• Tentang Kami
    • Pengurus
  • Kontak
  • Beranda
  • Berita
  • Opini
  • Ulama
    • Fiqih
      • Syaikh Imaduddin al Bantani
    • Karamah
    • Kisah
  • Pesantren
    • Santri
      • Hikmah
      • Syair
      • Humor
    • Pustaka
      • Kitab
      • Karya Sastra
      • Manuskrip
  • Web RMI
    • RMI PBNU
    • RMI PWNU Banten
    • RMI PWNU DKI
    • RMI PWNU Sumsel
No Result
View All Result
RMI PWNU Banten
  • Beranda
  • Berita
  • Opini
  • Ulama
    • Fiqih
      • Syaikh Imaduddin al Bantani
    • Karamah
    • Kisah
  • Pesantren
    • Santri
      • Hikmah
      • Syair
      • Humor
    • Pustaka
      • Kitab
      • Karya Sastra
      • Manuskrip
  • Web RMI
    • RMI PBNU
    • RMI PWNU Banten
    • RMI PWNU DKI
    • RMI PWNU Sumsel
No Result
View All Result
RMI PWNU Banten
No Result
View All Result
Home Berita

Paprahan, Adat Tolak Bala Masyarakat Ragas Serang Banten

Ragas ini disebut salah satu Kampung Tua yang ada di wilayah Banten. Sebab sejak abad 16 M, kampung ini ternyata didapati banyak jejak-jejak sejarah di awal-awal penyebaran Islam di Banten, dan menunjukan kampung ini sudah dihuni oleh beberapa orang. Fakta kuburan tua Nyi Mas Panca Inten di sebelah selatan kampung Ragas memberi petunjuk ke kita, bahwa ternyata Ragas sudah ada penghuni sejak abad 16 silam.

Hamdan Suhaemi by Hamdan Suhaemi
10 Juli 2021
in Berita
4 min read
0
0
SHARES
300
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Kyai Hamdan Suhaemi

Ragas

Ragas adalah nama kampung yang terletak di desa Purwodadi, Kecamatan Lebak Wangi Kabupaten Serang, Banten. Penduduknya kurang lebih 1.500 jiwa. Kampung Ragas identik dengan sebutan masyarakat Ragas, yang memiliki otentifikasi adat, bahasa dan budayanya sendiri. Secara sosio-kultur cenderung berbeda dengan masyarakat yang menempati kampung-kampung tetangganya yang masih masuk dalam Desa Purwodadi.

Masyarakat Ragas, dikenal di manapun memiliki kekhasan dalam berbicara, hampir sama dengan masyarakat kampung Puyuh Koneng di Desa Kencana Harapan, dialek Sunda yang beda dengan masyarakat Sunda lainnya seperti Sunda di Pandeglang dan Lebak. Secara hipotesis Ragas ini bisa jadi migrasi dari Banten Girang yang dulu ditaklukan oleh Kanjeng Maulana Hasanuddin alias Pangeran Sabakingkin putera Syaikh Syarif Hidayatullah Cirebon atau Sunan Gunung Jati di tahun 1526 M. Kenapa ada tesis seperti itu, apakah sudah ada penelitian sebelumnya terkait migrasinya dari Banten Girang, untuk sementara masih dugaan, bukan kepastian sesuai fakta sejarah.

Karena itulah Ragas ini disebut salah satu Kampung Tua yang ada di wilayah Banten. Sebab sejak abad 16 M, kampung ini ternyata didapati banyak jejak-jejak sejarah di awal-awal penyebaran Islam di Banten, dan menunjukan kampung ini sudah dihuni oleh beberapa orang. Fakta kuburan tua Nyi Mas Panca Inten di sebelah selatan kampung Ragas memberi petunjuk ke kita, bahwa ternyata Ragas sudah ada penghuni sejak abad 16 silam.

Baca Juga

PWNU Banten, KH Bunyamin: Kami Siap Sukseskan Porseni NU 2023 Di Kota Solo

RMI PCNU Kab. Serang Peringati Hari Santri Nasional 2022 Dengan Bedah Kitab Dan Ijazah Sanad 19 Kitab

HSN 2022 RMI Kab. Serang Selenggarakan Bedah Kitab Dan Ijazah Kitab Kuning

KH Sardani Rahman Wakil Ketua PWNU Banten Wafat

Adat Paprahan

Paprahan, adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Ragas yakni berkumpul “ngeriung” di sudut-sudut jalan dan di sepanjang jalan kampung dengan menyuguhkan tumpeng nasi kuning, lauk pauk, aneka kue tujuh warna dan air yang ditampung di ember, atau botol-botol minuman. Makanan dan air tersebut diletakkan di tengah-tengah yang duduk berjajar sepanjang jalan, dengan diawali bacaan hadarat atas Kanjeng Nabi Muhammad S.A.W, hadarat kepada para Nabi dan Rasul, hadarat kepada para waliyullah, ulama. Hingga kemudian salah satu tetua tokoh agama tersebut memimpin baca ayat kursi (surat Al-Baqarah), surat Al-Ikhlas, surat al-Falaq dan surat al-Nas, bahkan seringnya baca surat Yasin. Setelah usai hadarat dan baca ayat-ayat Al-Qur’an tersebut disertai doa tolak bala, maka sang tetua kampung membacakan Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani atau sering dikenal “maca syekh”.

Makanan yang sudah dibacakan hadarat dan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut dan manaqib kemudian digantungkan di depan rumahnya masing-masing, sementara air yang sudah dibacakan manaqib itu disiram-siramkan di sekeliling rumah masing-masing. Hingga di sudut-sudut jalan, dan di sekeliling kampung.

Adat Paprahan, ini dilakukan setiap menghadapi wabah atau pageblug, dan atau rutin dilaksanakan setiap bulan Suro atau Muharram di tanggal 10 (‘asyuro) setiap tahun. Ini ditradisikan dilaksanakan 3 kali baik di bulan Muharram maupun di bulan Safar. Serta sifatnya temporer jika tengah menghadapi musibah, atau wabah pageblug. Tradisi adat ini sudah berlangsung sejak dulu, dan telah menjadi warisan dari para leluhur kampung Ragas.

Pandangan Terkait Adat

Soerjono Soekanto, telah menjelaskan bahwa adat istiadat merupakan suatu sistem pandangan hidup yang kekal, segar serta aktual oleh karena didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat pada alam yang nyata dan juga pada nilai positif, teladan baik serta keadaan yang berkembang. Kebersamaan dalam arti, seseorang untuk kepentingan bersama dan kepentingan bersama untuk seseorang.Kemakmuran yang merata. Pertimbangan pertentangan yakni pertentangan dihadapi secara nyata dengan mufakat berdasarkan alur dan kepatutan. Meletakan sesuatu pada tempatnya dan menempuh jalan tengah.
Menyesuaikan diri dengan kenyataan. Segala sesuatunya berguna menurut tempat, waktu dan keadaan.

Menurut Koen Cakraningrat, bahwa adat ialah suatu bentuk perwujudan dari kebudayaan, kemudian adat digambarkan sebagai tata kelakuan. Adat merupakan sebuah norma atau aturan yang tidak tertulis, akan tetapi keberadaannya sangat kuat dan mengikat sehingga siapa saja yang melanggarnya akan dikenakan sangsi yang cukup keras.

Relevansi Adat Tolak Bala

Jika Paprahan ini adalah adat yang berisi do’a-do’a tolak bala, tentunya ada baiknya dipertimbangkan untuk kemudian dijadikan cara dalam upaya kita ( ijtihad pencegahan ) mencegah dan menghilangkan Covid-19, karena covid adalah termasuk pageblug, atau wabah virus.

Atau barangkali ada banyak adat istiadat yang diwariskan dari para leluhur kita dalam upayanya menangkal musibah, wabah dan malapetaka, maka dipersilahkan untuk dilakukan sebagai salah satu ikhtiar kita. Tentu tidak salah jika isinya kebaikan,isinya dzikir, istigfar dan doa diteruskan sebagai cara kita menghadapi wabah Corona ini.

Semua perlu ikhtiar, bukan hanya negara saja yang dibebankan atas wabah ini, tapi kita juga harus terus menerus berupaya sekuat tenaga agar diri kita, keluarga kita dan seluruh umat manusia selamat dari ganasnya Corona virus ini.

Kesimpulan

Paprahan adalah adat, tapi berisi doa bersama. Ajaran Islam yakni doa tolak bala ( Li daf’i al-Bala’ ) telah mengisi dalam adat Paprahan tersebut. Dengan demikian jangan lantas divonis sebagai perbuatan syirik, bersifat tahayyul atau dibilang khurafat. Bahkan ini disebut ” bidngah ” dlalalah ” ( sesat ). Padahal tidak sama sekali bertentangan dengan syari’at Islam.

Paprahan, perlu dilakukan sebagai ikhtiar menghadapi wabah sekaligus cara kita menolak bala.

Ciujung 10-7-21
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten

Next Post

Menelaah Babe Nenem Karya Kiai Syanwani Sampang

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Paling Banyak Dilihat

Opini

Tinjauan Filologis Sejarah Sunan Giri Sayyid Maulana Ainul Yaqin, Mursyid Tarekat Syattariyah Abad 15 Masehi

by Admin
1 Februari 2023
0

Saat masih bayi, oleh ibunya dilarung ke laut Blambangan, sebagai aksi penyelamatan dari rencana pembunuhan dari Senopati Blambangan. Hingga ditengah...

Read more
Load More
  • All
  • Berita
  • Opini
  • Pustaka
  • Santri
  • Ulama
  • Pesantren

Tinjauan Filologis Sejarah Sunan Giri Sayyid Maulana Ainul Yaqin, Mursyid Tarekat Syattariyah Abad 15 Masehi

Sumber-sumber Belanda Tentang Sejarah Banten Abad 19 Masehi

Mengkaji Kitab Lawaqihu al-Anwari al-Qudsiyati

PWNU Banten, KH Bunyamin: Kami Siap Sukseskan Porseni NU 2023 Di Kota Solo

Tadarus Jiwa Dalam Perspektif Filsafat Idealisme

RMI PCNU Kab. Serang Peringati Hari Santri Nasional 2022 Dengan Bedah Kitab Dan Ijazah Sanad 19 Kitab

Load More

Baca Juga

MUI Banten Keluarkan Fatwa Haram Membaca Al-Quran Di Atas Trotoar

by Admin
22 April 2022
0

45 Ulama Nusantara Penulis Kitab Kuning Berbahasa Arab Sepanjang Masa

by Admin
27 Februari 2022
2

Sebut Ma’had Al Abqory Terkait HTI, RMI Rekomendasikan Hapus Dari Program PUPR, Kecuali…

by Admin
19 Juli 2021
0

  • Opini
  • Berita
  • Pustaka
  • Ulama
  • Santri
  • Pesantren
Follow Us

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Opini
  • Ulama
    • Fiqih
      • Syaikh Imaduddin al Bantani
    • Karamah
    • Kisah
  • Pesantren
    • Santri
      • Hikmah
      • Syair
      • Humor
    • Pustaka
      • Kitab
      • Karya Sastra
      • Manuskrip
  • Web RMI
    • RMI PBNU
    • RMI PWNU Banten
    • RMI PWNU DKI
    • RMI PWNU Sumsel

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist