lain Abdullah yang disebut oleh Al-Jundi/dalam kitab as Suluk (w. 730 H.).
Kitab-kitab selanjutnya yang menyebut Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib, kemungkinan besar, menukil dari Habib Ali al-Sakran tersebut. Diantara kitab-kitab itu seperti: ،al-Dlau‟ al-Lami‟ karya al-Sakhowi (w. 902 H.), kitab Qiladat al-Dahr fi Wafayat A‟yan al-Dahr karya Abu Muhammad al- Thayyib Ba Makhramah (w. 947 H.), kitab Tsabat28 Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H.), kitab Tuhfat al-Tholib karya Sayid Muhammad bin al-Husain as-Samarqondi (w. 996 H), kitab al-Raudl Al-Jaliy karya Murtadlo al-Zabidi (w. 1205 H) dll.
Di kalangan keluarga Ba Alawi sendiri, nasab yang masyhur hanyalah ―Ubaid bin Ahmad bin Isa‖, lalu ketika Habib Ali al Sakran melihat kitab al-Suluk, yang menyebut nama Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib, ia berkesimpulan bahwa nama itu adalah nama lain dari Ubaid bin Ahmad bin Isa.
Dari penjelasan ini, sama sekali tidak ada informasi tentang syuhroh istifadloh. Semua penetapan dilakukan dengan metode kedua (kitab ahli nasab)
ABDULLAH BUKAN UBAIDILLAH DALAM KITAB AL-SULUK
Para pembela nasab para habib Ba Alawi di Indonesia mengatakan bahwa Ubaidillah sudah dicatat pada abad delapan. Yang demikian itu, katanya, terdapat di kitab al-Suluk karya al-Jundi (w.730 H.), yaitu ketika ia menyebut nama Abdullah sebagai anak Ahmad.
Abdullah ini, menurut para habib, mempunyai anak tiga: Jadid, Alwi dan Bashri. Alwi dan Bashri dari ibu yang sama, sedangkan Jadid ibunya berbeda. Jadi wajar yang disebut hanya keluarga Jadid, karena ibu mereka berbeda, kira-kira demikian hujjah mereka. Jadi, walaupun yang disebut hanya keluarga Jadid sebagai keturunan Abdullah bin Ahmad, maka keluarga Alwi pun terbawa karena mereka saudara.
Apakah benar Abdullah yang disebut al-Jundi itu sosok yang sama dengan Ubaidillah leluhur para habaib?
Jika seandainya-pun benar, bahwa Ubaidillah adalah sosok yang sama dengan Abdullah, tetap saja masih terputus riwayat selama 385 tahun dihitung berdasar wafatnya Ahmad bin Isa tahun 345 H sampai wafatnya al-Jundi pengarang kitab al-Suluk yang wafat tahun 730 H.
Yang ditemukan justru menunjukan bahwa Abdullah ini sama sekali bukan Ubaidillah. Ia orang yang berbeda.
SYUHROH ISTIFADLOH (POPULER DAN VIRAL) BARU TERJADI DI ABAD 14
Populer dan viral yang terjadi sejak pertengahan abad 14 sampai saat ini adalah kepopuleran yang tidak dapat dibenarkan secara ilmiyah dan penulis menganggapnya sebagai KONSPIRASI NASAB MULIA.
Para habaib dan muhibbinnya mempopulerkan apa yang sudah tertuang dalam kitab abad 9, 10, 11, 12 dan 13 H. yang semua kitab-kitab tersebut bersumber dari kitab al Burqoh al Musyiqoh (895 H.) Sedangkan kitab al Burqoh sendiri tidak ditemukan referensi sama sekali.
Namun di framing sedemikian rupa, seakan-akan SYUHROH ISTIFADLOH mencakup pada sosok fiktif bernama UBAIDILLAH, padahal kepopuleran itu tetap menyisakan persoalan, yaitu : unsur dari bagian struktur pohon nasab ba alwiy ada yang tidak terkonfirmasi.
Disebutkan juga bahwa sudah ratusan ulama’ yang menshohehkan nasab ba alwiy dengan fatwa-fatwanya, tapi fatwa mereka tidak dilandasi dengan dalil-dalil yang menyambungkan nama UBAIDILLAH dari abad kesembilan menuju abad ke empat.
Fatwa-fatwa mereka sama sekali tidak mempengaruhi status dan kondisi jalur nasab yang terputus. Mereka menshohehkan jalur nasab yang salah, mereka mengakui kebenaran silsilah nasab yang terbukti putus. Itu artinya nasab ba alwi tetap terputus, dan mereka bukan keturunan Nabi SAW.
Namun hikmah dari fatwa-fatwa tersebut membuat ba alwiy tidal mungkin lagi berpindah jalur nasab, seperti yang pernah meraka lakukan sebelumnya.
Buat lora Ismail, kalau masih bertekat menshohehkan nasab gurunya sebagai dzurriyah Nabi, anda wajib menghadirkan dalil yang dimiliki ali as syakron. Bila tidak, maka anda termasuk menetapkan nasab yang bathil.
Tidak salah, apa yang di sarankan oleh KH. Imaduddin Utsman al bantaniy, lakukan sholat istikhoroh. Karena beliau masih meyakini kesucian hati anda, mengingat anda adalah cicit dari pendiri NU.
Dan al Faqir juga menginginkan supaya lora bisa menyarankan untuk test DNA, bagi siapa saja yang masih mengaku sebagai dzurriyah Nabi SAW.
Sangat aneh rasanya bila anda keberatan dengan tes DNA bila diterapkan kepada orang atau kelompok yang mengaku-ngaku sebagai cucu Nabi SAW.
Metode Qiyafah yang hanya mengandalkan personality, dan sangat sulit pengawasan serta evaluasinya dapat dijadikan sebagai produk hukum fiqhi. Sedangkan Uji Y-DANA dengan kecanggihan teknologi yang terus berkembang telah anda tolak mentah-mentah dengan alasan nasab jauh, ini sungguh diluar nalar.
Untuk ini penulis akan coba menjelaskan dalam postingan selanjutnya.
Salam Ta’dzim dan semoga jenengan panjang umur dan sehat-sehat selalu. Amin.
Oleh: Mohamnad Yasin al Branangiy al Liqo’iy